LSM internasional sebut anak-anak di Palu alami syok dan trauma
Merdeka.com - Gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter di Palu, Sulawesi Tengah, telah menyebabkan korban tewas sebanyak 1.411 orang dan luka sebanyak 2.500. Tidak hanya menyebabkan korban tewas dan bangunan hancur, gempa itu juga menyebabkan anak-anak kehilangan keluarga dan orangtua mereka.
Kini anak-anak yang terpisah dengan orang tercinta tersebut mengalami syok dan trauma akibat bencana.
Selagi para penyelamat mengupayakan bantuan dan penanganan kebutuhan dasar korban, lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional asal Inggris, Save the Children, memberi perhatian khusus kepada sejumlah besar anak-anak yang ditinggalkan atau terpisah dengan keluarga mereka.
-
Bagaimana korban gempa bisa bertahan hidup? Menurut ahli, seseorang dapat bertahan selama satu minggu atau lebih di bawah reruntuhan bangunan setelah gempa. Akan tetapi, hal ini tergantung pada sejauh mana cidera yang dialami, kondisi tempat terperangkap, faktor akses terhadap air, udara, dan cuaca.
-
Bagaimana kondisi mereka setelah gempa? Saat gempa usai, anak perempuan dan ibunya itu ditemukan warga sedang menangis histeris. Wajah dan sekujur tubuhnya dipenuhi dengan debu yang sangat tebal karena kondisi rumah mereka yang sudah hancur.
-
Di mana jalan rusak yang membuat warga harus menandu pasien? Sejumlah penduduk di Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sumatra Utara, harus berjuang saat merujuk seorang warga sakit menggunakan tandu.
-
Bagaimana kehidupan warga di pemukiman padat? Saat memasuki area perkampungan lebih dalam, kehidupan warganya pun masih begitu terasa.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Siapa yang terdampak udara buruk? Berdasarkan pernyataan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), polusi udara dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Kebanyakan dari anak-anak tersebut terpaksa tidur di jalan-jalan di antara puing-puing bangunan sambil menunggu petugas mengidentifikasi dan menyatukan mereka dengan keluarga, jika masih bertahan hidup.
"Sulit membayangkan situasi yang lebih menakutkan bagi seorang anak. Banyak anak-anak yang terguncang dan trauma akibat bencana ini. Mereka ketakutan dan sendirian. Anak-anak kecil ini harus mencari kerabat mereka yang masih hidup dan melihat situasi mengerikan yang sebenarnya tidak boleh dilihat orang seusia mereka," kata penasihat perlindungan anak Save the Children, Zubedy Koteng, dikutip dari AFP, Kamis (4/10).
Sebelumnya, pemerintah menolak untuk menerima bantuan internasional dengan anggapan pasukan militer bisa menangani bencana besar ini sendiri. Namun skala bencana menjadi semakin besar sehingga presiden Joko Widodo (Jokowi) pun akhirnya mengizinkan pemerintah dan kelompok bantuan asing turut serta.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meski tidur beralaskan lantai besi JPO, anak itu tampak terlelap dengan nyenyaknya. Derap kaki penyeberang jalan yang berlalu-lalang pun tak membangunkannya.
Baca SelengkapnyaAnak-anak korban perang menerima dampak psikologis yang memprihatinkan
Baca SelengkapnyaKetiganya bocah berusia 10 tahun, 6 tahun dan 4 tahun
Baca SelengkapnyaKrisis kemanusiaan di Gaza semakin parah, apalagi di tengah musim hujan seperti saat ini.
Baca SelengkapnyaAnak-anak ini adalah pengungsi yang melarikan diri ke rumah sakit akibat serangan bom Israel.
Baca SelengkapnyaNasib anak-anak Palestina yang tinggal di Rafah, Gaza Selatan kian memprihatinkan. Mereka terancam menderita gizi buruk.
Baca SelengkapnyaWarga Palestina di Gaza masih bertahan hidup tanpa listrik yang memadai.
Baca SelengkapnyaKurang lebih 500 warga yang mengungsi di sejumlah posko di Wulanggitang dan Sekolah Dasar Kemiri
Baca SelengkapnyaRatusan pengungsi Rohingya yang menumpang satu kapal kayu terdampar di tepi pantai Kulee Laweung, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Selasa (14/11).
Baca SelengkapnyaSelain itu, banyak anak yang hidup sebatang kara karena keluarga mereka terbunuh dalam serangan brutal Israel.
Baca Selengkapnya