Belajar dari pengalaman Pakistan hadapi bocah pengebom bunuh diri Taliban
Merdeka.com - Perempuan berkerudung panjang dan bercadar itu melangkah cepat bersama dua putrinya yang juga berpakaian tertutup dan bercadar. Sesaat ketika mereka akan memasuki halaman gereja, seorang laki-laki berusaha mengejar. Pada saat itulah ledakan bom terdengar. Peristiwa itu terjadi di GKI Diponegoro, Surabaya, Minggu pagi.
"Dua anak kecil perempuan umur 9 tahun dan umur 12 tahun. Diberi sabuk bom, diantar oleh ayahnya dan turun digandeng ibunya. Kemudian meledakkan diri di depan gereja," kata Presiden Joko Widodo dengan nada lirih ketika meninjau lokasi serangan bom bunuh diri itu, Senin (14/5).
Lalu di tempat berbeda, dua anak laki-laki berusia 12 tahun dan 18 tahun berboncengan memakai sepeda motor menuju gereja lain. Mereka juga membawa bom.
-
Bagaimana pelaku bom bunuh diri menyerang? Pelaku menggunakan rompi berisi bahan peledak. Mengutip Al Jazeera, setidaknya 70 orang tewas dan lebih dari 300 orang lainnya terluka. Korban tewas didmoinasi oleh wanita dan anak-anak.
-
Apa yang terjadi pada bocah di Tasikmalaya? Ada-ada saja kejadian yang menimpa bocah 3 tahun asal Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Dia tak berhenti menangis usai kepalanya tersangkut di kaleng wafer.
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Apa saja fakta kenakalan remaja di Indonesia? Fakta menunjukkan bahwa perilaku menyimpang di kalangan remaja semakin beragam dan kompleks, mulai dari tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga perilaku seksual yang berisiko.
-
Apa yang dilakukan pemuda Tebing Tinggi? Peristiwa Pertempuran di Tebing Tinggi, Perjuangan Berdarah Pemuda Indonesia Melawan Penjajah Pasca kemerdekaan menjadi masa-masa pemuda Indonesia berjuang untuk mengusir penjajah kolonial Jepang.
Fenomena pengebom bunuh diri dilakukan satu keluarga dan anak di bawah umur semacam ini termasuk baru terjadi di Indonesia. Kelompok militan ISIS mengklaim serangan bom di tiga gereja di Surabaya itu melalui media propagandanya, Amaq.
Bom Surabaya ©2018 REUTERS/Beawiharta
Serupa dengan ISIS, jaringan kelompok militan Taliban di Afghanistan dan Pakistan juga diketahui kerap merekrut anak-anak sebagai pengebom bunuh diri.
Koresponden stasiun televisi CBS News Lara Logan dalam tayangan '60 Minutes' pada Mei 2015 pernah mewawancarai komandan Taliban dan jenderal militer Pakistan Asim Bajwa yang 400 anak buahnya menjadi korban tewas oleh pengebom bunuh diri anak-anak.
Berikut petikan wawancaranya:
Lara Logan: Sesulit apa menghentikan pengebom bunuh diri anak-anak?
Asim Bajwa: Selama anak-anak itu masih dalam tawanan mereka (Taliban) dan diindoktrinasi tak ada yang bisa kita lakukan. Kita tidak pernah membayangkan seorang anak mendatangi dan meledakkan dirinya di depan kita.
Lara Logan: Jadi ini aksi terorganisir? Bukan aksi acak serampangan?
Bajwa: Pada akhirnya jadi terorganisir dan mereka punya pelatihan khusus. Mereka memotivasi dan merekrut.
Logan juga mewawancarai seorang komandan Taliban yang punya kontak dengan Al Qaidah dan merekrut anak-anak di Afghanistan.
lara logan ©Adweek
Lara Logan: Apa keuntungannya menjadikan anak-anak sebagai pengebom bunuh diri ketimbang orang dewasa?
Komandan Taliban: Anak-anak bisa menerima omongan setelah kita bicara dengan mereka beberapa kali. Mereka bisa melakukan serangan memakai gerobak, sepeda, atau sepeda motor. Kami punya pengebom bunuh diri dari semua distrik di Provinsi Helmand. Mereka berusia 12,13, hingga 50 tahun.
Lara Logan: Saya ingin tahu, ketika Anda menatap anak-anak ini, apa yang membuat Anda memutuskan, 'anak ini yang saya pilih untuk meledakkan dirinya'?
