Ilmuwan Coba Pecahkan Misteri Mengapa Ada Orang Tidak Bisa Terkena Covid-19
Merdeka.com - Phoebe Garret menghadiri kuliah di kampus tanpa terpapar Covid; bahkan dia menggelar pesta di mana setiap orang yang setelah menghadiri acara itu dites positif Covid kecuali dia.
"Setahu saya saya pernah terpapar empat kali," kata perempuan 22 tahun dari High Wycombe, Inggris itu.
Pada Maret 2021, dia ikut uji coba tantangan Covid-19 pertama di dunia, di mana virus corona hidup dimasukkan melalui hidungnya, agar dia terinfeksi. Tapi tubuhnya tetap bertahan dari serangan virus itu.
-
Mengapa beberapa orang kebal terhadap Covid-19? Meskipun vaksin dan booster secara radikal mengurangi risiko kematian dan komplikasi berat dari COVID-19, mereka tidak banyak membantu menghentikan virus dari memasuki lapisan hidung dan sistem pernapasan.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Apa yang diujicoba oleh para ilmuwan? Para ilmuwan sedang melakukan percobaan untuk membuat prototipe chip jaringan 6G di masa depan.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Bagaimana tubuh orang tertentu dapat terhindar dari Covid-19? 'Ini adalah kesempatan yang sangat unik untuk melihat bagaimana respons kekebalan pada orang dewasa tanpa riwayat COVID-19 sebelumnya, dalam pengaturan di mana faktor-faktor seperti waktu infeksi dan komorbiditas dapat dikendalikan,' kata ahli biologi sistem kuantitatif Rik Lindeboom, yang kini berada di Netherlands Cancer Institute.
"Kami menjalani serangkaian tes, dan tes dengan berbagai metode berbeda: usap tenggorokan, usap hidung, tes usap jenis lainnya yang belum pernah saya lakukan sebelumnya seperti nasal wicks - di mana Anda memegang alat usap di dalam hidung Anda selama semenit - juga tes darah, tapi saya tidak pernah mengalami gejala, tidak pernah dites positif," jelasnya, dikutip dari The Guardian, Rabu (9/3).
"Ibu saya selalu bilang kalau keluarga kami tidak pernah mengalami flu, dan saya heran mungkin ada sesuatu di balik itu."
Bagaimana Phoebe Garrett kebal virus ini masih misteri, tapi para ilmuwan mulai menemukan beberapa petunjuk.
Garrett bukan satu-satunya peserta uji coba tantangan Covid yang tak bisa terinfeksi. Dari 34 yang terpapar virus, 16 orang gagal mengalami gejala (ditentukan dengan dua kali tes PCR positif secara berturut-turut) - walaupun sekitar setengah dari mereka dites positif dengan kadar virus rendah, seringkali beberapa hari setelah terpapar virus corona.
Kemungkinan, ini adalah refleksi sistem imun yang dengan cepat mencegah infeksi embrionik atau awal.
"Dalam penelitian-penelitian kami sebelumnya dengan virus lain, kami melihat respons imun awal di hidung yang dikatikan dengan melawan infeksi," jelas Profesor Christhoper Chiu dari Imperial College London yang memimpin penelitian.
"Bersamaan, temuan-temuan ini menyiratkan ada perjuangan antara virus dan inang, yang pada peserta kami yang 'tidak terinfeksi' menghasilkan pencegahan penularan."
Beberapa dari mereka juga melaporkan beberapa gejala ringan, seperti hidung tersumbat, sakit tenggorokan, kecapekan, atau sakit kepala - karena ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mungkin tidak terkait dengan paparan virus.
"Bagaimanapun, kadar virus tidak naik cukup tinggi untuk memicu terdeteksinya tingkat antibodi, sel T, atau faktor inflamasi dalam darah yang biasanya terkait dengan gejala," jelas Chiu.
Faktor genetik?
Penelitian lain menunjukkan, mungkin saja melawan infeksi Covid pada masa-masa awal infeksi. Contohnya, selama gelombang pertama pandemi, Dr Leo Swadling dari Universitas College London dan rekannya secara intensif memantau kelompok tenaga kesehatan yang rutin terpapar dengan pasien yang terinfeksi Covid tapi tak pernah terinfeksi. Tes darah menunjukkan sekitar 15 persen dari mereka memiliki sel T yang reaktif terhadap Sars-CoV-2.
