Menyoroti Nasib Muslim Prancis Setelah Kemenangan Macron
Merdeka.com - Pilpres Prancis yang berlangsung cukup sengit diakhiri dengan kemenangan petahana, Emmanuel Macron. Di putaran kedua, Macron bertarung dengan politikus sayap kanan, Marine Le Pen yang terkenal dengan retorika anti Muslimnya, salah satunya menganjurkan larangan jilbab.
Macron memperoleh 58,55 persen suara, sementara Le Pen meraih 41,45 persen. Ini adalah kali kedua Macron dan Le Pen bersaing dalam pilpres setelah pemilu 2017.
Kendati Le Pen dianggap anti Muslim, namun masyarakat Muslim Prancis banyak yang marah dengan kebijakan Macron dalam beberapa tahun terakhir. Setelah undang-undang anti-separatis yang dinilai banyak kalangan sebagai anti-muslim disahkan pada Agustus 2021, aparat menutup 718 masjid, sekolah muslim, dan lembaga yang dianggap mendukung separatis dan membekukan aset mereka senilai 40 juta euro.
-
Siapa yang protes Maroko? Setelah kebijakan tersebut, beragam aksi demonstrasi dilakukan oleh rakyat Maroko yang tergabung dalam Kelompok Aksi Nasional untuk Palestina.
-
Siapa yang protes soal UMP? Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan mogok nasional awalan ini melibatkan sejumlah pabrik di kawasan industri di seluruh Indonesia.
-
Apa yang terjadi di Maroko? Gempa dahsyat mengguncang Maroko pada Jumat malam lalu menewaskan lebih dari 2.000 jiwa dan melukai ribuan lainnya.
-
Apa yang bikin warga resah? Momen teror suara ketuk puntu rumah yang terekam di kamera CCTV ini bikin warga sekitar resah.
-
Siapa yang merasa marah? Jordi Onsu, pamannya, merasa marah. Jordi menegaskan bahwa Betrand Peto telah diberi kasih sayang penuh oleh keluarga Ruben Onsu dan tidak pernah dianggap sebagai anak angkat, tetapi sebagai bagian dari keluarga.
-
Siapa yang khawatir dengan pengaruh Elon Musk? Beberapa anggota parlemen khawatir bahwa Musk dapat memengaruhi kebijakan AS demi kepentingan finansialnya.
Kini dengan kembalinya Macron ke tampuk kekuasaan, Muslim Prancis cemas dengan masa depan mereka. Macron dinilai bakal melanjutkan dan memperluas kebijakannya sebagaimana yang diberlakukan tahun lalu.
"Keduanya (Macron dan Le Pen) memandang Islam dan praktiknya yang terlihat sebagai "ancaman peradaban", berpandangan bahwa "separatisme Islam" harus ditentang dengan tegas," tulis Rayan Freschi, peneliti CAGE (organisasi advokasi untuk memberdayakan komunitas yang terdampak kampanye perang terhadap teror) yang berbasis di Prancis, dalam artikelnya di Middle East Eye, dikutip Senin (25/4).
Kendati Macron mengkritik gagasan larangan jilbab Le Pen, Freschi menilai Macron mungkin bakal terinspirasi keberanian gagasan Islamofobia Le Pen.
"Apapun hasil kotak suara, persekusi anti Muslim telah menang," tulisnya.
Islamofobia di Prancis semakin berkembang karena kampanye "perang melawan teror" yang berlangsung dalam dua dekade terakhir. Ambisi Prancis untuk memimpin Eropa juga membuatnya menjadi yang terdepan dalam kampanye perang melawan teror, mendorong negara-negara tetanggnya untuk mengikuti kebijakan anti-Muslimnya, menurut Freschi.
"Dengan Prancis yang saat ini memegang presidensi Uni Eropa, Macron menggunakan platform ini untuk menggambarkan pemerintahan anti-Muslim negaranya sebagai cara efisien untuk mencegah terorisme, dan bahkan mendorong Uni Eropa mengadopsi strategi keamanan bersama dengan meneladani visi Prancis," jelas Freschi.
