Menunggu Godot dari Hasil Pertemuan Trump-Kim di Korut
Merdeka.com - Senin lalu Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, di Zona Larangan Militer (DMZ) yang membagi Semenanjung Korea.
Di luar DMZ, yang lebarnya empat kilometer, kedua negara Korea secara teknis berperang, itulah sebabnya sekitar 28 ribu personel militer Amerika masih berbasis di Korea Selatan; tentara, termasuk orang Amerika, tewas dalam sejumlah kekerasan di wilayah yang dijaga ketat itu. Namun Trump menjadi presiden AS pertama yang masuk ke Korea Utara, negara paling otoriter di dunia, yang dipimpin oleh tiran generasi ketiga.
"Senang bertemu kembali dengan Anda," kata Kim Jong Un berseri-seri saat menyambut Trump. "Saya tidak pernah menduga bisa bertemu Anda di tempat ini. Dalam sebuah cuitannya pada Sabtu lalu, Trump memuji Kim yang dinilainya mengambil tindakan yang sangat berani dan penuh tekad.
-
Apa yang dibahas dalam pertemuan KIM? Hingga saat ini, tinggal Prabowo yang belum mengumumkan cawapresnya. Koalisi Indonesia Maju (KIM) menjadwalkan pertemuan antara ketua umum partai pada Jumat (20/10). Salah satu yang dibahas dalam pertemuan adalah pematangan calon wakil presiden untuk Prabowo Subianto.
-
Apa yang dibahas dalam KIM? 'Kalau Gibran mau, tentu akan dibicarakan di KIM. Para Ketua Umum akan membahas dan mendiskusikan segala hal. Yang jelas, apapun keputusannya, KIM pasti berorientasi bagi kemenangan Prabowo,' sambungnya.
-
Kenapa foto Kim Jong Un dan Putin di klub malam diragukan? Foto Kim Jong Un dan Vladimir Putin di klub adalah hasil buatan AI.
-
Siapa yang merasa ragu dengan hubungan ini? Dea Sadirah merasa ragu untuk menerima pinangan Chand Kelvin.
-
Siapa yang mengapresiasi pertemuan Kementan dengan Timor Leste? Menteri Muda Peternakan Timor Leste, Jose Vieira de Aradjo mengapresiasi diadakannya pertemuan ini.
-
Siapa yang mengantusias dengan kerja sama ini? Ketua Umum APJII, Muhammad Arif mengaku antusias terhadap kerja sama ini.
Trump menjawab, "Momen besar, momen besar." Dia membual hal-hal luar biasa sedang terjadi, meskipun tidak ada kemajuan nyata terkait denuklirisasi Korea Utara sejak pertemuan puncak pertama keduanya setahun yang lalu di Singapura.
KTT kedua, di Hanoi, yang berlangsung Februari lalu, dinilai sebagai bencana. Trump keluar dari pembicaraan itu. Korea Utara menjadi dingin dalam diplomasi. Pertemuan di DMZ tampaknya dirancang untuk membantu Kim menyelamatkan muka. Di depan kamera, Trump mengatakan kepada Kim Jong Un, "Kami bertemu dan kami saling menyukai sejak hari pertama, dan itu sangat penting."
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan kepada wartawan di Korea Selatan, perjanjian tunggal dan sederhana yang muncul dari pertemuan itu, yang berlangsung 53 menit, adalah untuk melanjutkan pembicaraan bulan depan. Ditanya apakah pertemuan tergesa-gesa yang terorganisir itu adalah sebuah pertaruhan, Pompeo menjawab, "Itu berhasil," dan kemudian tertawa.
©REUTERSNamun Pompeo juga mengakui bahwa kedua belah pihak belum membuat kemajuan dalam masalah ini, termasuk mendefinisikan apa arti "denuklirisasi". Istilah itu adalah inti dari kesepakatan di Singapura. AS ingin Korea Utara menyerahkan semua senjata nuklir, kimia, dan biologisnya, bersama dengan rudal balistiknya, dan mengakhiri semua program penelitian dan pengembangan. Di masa lalu, Korea Utara telah menyerukan untuk penarikan semua pasukan AS dari Semenanjung Korea dan berjanji tidak ada senjata nuklir yang akan mengancam negara tersebut.
