Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dari Dalam Hutan, Ini Cara Jenderal Soedirman Serukan Rakyat Berperang Lawan Belanda

Dari Dalam Hutan, Ini Cara Jenderal Soedirman Serukan Rakyat Berperang Lawan Belanda Jenderal Soedirman. ©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Belanda memanfaatkan psikologis rakyat Indonesia dengan melancarkan perang propaganda. Terlebih pasca Agresi Militer II pada 19 Desember 1948, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap Sukarno dan Hatta.

Penangkapan Sukarno dan Hatta sebagai simbol perjuangan tentu memengaruhi psikologis rakyat. Terjadi kebingungan, terutama di pulau Jawa. Kepada siapa rakyat harus memberikan dukungannya. Belanda memanfaatkan situasi ini untuk melakukan propaganda bahwa Republik dan TNI tidak ada lagi.

"Perdana Menteri Beel yang datang ke Jakarta mengundang tuan-tuan Soekarno, Hatta, untuk berbicara tentang RIS. Perdana Menteri Beel mengundang pribadi-pribadi Soekarno, Hatta, bukan lagi Presiden dan Wakil Presiden dari Republik. Karena Republik dan TNI-nya sudah tidak tegak lagi," cerita Nasution dalam buku Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan.

Propaganda menjadi 'senjata ampun' yang lazim dimanfaatkan untuk kepentingan sipil dan militer di masa perang. Propaganda militer sangat efektif dalam peperangan, baik perang reguler maupun ireguer.

Nasution mengakui, propaganda menjadi titik terlemah yang menyerang Indonesia di masa lalu. Bahkan bisa menjadi kelemahan di masa mendatang karena kurang cerdasnya masyarakat Indonesia.

Wajar saja propaganda Belanda sangat efektif. Mengingat Indonesia sebagai bangsa terjajah yang pada masa itu pendidikan sangat terbatas untuk kalangan pribumi. Kurangnya kecerdasan dan tingginya angka buta huruf merupakan kelemahan Rakyat Indonesia waktu itu.

"Ada pemimpin Belanda dewasa itu yang mengatakan bahwa Republik dapat diruntuhkan dengan provokasi, sehingga kita akan saling fitnah-memfitnah, curiga-mencurigai, dan bunuh-membunuh. Surat-surat kaleng, selebaran-selebaran gelap, desas-desus, dokumentasi-dokumentasi rahasia ini semua mampu buat mengalahkan kita di sektor perang propaganda," ungkap Nasution dalam buku Pokok-Pokok Gerilya.

Cara Soedirman Lawan Propaganda Belanda

pasukan gerilya di yogyakarta

Jenderal Soedirman melihat situasi kebingungan rakyat Indonesia sebagai unsur utama perang gerilya (Perang Rakyat Semesta). Semangat rakyat harus dikembalikan.

Semangat juang rakyat Indonesia beralih. Melekat kepada sosok Jenderal Soedirman. Pada saat itu rakyat memandang Jenderal Soedirman sebagai rallying point (titik kumpul).

Saat itu, posisi Jenderal Soedirman berada di tengah hutan belantara. Menjalankan strategi perang gerilya. Panglima Besar memikirkan cara untuk menyerukan perlawanan rakyat kepada Belanda. Melalui propaganda yang bisa disebarluaskan dan didengar. Radio adalah jalan utamanya.

Radio merupakan sarana paling efektif dalam melakukan propaganda pada masa Revolusi selain Surat Kabar. Sebab, pada masa tersebut masih banyak rakyat Indonesia yang buta huruf, sehingga tidak bisa membaca pesan dalam surat kabar.

Pada masa Agresi Militer Belanda II, radio merupakan sarana penting yang manfaatnya sangat terasa bagi propaganda Republik. Khususnya setelah pembentukan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia).

Tidak salah radio digunakan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar APRI dan Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Territorium Jawa (PTTD) untuk menggaungkan perlawanan. Di Jawa, ada tiga pemancar radio yang kuat yaitu pemancar radio di Playen-Wonosari, di Kulonprogo dan di gunung Lawu.

Melalui radio rakyat dapat terus mengetahui perjuangan dari Jenderal Soedirman. Radio yang diterima kemudian juga disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut maupun tulisan. Dengan begitu, kebingungan yang terjadi diantara rakyat Indonesia dapat teratasi.