Akibatnya, banyak Muslim Prancis yang meninggalkan negara itu, meninggalkan lingkungan yang semakin opresif. Namun, kata Freschi, ini bukan solusi yang bisa dilakukan semua orang dan masih ada jutaan Muslim lainnya di Prancis.
"Ketika situasi dalam negeri semakin mengerikan, dampak spiritual, psikologi, dan politik dari persekusi ini mengakar kuat," ujarnya.
"Di kancah internasional, Muslim dan sekutu-sekutu mereka harus tegas melawan kefanatikan Islamofobia Prancis," pungkasnya.
Larangan jilbab
Kekhawatiran semakin menguatnya Islamofobia di negara sekuler itu juga disuarakan seorang Muslim Prancis, Hiba Latreche.
Empat kandidat pilpres pada putaran pertama, termasuk Macron dan Le Pen pernah melontarkan narasi anti-Islam. Hanya satu kandidat, Jean-Luc Melenchon yang konsisten mengecam diskiriminasi terhadap Muslim. Pada putaran pertama, hampir 70 persen Muslim memilih Melenchon. Dia berada di urutan ketiga setelah Macron dan Le Pen.
"Dengan normalisasi Islamofobia, kami secara langsung merasakan konsekuensinya," kata Latreche, yang juga aktivis perempuan ini, dikutip dari CNN, Senin (25/4).
"Kami terus menerus dipinggirkan, dikeluarkan dari masyarakat dan kemudian diberitahu bahwa kami bukan bagian dari masyarakat," lanjutnya.
Bulan lalu, Mahkamah Agung Prancis memutuskan asosiasi pengacara lokal dapat melarang jilbab, dan "simbol agama" lainnya, dari ruang sidang atas nama sekularisme - memaksa perempuan berjilbab seperti Latreche harus memilih antara karir atau menjalankan perintah agama mereka.
Latreche mengatakan putusan itu sangat mengecewakan dan membuat para perempuan yang memiliki kemampuan tidak bisa berkontribusi terhadap masyarakat.
"Kami (seharusnya) punya kontrol atas hak dan tubuh dan keyakinan kami," ujarnya.
Imam Masjid Besar Prancis, Said Aalla mengatakan Muslim Prancis memiliki aspirasi yang sama dengan warga Prancis lainnya.
"Muslim Prancis telah berada di sini dalam beberapa generasi, tapi kita masih terus menganggap mereka sebagai orang asing," ujarnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masalah Gerakan Rompi Kuning di Prancis disinggung oleh Gibran Rakabuming Raka saat berdebat dengan Mahfud Md.
Baca SelengkapnyaKoalisi sayap kiri Front Populer Baru (NFP) Prancis berhasil jadi pemenang di Pemilu Prancis.
Baca SelengkapnyaSekolah-sekolah di Prancis menyuruh pulang siswi-siswi muslim karena mereka menolak melepaskan abaya atau pakaian muslimah mereka.
Baca SelengkapnyaMacron kemarin menyebut media sosial dan video games berperan dalam memperparah kerusuhan di Parncis
Baca SelengkapnyaKekacauan yang berlangsung selama tiga malam ini menewaskan sedikitnya 4 orang. Prancis pun menetapkan keadaan darurat di pulau itu.
Baca SelengkapnyaPenggunaan abaya atau gamis bagi perempuan dan anak perempuan Muslim dilarang sejak tahun lalu.
Baca SelengkapnyaJelang Pemilu, India Terapkan Undang-undang 'Anti-Muslim'
Baca Selengkapnya4.000 Tentara Prancis Bantu Israel Lawan Hamas di Gaza
Baca SelengkapnyaKerusuhan semakin memanas dan meluas ke berbagai kota di Prancis.
Baca SelengkapnyaDiaba Konate, atlet basket asal Prancis pun mengungkap isi hati.
Baca SelengkapnyaTrubus khawatir, sikap FPI yang penuh kontroversi akan kembali muncul jika AMIN menang
Baca SelengkapnyaSejumlah penelitian menyatakan bermain ponsel dan media sosial bersifat adiktif yang berpengaruh pada mental.
Baca Selengkapnya