Pembukaan kembali perundingan ini disambut secara luas. Tetapi pengamat meragukan tentang prospek perundingan ini. "Ini diplomasi bagaikan sebuah reality show - tanpa substansi, murni didorong oleh pengejaran foto-foto palsu sejarah," kata Abraham Denmark, mantan spesialis Asia Timur di Pentagon kepada Robin Wright dari The New Yorker, dilansir dari laman The New Yorker, Selasa (2/7).
Di DMZ, Kim setuju untuk meningkatkan perundingan tim kedua negara sebagaimana yang dijanjikan di Singapura tahun lalu. "Beberapa orang akan melihat itu sebagai keberhasilan, yang lain hanya sebagai pengulangan lain dalam skenario 'Menunggu Godot' yang mewakili negosiasi dengan Korea Utara," kata Bruce Klingner, mantan Wakil Ketua Divisi CIA untuk Korea.
"Trump telah berhasil memetik buah diplomasi tanpa mengolah tanah atau membuat kemajuan nyata," lanjutnya.
Trump telah menggembar-gemborkan kemajuan dalam pengembalian jasad prajurit Amerika dari perang, pembebasan tahanan Amerika, dan moratorium untuk uji coba rudal nuklir dan jarak jauh. "Masing-masing bagus tapi tidak ada yang khusus, dan masing-masing dicapai dalam jumlah atau signifikansi yang lebih besar selama pemerintahan AS sebelumnya," kata Klingner.
Pembicaraan yang akan datang akan memakan lebih banyak waktu kedua pemimpin. Trump dapat melawan kritik terkait sedikitnya kemajuan dalam kebijakan luar negerinya, terutama di Korea Utara yang menjadi pertaruhan terbesarnya, ketika siklus pemilihan presiden dimulai. Kim dinilai beruntung banyak dalam pertemuan dengan Trump. Frank Aum, mantan penasihat senior Pentagon, yang sekarang di Institut Perdamaian AS, mengatakan, "Setiap pertemuannya dengan Presiden AS semakin melegitimasi pemimpin Korea Utara itu."
Rangkulan Trump terhadap Kim telah membantu meningkatkan profil Korea Utara, yang selama beberapa dekade dinilai buruk di dunia internasional, di antara kekuatan utama dunia. Sejak pertemuan kedua Trump dan Kim Jong Un di Hanoi, para pemimpin dunia lainnya menggelar pertemuan dengan Kim. Pada 21 Juni lalu, Presiden China, Xi Jinping melakukan kunjungan pertama ke Korea Utara yang merupakan kunjungan pertama pemimpin China dalam empat belas tahun — sejak Korea Utara mulai menguji senjata nuklir.
Pada Mei, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menjamu Kim pada pertemuan puncak pertama mereka, di Vladivostok. "Koalisi internasional untuk 'memaksimalkan tekanan' pada Korea Utara telah menghilang, dan Kim hari ini telah membangun hubungan diplomatik yang signifikan dengan Seoul, Beijing, dan Moskow," kata Denmark.
Masih banyak PR yang harus dilakukan terkait hubungan kedua pemimpin ini. "Jika mereka membahas isu-isu inti denuklirisasi dan pemberian sanksi, bukan hanya KTT logistik atau hasil lain yang lebih rendah, maka kita memiliki peluang nyata untuk mencapai terobosan kesepakatan," kata Aum.
Setelah pembicaraan, Trump mengatakan tidak terburu-buru. "Kecepatan bukanlah tujuan," katanya kepada wartawan. Dia menggambarkan tantangan itu sebagai "hal yang sangat besar - sangat rumit, tetapi tidak serumit yang dipikirkan orang." Dia menggunakan bahasa yang sama saat berjanji untuk menengahi kesepakatan damai antara Israel dan Palestina, sebuah inisiatif yang mandek setelah peluncuran rencana ekonomi saat konferensi di Bahrain bulan ini.