Seruan Perlawanan dari Soedirman

Rencana Jenderal Spoor (Belanda) untuk melenyapkan Republik dapat dikatakan gagal. Apalagi setelah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pimpinan Syafruddin Prawiranegara berdiri di Sumatera Barat pada tanggal 22 Desember 1948.

Melalui radio, Jenderal Soedirman memberi seruan agar rakyat Indonesia meneruskan perjuangannya dan Angkatan Perang telah bersatu dengan PDRI.

"Sikap seluruh TNI sebagai APRI – Pemerintah beserta rakyat meneruskan perjuangan.... pimpinan APRI telah bersatu dalam sikap dan tekad dengan PDRI ....," ucap Soedirman melalui radiogram dari Jawa untuk mengakui PDRI.

Semangat perlawanan digelorakan Jenderal Soedirman. Tak ada alasan tentara dan rakyat Indonesia melakukan gencatan senjata. Pesan ini terus disiarkan melalui radio. Sesaat sebelum RRI dipindahkan, mereka sempat menyiarkan keputusan Jenderal Soedirman untuk tetap bertahan sampai tetes darah terakhir.

"Tiap jengkal tanah harus kita pertahankan, maju terus pantang mundur," tegas Soedirman kepada Rakyat Indonesia.

Nasution bangga melihat pendirian Soedirman. Tak salah Nasution belajar banyak dari sosok Panglima Besar.

"Saya dapat mengenal Pak Dirman sebagai tokoh yang teguh pada pendiriannya, tapi dalam membelanya beliau amat bijaksana. Kalau beliau tak setuju dengan usul saya, maka beliau berkata, bahwa ia akan berpikir-pikir dulu. Lama kelamaan saya mengerti makna kata-kata beliau itu. Oleh beliau selalu dikedepankan kekompakan seluruh TNI dan kesejahteraan anak buah. Dalam penentuan siasat beliau memberikan keleluasaan penuh kepada saya baik saya soroti soal siasat itu sebentar," kata Nasution dalam buku Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan.

RI Tetap Berdiri Tegak

Radio sebagai corong propaganda Republik tetap ada di Markas Besar Komando Djawa (MBKD). Pemancar kuat di Wonosari dan RRI di gunung Lawu dengan pimpinan Maladi sebagai Kepala Penerangan MBKD dapat diterima bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga dapat diterima delegasi RI, Menteri Luar Negeri Maramis.

Kabar mengenai perjuangan Indonesia berhasil disebarkan di Konferensi Asia (All Asian Kongress) di new Delhi, yang mana negara-negara Asia tetap mendukung RI.

"Pokoknya RI tetap bertegak, bahkan daerah-daerah Negara Pasundan, Negara Jawa Timur dan 'daerah Jawa Tengah' kita masuki kembali secara gerilya dengan long march Divisi Siliwangi, brigade Damar Wulan ke Basuki, dan lain-lain", jelas Nasution.

pasukan gerilya di yogyakarta

Berjuang Bukan Karena Sukarno Hatta

Jenderal Soedirman takkan menyerah pada Belanda. Perlawanan terus dilakukan hingga tetes darah terakhir. Untuk itu, Jenderal Soedirman harus dapat menjaga hawa atau moralitas yang dipegang teguh rakyat selama melakukan gerilya.

Di sisi lain, rakyat Indonesia terus-menerus digempur propaganda Belanda dengan mengatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia telah compang-camping. Belanda menawarkan kerja sama. Tapi semua itu tidak berhasil.

"Mereka tidak 'membaca' situasi dan kondisi yang sebenarnya. Rakyat berjuang bukan sekadar karena Soekarno-Hatta, atau pemerintah, dan TNI di masa itu bukanlah sekadar alat pemerintah, seperti tentara kuat Vietnam (Saigon) yang runtuh di tahun 1974, melainkan TNI di masa itu betul-betul suatu kekuatan rakyat, bukan sekadar alat pemerintah," jelas Nasution dalam buku Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan.

Soedirman mematahkan propaganda Belanda sekaligus meningkatkan moralitas rakyat. Membuktikan TNI masih menjadi kekuatan perlawanan. Serangan kejutan pada 1 Maret 1949 atau biasa dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret berhasil mengalahkan Belanda dan merebut kembali Yogyakarta.