Kemungkinan, sisa sel T dari infeksi virus corona sebelumnya yaitu virus penyebab flu biasa, bereaksi silang dengan virus corona baru dan melindungi mereka dari Covid.
Proporsi kecil orang mungkin secara genetik resisten terhadap Covid-19. Pada Oktober, konsorsium peneliti internasional meluncurkan perburuan global orang-orang yang resisten terhadap Covid, dengan harapan bisa mengidentifikasi gen pelindung.
"Kami tidak mencari varian gen biasa yang memberikan perlindungan sederhana terhadap infeksi, yang kami cari adalah potensi varian gen yang sangat langka yang benar-benar melindungi seseorang terhadap infeksi," jelas Profesor Andras Spaan dari Universitas Rockefeller New York, yang memimpin penelitian.
Mereka secara khusus tertarik pada orang yang tinggal serumah dan satu tempat tidur dengan orang yang terinfeksi, dan mereka sendiri justru tidak terinfeksi.
"Contohnya, pada suatu hari saya ngobrol dengan perempuan lansia dari Belanda, yang merawat suaminya selama gelombang pertama. Suaminya akhirnya dibawa ke ICU, tapi dia merawat suaminya berminggu-minggu, tinggal di ruangan yang sama, dan tanpa masker," jelas Spaan.
"Kami tidak bisa menjelaskan mengapa dia tidak terinfeksi," lanjutnya.
Perlindungan itu juga ada pada penyakit lain seperti HIV, malaria, dan virus noro. Dalam kasus ini, kelainan genetik berarti beberapa orang kekurangan reseptor yang digunakan patogen untuk memasuki sel, jadi mereka tidak bisa terinfeksi.
"Bisa seperti itu, pada beberapa orang, ada semacam kelainan pada reseptor yang digunakan Sars-CoV-2," jelas Spaan.
Mengidentidikasi gen semacam itu bisa mendorong pengembangan pengobatan baru untuk Covid-19.
Menurut Spaan, tidak mungkin sebagian besar dari mereka yang tak bisa terpapar Covid menjadi resisten secara genetik, bahkan walaupun mereka memiliki perlindungan kekebalan parsial. Ini artinya tidak ada jaminan mereka pada akhirnya tidak akan terinfeksi Covid, seperti Garrett pada akhir Januari lalu. Bisa lolos dari infeksi virus hampir dua tahun, dia kaget hasil tes Covid-nya positif. Tak lama setelah itu, dia mengalami gejala Covid ringan, tapi telah sembuh.
Ironinya, berhasil tidak tertular Covid dari keluarga dekat, teman, dan saat menjadi peserta uji coba, kemungkinannya dia malah tertular orang asing.
"Saya tidak tahu saya tertular dari mana; bisa jadi seseorang di kelompok paduan suara saya, atau mungkin dari pusat kebugaran," kata Garrett.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penelitian terbaru mengungkap penyebab sejumlah orang aman dari Covid-19 tanpa pernah terinfeksi.
Baca SelengkapnyaBerikut ilmuwan yang nekat melakukan eksperimen membahayakan nyawanya.
Baca SelengkapnyaTim peneliti menjelajahi lapisan es di Himalaya dan membawa kepingan es-es itu ke laboratorium untuk diperiksa.
Baca Selengkapnyaberhasil menghidupkan kembali virus prasejarah berusia 48.500 tahun yang terperangkap dalam permafrost (lapisan tanah beku) di Siberia.
Baca SelengkapnyaVirus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus memiliki ukuran yang sangat kecil, yang hanya sampai 200 mikron.
Baca SelengkapnyaSeorang pria 72 tahun di Belanda terinfeksi Covid-19 selama 613 hari dan berakhir meninggal. Yuk, simak fakta lengkapnya!
Baca SelengkapnyaSaat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaBerikut kejamnya dunia yang mengabaikan penemuan dari 5 ilmuwan hebat ini.
Baca SelengkapnyaVaksin flu universal bisa membantu mengatasi berbagai jenis flu dan mutasinya seperti Covid-19.
Baca SelengkapnyaPasien mengembuskan napas terakhir di RS Embung Fatimah pada 18 Desember 2023.
Baca Selengkapnya