©REUTERS"Korea Utara mungkin telah menggunakan 12 bulan terakhir, sejak Singapura, untuk terus membangun program senjata nuklir dan rudal balistiknya," kata Denmark. Satu kemajuan yang sering dikutip oleh Trump adalah bahwa Korea Utara belum menguji persenjataan yang sedang dibuatnya. Banyak ahli percaya bahwa Kim tidak akan pernah sepenuhnya menyerahkan program yang secara efektif menjamin kelangsungan dinastinya itu. Beberapa analis berpendapat, kemungkinan Korea Utara menyerahkan beberapa bom dan misilnya dan kemudian membekukan programnya, dengan verifikasi internasional yang luas.
Tetapi komitmen Korea Utara untuk diplomasi bahkan pada masalah-masalah sederhana, seperti mengembalikan jasad personel layanan Amerika yang meninggal selama Perang Korea, diragukan. Lebih dari 5 ribu tentara masih hilang saat bertugas di Korea Utara. (Lainnya masih hilang di Korea Selatan).
Pada bulan Juli, 2018, tak lama setelah KTT Singapura, Korea Utara mengembalikan 55 peti jasad pasukan Amerika, kemudian tiba-tiba terhenti, meskipun permintaan berulang dari Washington agar Pyongyang memenuhi janjinya. Selama bertahun-tahun, Amerika Serikat telah membayar jutaan dolar untuk mendanai tim Korea Utara untuk menemukan jasad tentara AS. Kotak-kotak jenazah yang dikembalikan bahkan tidak mewakili satu badan. "Sampai semua teridentifikasi, kita tidak akan tahu seberapa bercampur aduknya kotak-kotak itu," kata seorang juru bicara Pentagon, pada Minggu. "Dari mereka, kami telah mengidentifikasi enam anggota layanan." Di masa lalu, para ahli forensik telah menemukan tulang binatang termasuk di antara sisa-sisa jasad yang dikembalikan.
Dalam perjalanan kembali ke Washington, Trump mencuit, “Meninggalkan Korea Selatan setelah pertemuan yang luar biasa dengan pemimpin Kim Jong Un. Berdiri di tanah Korea Utara, sebuah pernyataan penting untuk semua, dan sebuah kehormatan besar! ”Namun, tetap saja, tidak ada kemajuan nyata dalam merebut senjata paling mematikan di dunia dari rezim paling brutal di dunia itu.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini merupakan kunjungan pertama Putin ke Korut dalam 24 tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaKedatangan utusan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut untuk memperkuat hubungan bilateral.
Baca SelengkapnyaPertemuan Kim Jong-un dengan Vladimir Putin di Kosmodrom Vostochny melahirkan kesepakatan kerja sama di bidang militer dan teknologi.
Baca SelengkapnyaPertemuan Kim-Putin terjadi pada saat kedua negara menghadapi isolasi internasional.
Baca SelengkapnyaPemilu 2024 membuat kebanyakan investor untuk wait and see.
Baca SelengkapnyaPenentuan bakal cawapres pendamping Prabowo bakal dilakukan secara kekeluargaan bersama seluruh parpol yang tergabung dalam KIM.
Baca SelengkapnyaHal ini tidak lepas proses pemilihan presiden-wakil presiden Indonesia pada 14 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaIni disampaikan Kim Jong-un di hadapan para mahasiswa universitas militer terbesar di Korea Utara.
Baca SelengkapnyaLatihan itu dilakukan di tengah situasi memanas dengan Seoul dan Washington, saat Menlu AS Antony Blinken melakukan kunjungan ke Korea Utara.
Baca SelengkapnyaKim Jong-un memamerkan sederet peralatan tempur tipe terbarunya dihadapan Menhan Rusia Sergei Shoigu.
Baca SelengkapnyaWarga Korea Utara membanjiri pinggir jalan saat menyambut kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca SelengkapnyaKorea Utara mengatakan satelit mata-mata diperlukan untuk menghadapi dugaan ancaman dari Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Baca Selengkapnya