Awalnya Dunia Takut ke China karena Wabah Corona, Kini Keadaan Berbalik
Merdeka.com - Di masa-masa awal merebaknya pandemi corona dunia takut dan curiga terhadap China tapi kini keadaan berbalik 180 derajat: Negara Barat kini membuat Asia dan belahan dunia lain takut.
Italia, Spanyol, Amerika Serikat, kini masih mengalami peningkatan jumlah kasus positif corona tapi di Asia, khususnya China, pandemi corona sudah mulai menurun. Tapi negara-negara Asia, termasuk China, kini berjuang melawan gelombang kedua kasus corona baru yang datang dari luar negeri.
Pejabat kesehatan China Kamis lalu mengatakan ada 34 kasus baru yang berasal dari orang yang tiba dari luar negeri.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
-
Apa yang membuat semua negara takut? 'Pertama harga minyak, kedua masalah bunga pinjaman. Semua pada takut masalah itu,' kata Jokowi dalam sambutannya di acara Musrenbangnas di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (6/5).
-
Siapa yang khawatir tentang kemungkinan pandemi berikutnya? Salah satu orang terkaya dunia, Bill Gates telah mengingatkan publik selama beberapa dekade terakhir mengenai sejumlah ancaman serius. Dia menyebutkan bahwa bencana iklim hingga kemungkinan serangan siber besar akan menjadi ancaman serius bagi umat manusia di bumi, tetapi itu bukan yang utama. Dia menyebut, ada dua ancaman terbesar yang mengkhawatirkan Bill Gates. Kedua ancaman terbesar tersebut adalah kemungkinan terjadinya perang besar akibat ketidakstabilan global saat ini dan kemungkinan pandemi berikutnya dalam 25 tahun ke depan.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa Covid Pirola dikhawatirkan? Varian baru virus corona bernama Pirola tengah menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia. Varian BA.2.86, yang dijuluki 'Pirola', adalah varian baru Omicron yang bermutasi dan memicu lonjakan kasus baru. Pirola memiliki lebih dari 30 mutasi penting, menurut Scott Roberts, spesialis penyakit menular Yale Medicine dikutip dari Al-Jazeera.
-
Bagaimana cara virus Corona varian Omicron bermutasi? Mereka menemukan bahwa varian asli Omicron BA1 telah mengalami lebih dari 50 kali mutasi, termasuk beberapa yang memungkinkannya untuk menghindari sistem kekebalan tubuh manusia.
Di seantero Asia, pendatang dari Eropa, dan AS, kini dipaksa masuk karantina. Pusat olahraga, klinik, restoran di Hong Kong kini memperingatkan agar para pendatang dari luar negeri itu untuk tidak mendekat. Bahkan warga China yang menyekolahkan anaknya ke New York atau London kini mengirimi mereka masker dan cairan pembersih tangan sekaligus meminta mereka segera pulang dengan biaya penerbangan yang bisa mencapai USD 25.000 atau setara Rp 400 juta.
"Kami pulang karena menurut kami sekarang lebih aman di China daripada bertahan di New York," kata Farrah Lyum, 24 tahun, siswa yang baru lulus dari kampusnya dan pulang ke China dengan teman satu kamarnya di asrama, seperti dilansir dari laman the Straits Times, Jumat (20/3).
Tidak ada kasus baru corona di China
Keadaan dunia kini memang berbalik. Beberapa pekan lalu China menjadi pusat penyebaran virus corona dan orang meninggal hingga ratusan setiap hari.
Tapi Kamis lalu (19 Maret) dilaporkan tidak ada lagi kasus baru corona dari dalam negeri di China. Dengan menjalankan karantina wilayah, menutup pabrik-pabrik dan menjalankan tes kepada ribuan warga, tampaknya China kini berhasil mengendalikan wabah ini.
Tapi kini pandemi yang berawal dari China itu mulai kembali berdatangan dari luar. Dari mulai China, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, mereka sudah berhasil mengendalikan wabah, tapi kini muncul kekhawatiran. Negara-negara itu kini memandang negara Barat dan bertanya: Kami bisa mengatasinya, mengapa kalian tidak?