Komandan Taliban: Perlu ada pelatihan selama empat sampai tujuh bulan. Orang bakal tahu mana yang cocok untuk melakukan aksi apa. Anda akan dengan mudah mengetahui kemampuan mereka lebih cocok untuk pertempuran, pemantau, atau pengebom bunuh diri.
Lara Logan: Apa yang Anda katakan kepada anak-anak ini soal imbalan atas perbuatan mereka?
Taliban: Kami mengajarkan bahwa Allah menjanjikan mereka akan masuk surga. Saya ingin mengorbankan diri sendiri, istri saya, semuanya.
Lara Logan: Tapi Anda belum melakukannya. Anda sudah bergabung dengan Taliban selama 11, 12 tahun dan Anda belum meledakkan diri sendiri.
Komandan Taliban: Saya siap tapi saya punya tanggung jawab lain.
Lara Logan: Anda punya dua putra. Apakan Anda mau mereka jadi pengebom bunuh diri?
Komandan Taliban: Ya, saya sudah berjanji pada Allah. Saya sudah mengikhlaskan mereka untuk jadi pengebom bunuh diri atas kehendak Allah. Saya membesarkan mereka dan insya Allah mereka akan melakukannya.
Lara Logan: Jadi Anda bersedia mengorbankan anak sendiri?
Komandan Taliban: Ya, tentu saja. Salah satu putra saya sudah tahu soal ini. Ketika ditanya apa yang akan dia lakukan, dia bilang akan memerangi orang kafir. Dia berusia lima tahun. Dia bertanya kapan dia akan berjihad. Secara mental dia sudah siap.
Lara Logan: Saya tidak habis pikir. Saya tidak tahu bagaimana memahami ini.
***
Pakistan menangani kasus ini dengan pendekatan berbeda. Sejak 2006 ketika Taliban mulai merekrut anak-anak sebagai pengebom bunuh diri, tentara Pakistan menemukan ada ratusan anak yang direkrut di kamp Taliban. Militer Pakistan kemudian tidak menjebloskan mereka ke penjara tapi membawa mereka ke pusat rehabilitasi. Militer Pakistan bekerja sama dengan ahli psikologi untuk menangani anak-anak itu.
Psikolog: Sebagian anak-anak ini pernah melakukan aksi kekerasan. Tapi saya melihat mereka belum jadi militan 'garis keras'. Kita bisa mengubah mereka.
Lara Logan: Kondisi macam apa yang Anda lihat ketika mereka pertama kali ke sini (tempat rehabilitasi)?
Psikolog: Mereka tidak tahu apa yang nyata dan tidak ketika berada di kamp. Mereka terisolasi dari dunia luar, dari kehidupan normal. Mereka selalu dicekoki dengan video orang dipenggal. Apa yang mereka alami membuat empati mereka rusak. Untuk memperbaiki itu mereka ditangani oleh psikolog dan mendapat pelajaran agama tentang Islam moderat, bukan Islam radikal seperti diajarkan Taliban.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap seorang pelajar terduga teroris berinisial HOK
Baca SelengkapnyaDensus menangkap HOK saat hendak membuang bahan peledak yang telah dibelinya.
Baca SelengkapnyaINFOGRAFIS: Data Mengejutkan Kasus Bunuh Diri Anak
Baca SelengkapnyaHanya sekitar tujuh bulan sejak terpapar paham radikal dari media sosial, HOK sudah nekat mempelajari cara peracikan bahan peledak.
Baca SelengkapnyaTim Densus 88 Antiteror Polri menggeledah sebuah rumah di kompleks Villa Syariah Bunga Tanjung Kav 34, Kelurahan Jeding, Junrejo, Kota Batu
Baca SelengkapnyaDensus 88 menangkap pelajar karena diduga hendak melakukan teror bom di sejumlah rumah ibadah di Malang, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaPenyidik menyatakan belum ada kesimpulan keterkaitan mereka dengan jaringan terorisme.
Baca SelengkapnyaPara pelajar tersebut terlibat tawuran setelah sebelumnya janjian di media sosial.
Baca SelengkapnyaTim Densus 88 Polri sedang mengusut proses rekrutmen jaringan terorisme melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaDensus 88 mengungkapkan awal mula terduga teroris remaja berinisial HOK terpapar ideologi ISIS hingga berujung keinginan melakukan bom bunuh diri
Baca SelengkapnyaTiga pemuda ditetapkan sebagai tersangka kasus teror penembakan di sejumlah jalan tol dan kampus Unesa, Surabaya. Dua di antara masih berstatus mahasiswa.
Baca SelengkapnyaMereka yang agresif akan menganggap bahwa sifat toleransi itu menunjukkan kelemahan.
Baca Selengkapnya