PBB Sebut Hampir 5.000 Orang Tinggalkan Venezuela Setiap Hari
Merdeka.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis data yang menyebut hampir 5.000 orang meninggalkan Venezuela setiap hari. Juru Bicara Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR), Joung-ah Ghedini-Williams menyampaikan alasan warga Venezuela keluar dari negaranya karena kondisi yang tak menentu dan tak stabil di tengah krisis ekonomi dan politik.
"Brazil, Kolombia, Ekuador dan Peru masih menjadi negara yang menerima jumlah paling banyak warga negara Venezuela," jelasnya dilansir dari Antara, Jumat (1/2).
Data UNHCR menunjukkan 3 juta orang Venezuela telah meninggalkan negeri tersebut sejak 2015.
-
Apa penyebab kepunahan massal? Transisi ini ditandai dengan kondisi iklim yang berubah-ubah, mengalami kekacauan total yang berdampak pada kepunahan banyak spesies.
-
Mengapa orang-orang meninggalkan rumah? Mereka diselimuti ketakutan setelah serangan Israel ke Jalur Gaza terus berlanjut.
-
Siapa yang memprediksi jumlah pemudik? 'Hasil survei dari Kementerian Perhubungan, di mana jumlah potensi pergerakan pengemudi yang akan mudik dan balik mengalami kenaikan hampir 193,6 juta jiwa yang akan bergerak mudik balik lebaran,' kata Slamet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/3).
-
Di mana kesenjangan terjadi? Masalah kesenjangan ini tidak hanya terjadi dalam aspek sosial masyarakat, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesenjangan digital.
-
Siapa yang dipecat oleh PBB? Terkait kejadian tersebut, PBB telah mengambil langkah tegas terhadap tersangka pelaku AA dengan cara memecat yang bersangkutan sebagai anggota dan mengeluarkannya dari data base keanggotaan partai dan menyerahkan sepenuhnya kasus kepada aparat lenegak hukum yang berwenang,' katanya.
-
Siapa yang terdampak kesenjangan? Dampaknya dapat dirasakan oleh individu dan kelompok yang kurang beruntung, seperti penurunan kualitas hidup, ketidakadilan, perasaan terpinggirkan, dan kesulitan untuk meraih kesempatan yang sama dengan kelompok yang lebih beruntung.
Pekan lalu, Juan Guaido, Ketua Majelis Nasional Venezuela mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara. Guaido kemudian didukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Kanada dan sebagian negara Amerika Latin. Dukungan AS ini kemudian memantik kemarahan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro dan menuduh Guaido sebagai boneka AS.
Unjuk rasa besar terjadi di Venezuela sejak 10 Januari lalu saat prosesi pelantikan Maduro sebagai presiden untuk masa jabatan kedua. Setelah demonstrasi dan kerusuhan meletus di Venezuela, sedikitnya 268 pemrotes telah ditangkap sejak 21 Januari. Tujuh wartawan juga dilaporkan ditangkap setelah demonstrasi di Ibu Kota Venezuela, Caracas.
Prihatin Sanksi AS terhadap Venezuela
Sementara itu, ahli hak asasi manusia PBB menyampaikan keprihatinannya atas sanksi yang dijatuhkan AS atas Venezuela. "Saya sangat prihatin saat mendengar laporan bahwa sanksi ini bertujuan mengubah pemerintah Venezuela," kata Pelapor Khusus PBB, Idriss Jazairy dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (31/1).
Jazairy mengatakan sanksi tersebut dapat memicu krisis kesehatan. Termasuk dapat menyebabkan kelaparan dan kekurangan medis. Sanksi menurutnya bukan solusi atas krisis yang terjadi di negara itu.
"Memicu krisis kemanusiaan dan ekonomi bukan landasan bagi penyelesaian sengketa secara damai," tegasnya. Ia juga menyeru masyarakat internasional terlibat dalam dialog konstruktif dengan Venezuela guna menyelesaikan masalah tersebut.
Sanksi dijatuhkan AS terhadap perusahaan minyak nasional Venezudela, Petroleos De Venezuela SA (PDVSA). Sanksi ini bertujuan menekan Maduro agar menyerahkan kekuasaan kepada oposisi. AS berharap sanksi terhadap PDVSA dapat memblokir aset senilai USD 7 miliar dan menghilangkan USD 11 miliar pendapatan negara tersebut. Demikian disampaikan Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton kepada wartawan di Gedung Putih, Senin (28/1). Sanksi ini menghentikan PDVSA mengumpulkan hasil minyak yang diekspor ke pelanggan AS, termasuk membekukan aset unit-unit PDVSA, termasuk Citgo, anak perusahaannya yang berbasis di AS, sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Selasa (29/1).
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tentara penjajah Israel juga menculik para pria dan anak laki-laki Palestina di Gaza utara.
Baca SelengkapnyaWarga Gaza meninggalkan tanah kelahiran mereka menuju daerah yang lebih aman di hari ke-5 pertempuran Israel dan Hamas.
Baca SelengkapnyaKepergian mereka juga tidak jelas apakah mereka akan kembali atau tidak.
Baca SelengkapnyaPengungsi Palestina yang dipaksa evakuasi massal oleh pasukan Israel memilih lokasi pantai Gaza sebagai tempat berlindung.
Baca SelengkapnyaPopulasi penduduk Khan Younis yang dihuni 400.000 orang membengkak menjadi lebih dari satu juta orang karena kedatangan pengungsi dari utara Gaza.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan dari data Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat sudah lebih dari 400.000 orang meinggalkan Gaza.
Baca SelengkapnyaPBB kemarin melaporkan 15.000 warga Palestina melarikan diri dari Gaza utara sehari sebelumnya. Jumlah ini tiga kali lipat dari perkiraan sebelumnya pada Senin.
Baca SelengkapnyaIsrael semakin khawatir terhadap tren migrasi balik Yahudi dari wilayah Palestina yang diduduki.
Baca SelengkapnyaSejak perang genosida Israel di Jalur Gaza, Palestina, banyak warga Israel yang kabur ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaPengungsi Rohingya yang selamat mengatakan kapal tersebut sebenarnya mengangkut 151 orang, sedangkan yang sudah berhasil diselamatkan baru 75 orang.
Baca SelengkapnyaAgresi brutal Israel di Gaza telah membunuh lebih dari 38.000 orang, termasuk 15.000 anak-anak, serta melukai 87.000 lainnya.
Baca SelengkapnyaIsrael meminta warga di Gaza utara dan tengah ke Rafah yang disebut zona aman, namun kemudian tetap dijadikan target penyerangan.
Baca Selengkapnya