Bagi Presiden Amerika Serikat Donald Trump, jawabannya adalah kebalikannya. Meski menuai berbagai kritikan karena menganggap enteng wabah ini pada awalnya, Trump berulang kali menyebut corona sebagai "virus China" dan bagi sebagian kalangan hal itu adalah bagian dari upaya Trump untuk lari dari masalah.
Beijing kemudian membalas dengan menyebut virus itu berasal dari tentara AS.
Tindakan otoriter pemerintah
Kini di China atau warga China yang di luar negeri ada semacam pengakuan atas keberhasilan kerja keras dan pengorbanan pemerintah dalam menangani wabah corona.
"Orang-orang di negara Barat bilang tindakan China terlalu otoriter, tidak menghormati demokrasi dan kebebasan orang," kata Yin Choi Lam, pemilik restoran berdarah China-Vietnam, di Melbourne, Australia. "Sekarang bandingkan dengan terjadi di Italia, misalnya, angka kematian sangat tinggi, atau di Amerika yang sekarang orang tidak tahu berapa banyak orang yang sudah terinfeksi. Apakah Anda memilih kebebasan atau nyawa?"
Alasan senada kini membanjiri media sosial China.
Bagi sebagian kalangan baik di dalam negeri China maupun di luar negara itu, tindakan otoriter pemerintah bukanlah satu-satunya cara terbaik menangani corona. Sejumlah pejabat menyembunyikan wabah ini hingga menyebar luas tak terkendali dan memaksa orang untuk tetap tidak keluar kota.
Sebaliknya di Korea Selatan, bersama Taiwan dan Singapura, mereka berhasil mengatasi wabah ini dengan transparansi, efisiensi, dan solidaritas sembari tetap menjaga kebebasan orang untuk bergerak.
Yang membedakan sejumlah negara Asia itu adalah pengalaman, kata Profesor Leighanne Yuh, sejawaran di Universitas Korea.
"Di luar China, Korea Selatan menganggap serius sekali wabah ini, mungkin karena mereka sudah pengalaman dengan SARS dan MERS," kata dia. "Warga memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak interaksi sosial--hal-hal ini adalah tindakan yang sudah tidak aneh lagi."
Di AS dan Eropa sebaliknya, ada banyak keraguan. Dan kini mereka dikhawatirkan menyebarkan penyakit itu lagi ke seluruh dunia. Di Australia, AS kini menjadi sumber pembawa virus corona, diikuti Italia, lalu China.
Banyak orang di China ini ingin pemerintah mereka melarang penuh akses dari AS dan negara lain seperti halnya mereka melarang pendatang dari China.
"Saya harap China bisa memperketat perbatasan dan mengurangi kedatangan orang dari luar negeri," kata tang Xiaozho, manager bedah operasi plastik. "Pemerintah dan orang dari negara lain membuat saya kecewa."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyakit Pernapasan Melonjak di China, WHO Minta Penjelasan
Baca SelengkapnyaLonjakan kasus penyakit mirip influenza ini membuat sebuah RS di China penuh. Banyak pasien anak-anak yang terpaksa dirawat di koridor dan tangga rumah sakit.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaMunculnya wabah misterius ini mirip dengan awal kemunculan Covid-19 tiga tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPerlambatan ekonomi China memberikan pengaruh ke ekonomi negara lain, termasuk Indonesia.
Baca SelengkapnyaTrump berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.
Baca SelengkapnyaKasus pneumonia misterius baru-baru ini menghebohkan China.
Baca SelengkapnyaTiga negara besar yakni Amerika Serikat, China dan Eropa dalam situasi mengendalikan dan mengelola ekonomi yang tidak mudah.
Baca SelengkapnyaSejak pertengahan Oktober 2023, WHO telah memantau data dari sistem pengawasan Tiongkok, terkait pneumonia misterius yang melanda anak-anak di China utara.
Baca SelengkapnyaTerjadi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaTemuan sementara, penyebab utama pneumonia misterius di China adalah mycoplasma.
Baca SelengkapnyaKasus pneumonia tengah melonjak di China sejak pertama kali dilaporkan pada 13 November 2023.
Baca Selengkapnya