Ini Kronologi TKI asal Madura yang dieksekusi mati di Arab Saudi
Merdeka.com - Organisasi Migrant Care mengecam dan mengutuk keras eksekusi mati TKI asal Bangkalan, Madura, yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pemerintah Indonesia.
Zaini adalah WNI yang bekerja sebagai supir di Arab Saudi, namun pada tanggal 13 Juli 2004, polisi menangkapnya dengan tuduhan melakukan pembunuhan terhadap majikannya yang bernama Abdullah Bin Umar Muhammad Al Sindy.
Proses hukum berjalan selama 4 tahun. Hingga vonis hukuman mati dijatuhkan pada 17 November 2008, Zaini mendapat tekanan dari aparat Saudi untuk membuat pengakuan pembunuhan itu.
-
Mengapa perwira tersebut diperlakukan seperti itu? Dijelaskan dalam video, bahwa setiap prajurit yang sudah masuk ke rumah tahanan maka dianggap sama. “Tidak ada yang spesial di penjara militer meski setinggi apapun pangkatnya,“
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Siapa yang terlibat dalam peristiwa ini? 'Kami memanggil pihak keluarga pengendara sepeda motor yang pura-pura kesurupan untuk dimintai keterangan,' ucap dia.
-
Siapa yang bisa dibantu dengan kata-kata? Palestina telah hidup dalam cengkeraman ketidakadilan dan penjajahan selama puluhan tahun. Konflik antara Palestina dan Israel telah menyebabkan penderitaan yang tak hitung bagi rakyat Palestina.
Meski begitu, selama menjalani proses hukum, Zaini berkali-kali membantah tuduhan itu, dan mengaku bahwa ia tidak melakukan pembunuhan terhadap majikannya.
"Tak hanya itu, selama menjalani proses hukum, Zaini tidak diberikan akses kekonsuleraan kepada KJRI Jeddah dan KBRI Riyadh, sehingga ia juga tidak mendapatkan akses bantuan hukum dan penerjemah yang imparsial. Padahal semua itu merupakan hal yang vital bagi siapapun yang tengah menjalani peradilan dengan ancaman hukuman maksimal, hukuman mati," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo di Jakarta, Senin (19/3).
Pihak KJRI Jeddah baru mendapatkan akses kekonsuleran ke Zaini pada tahun 2009.
"Usai bertemu dengan utusan konsulat RI, barulah Zaini mengungkapkan pengakuan bahwa ia sebenarnya dipaksa dan ditekan untuk mengakui pembunuhan itu. Padahal menurut Zaini, ia tidak melakukan itu," ujar dia.
Wahyu mengatakan, pihak yang melakukan pemaksaan dan tekanan kepada Zaini tak lain adalah penerjemah yang disediakan oleh kepolisian yang saat itu mendampingi proses interogasi. Namun, ujar Wahyu, penerjemah itu tidak bersikap netral dan imparsial dalam melakukan tugasnya.
Ketika akses kekonsuleran telah didapat oleh pihak KJRI pada 2009, dua tahun kemudian, mulai pada 2011 hingga 2014, pemerintah Indonesia melakukan sejumlah proses diplomasi guna mengupayakan langkah-langkah hukum yang berpotensi untuk menunda hingga menangguhkan vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Arab Saudi kepada Zaini Misrin.
"Pihak KJRI memeriksa kasus ini dan mengajukan proses peninjauan kembali dan sidang banding dari tahun 2011 hingga 2014, dengan mengumpulkan bukti dan saksi-saksi baru yang meringankan," kata Wahyu.
Diplomasi upaya penundaan dan penangguhan vonis pun bahkan dilakukan hingga ke tataran tertinggi kepala negara, yakni dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al Saud, pada tahun 2015 di Riyadh dan 2017 di Jakarta.
Pada September 2017, Presiden Jokowi pun kembali melakukan upaya penangguhan vonis hukuman mati, dengan mengirimkan surat kepada Raja Salman.
"Terakhir sejak awal Maret 2018, Kementerian Luar Negeri RI masih aktif mengirimkan surat, bukti, dan keterangan saksi-saksi yang sekiranya mampu meringankan dan menangguhkan vonis hukuman mati tersebut. Tetapi, tampaknya pintu peradilan sudah ditutup dan kemudian vonis hukuman mati tetap dilaksanakan tanpa memberikan notifikasi kekonsuleran resmi kepada pihak RI," katanya.
Sejatinya, menurut hukum yang berlaku di Arab Saudi, eksekusi mati terhadap warga negara asing bisa tetap dilakukan tanpa memberitahu pihak pemerintah WN asing yang bersangkutan. Namun, berbagai organisasi HAM, termasuk di Indonesia, telah lama mengkritik kebijakan tersebut.
Reporter: Rizki Akbar Hasan
Sumber: Liputan6
(mdk/frh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diketahui, visa yang akan digunakan adalah visa ziarah, sehingga praktik penyaluran imigran ini ilegal
Baca SelengkapnyaSeorang TKI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) bernasib malang saat bekerja di Malaysia.
Baca SelengkapnyaSaat jasad majikannya ditemukan terkapar di rumahnya, padahal Sofiatun hanya berteriak meminta tolong.
Baca SelengkapnyaIdentitas dua anggota TNI yang membantu Praka RM menculik dan menganiaya pemuda asal Aceh, Imam Masykur (25) diungkap ke publik.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan perwakilan keluarga usai menemani pemeriksaan Ibunda Imam Masykur, Fauziah di Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaApa yang dilakukan GT terhadap korban DSA (29) dinilainya sebagai salah satu cara untuk membunuh korban.
Baca SelengkapnyaJemaah yang nekat seperti menunaikan ibadah haji tanpa memiliki visa haji dan tasreh atau surat izin dari Kerajaan Arab Saudi.
Baca SelengkapnyaSaat mengucapkan sumpah, ibunda mendiang Imam Masykur, Fauziah berdiri di antara anggota TNI.
Baca SelengkapnyaKeluarga korban mendapat kabar duka dari saudara di Jakarta.
Baca SelengkapnyaKapolres Cilegon AKBP Kemas Indra Natanegara, Senin (4/11), menyebut kini JS dan BA telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Banten.
Baca SelengkapnyaJenazah pekerja migran bernama Gafur baru diautopsi aparat kepolisian setempat pada Kamis (1/8).
Baca SelengkapnyaYuni berharap keadilan memihak kepada sang kekasih. Keinginannya tak muluk, gadis cantik ini ingin pelaku dihukum yang setimpal.
Baca Selengkapnya