Kabar ini sampai ke dunia internasional. Rakyat Indonesia sedang berjuang menegakkan kedaulatannya. Mereka tahu bahwa rakyat dan Tentara Nasional Indonesia masih utuh dan kuat.

Rakyat semakin percaya dengan TNI pasca Serangan Umum 1 Maret, tidak hanya di Yogyakarta tetapi juga diseluruh wilayah RI. Rakyat aktif menyediakan suplai makanan untuk pasukan TNI.

Keberhasilan menduduki Yogyakarta membuktikan kekuatan RI dan kesanggupan TNI untuk terus melakukan perlawanan. Pada segi militer, Serangan Umum 1 Maret membuat moril, semangat dan kepercayaan diri pasukan RI meningkat drastis. Serangan-serangan gerilya yang dilakukan menjadi lebih teratur.

Reporter Magang: Muhamad Fachri Rifki (mdk/noe)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

Baca Selengkapnya
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media

Walaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah

Baca Selengkapnya
Proses Masuknya Jepang ke Indonesia,  Lengkap dengan Kronologi Waktu dan Penjelasannya
Proses Masuknya Jepang ke Indonesia, Lengkap dengan Kronologi Waktu dan Penjelasannya

Proses masuknya Jepang ke Indonesia berawal pada masa Perang Dunia II pada tahun 1942.

Baca Selengkapnya
Gedung Peninggalan Belanda Ini Berada di Tengah Ruang Terbuka Hijau, Dulunya Terminal Bus
Gedung Peninggalan Belanda Ini Berada di Tengah Ruang Terbuka Hijau, Dulunya Terminal Bus

Gedung itu menjadi saksi bisu perjuangan masyarakat Boja dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia

Baca Selengkapnya
Penuh Perjuangan, Begini Penampakan Para Pejuang Tanah Air yang Tertangkap Belanda pada Masa Revolusi
Penuh Perjuangan, Begini Penampakan Para Pejuang Tanah Air yang Tertangkap Belanda pada Masa Revolusi

Sebuah video memperlihatkan para pejuang tanah air pada masa revolusi yang tertangkap oleh tentara Belanda.

Baca Selengkapnya
Sosok Panglima TNI Termuda, Dilantik saat Usianya Baru 29 Tahun
Sosok Panglima TNI Termuda, Dilantik saat Usianya Baru 29 Tahun

Indonesia pernah memiliki seorang Panglima TNI termuda yang menjabat saat masih berusia 19 tahun, ia adalah Jenderal besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman.

Baca Selengkapnya
Mengenang Peristiwa Serangan Umum Surakarta, Bersatunya Rakyat dalam Pertempuran 4 Hari
Mengenang Peristiwa Serangan Umum Surakarta, Bersatunya Rakyat dalam Pertempuran 4 Hari

Serangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.

Baca Selengkapnya
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya
Pemberontakan PETA 14 Februari 1945, Berikut Sejarahnya

Tentara Pembela Tanah Air (PETA) merupakan pasukan militer yang aktif selama Perang Dunia II di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ada di Mana Soeharto Saat  Momen Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?
Ada di Mana Soeharto Saat Momen Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945?

Ini kesaksian Soeharto saat revolusi terjadi. Apa yang sedang dikerjakannya?

Baca Selengkapnya
Gedung Ini Jadi Tempat Musyawarah Rencana Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Begini Kisahnya
Gedung Ini Jadi Tempat Musyawarah Rencana Penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Begini Kisahnya

Rencana penculikan sudah disusun secara matang di salah satu gedung, Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan Menteng, Kota Jakarta Pusat.

Baca Selengkapnya
Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat
Sosok Guru Somalaing Pardede, Panglima Perang Sisingamangaraja XII yang Terkuat

Pria panglima perang ini dianggap penjajah Belanda sangat berbahaya dan kuat dibandingkan dengan pemimpinnya sendiri.

Baca Selengkapnya
Sosok Van Heutsz, Gubernur Hindia Belanda yang Dikenal Pahlawan Sekaligus Penjahat di Nusantara
Sosok Van Heutsz, Gubernur Hindia Belanda yang Dikenal Pahlawan Sekaligus Penjahat di Nusantara

Seorang perwira berdarah Belanda totok ini diangkat menjadi Gubernur Hindia Belanda karena keterlibatannya dalam menyudahi Perang Aceh yang berkepanjangan.

Baca Selengkapnya