Celah ajaib di Kuta Pangwa
Merdeka.com - Marthonis (42) sibuk membongkar puing-puing rumahnya. Dia sedang mencari sesuatu di balik reruntuhan yang merenggut nyawa ibundanya, di Gampong Kuta Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie Jaya. Gempa 6,5 Skala Richter itu benar-benar membuatnya berduka.
Sesekali dia menunjuk ke kasur masih tergeletak. Bongkahan beton masih bercokol di atas kasur tempat ibunya tertimbun bangunan. Lalu dia bergeser sedikit ke arah kiri, menunjukkan sebuah lorong seukuran tubuh orang dewasa.
-
Apa dampak Gempa Bantul? Gempa M 6,4 Bantul berdampak pada sejumlah kerusakan.
-
Siapa yang merasakan kehilangan Bapak? Kepergianmu membuatku kehilangan bagian terpenting dari hidupku.
-
Kenapa kehilangan ibu sangat berat dirasakan? Kehilangan sosok ibu memang bukan perkara mudah bagi setiap anak. Ibu rasanya merupakan sosok yang tak akan pernah terganti sampai kapan pun.
-
Siapa yang merasakan sedihnya ibu? Anak-anak memiliki tingkat sensitivitas emosional yang sangat tinggi, terutama terhadap perasaan ibu mereka. Mereka secara alami dapat mendeteksi perubahan emosi dan energi yang dirasakan oleh orang tua. Ketika kamu mengalami kesedihan atau kemarahan, anak-anak akan merasakan ketidaknyamanan tersebut dan berusaha untuk meringankan perasaanmu.
-
Siapa yang meninggal akibat Gempa Bantul? Tercatat satu warga meninggal di Kabupaten Bantul.
-
Siapa yang sedang berduka? Keluarga sendiri Insha Allah tabah, ikhlas tadi juga tahlilan dihadiri sama keluarga dan tetangga,' katanya.
"Dari situlah saya keluar, bersama anak dan istri setelah gempa," kata Marthonis kepada merdeka.com.
Sambil bercerita bagaimana bisa selamat dari maut, Marthonis membolak-balik beberapa puing-puing bangunan mencari benda-benda berharga. Satu persatu kertas-kertas dan juga pakaian masih layak dia ambil dan dikumpulkan.
"Ini sepeda motor masih terjepit," ujar Marthonis.
Sepeda motor dengan pelat nomor merah itu terhimpit reruntuhan bangunan. Butuh banyak orang buat mengangkat kuda besi dinas itu. Marthonis merupakan kepala gampong Kuta Pangwa.
"Ini sudah dapat," sergah Marthonis. Ternyata dia mencari buku hitam sepeda motor, buku rekening bank milik anaknya, dan stempel kepala gampong.
Raut wajah Marthonis terlihat tegar. Meski tak pernah tahu di dalam hatinya. Dia, istri, dan anak-anaknya mulai terlihat ceria. Meskipun masih tersimpan rasa trauma, takut tragedi itu terulang.
Marthonis terdiam sebentar sembari berdiri di atas reruntuhan kediamannya. Sambil menundukkan kepala ke bawah, dia melihat kembali lorong sempit itu.
"Secara logika, ini lorong enggak muat, tetapi entah bagaimana kami bisa keluar dari sini atas pertolongan Allah S.W.T.," lanjut Marthonis.
Sebelum terjadi gempa, Marthonis sudah terjaga dan hendak salat subuh. Dia juga sempat mengusir nyamuk hinggap di tubuh anaknya. Bahkan beberapa kali memukul serangga itu yang hinggap di dinding rumahnya.
Mendadak, bumi berguncang keras. Dalam sekejap rumahnya ambruk. Marthonis bersama istri dua anaknya tertimbun. Mujur, ranjang menahan puing-puing itu.
Pandangannya langsung gelap. Hanya terdengar kedua anaknya menangis dan menjerit memanggil sang ibu. Marthonis dan keluarganya sedang berada di ujung tanduk. Dia mencoba menenangkan istri dan kedua buah hatinya. Di benaknya hanya terlintas satu: dia harus segera mencari jalan keluar.
"Saya korek-korek pakai tangan. Ini semua gelap, lampu mati. Lalu tiba-tiba saya seperti dapat celah. Saya korek, ternyata bisa keluar," imbuh Marthonis.
Tak berlama-lama, Marthonis lantas meminta sang istri mendorong anak kedua mereka, Anis (6), segera keluar melalui lubang kecil itu. Disusul sang kakak, Anas (11), sambil merangkak.
"Setelah itu baru saya keluar. Hanya 30 menit kami dalam reruntuhan," lanjut Marthonis.
Setelah lolos, Marthonis terkejut karena rumah tetangganya juga ambruk. Saat itu dia hanya mendengar kepanikan dan jeritan minta tolong dimana-mana. Semua sibuk menolong keluarga masing-masing. Kemudian dia teringat sang bunda sedang terlelap di kamar sebelah kiri rumah. Ternyata sudah roboh.
Marthonis mencoba untuk memanggil nama ibunya, Tisapura Bantasyam (60), berkali-kali. Namun tak ada jawaban. Marthonis pun terus mencoba meraba-raba tanpa penerang, tetap tak ditemukan.
"Baru kami bisa lihat sekitar pukul tujuh. Tampak kepalanya dan beliau sudah meninggal," kenang Marthonis.
Setelah keluarganya selamat, dia berusaha menolong warganya yang menjadi korban. Sekarang dia mengungsi di dekat rumahnya dengan mendirikan tenda darurat dari terpal. Di balik tenda darurat itu, dia masih tetap melayani masyarakat.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Betrand kembali ke NTT untuk bisa melihat nenek terakhir kalinya. Momen penuh haru pun nampak begitu jelas.
Baca SelengkapnyaMalin Kundang merupakan cerita rakyat asal Sumatera Barat yang berkisah tentang seorang anak durhaka kepada orang tuanya hingga dikutuk menjadi batu.
Baca SelengkapnyaLokasi ini cocok untuk menyendiri dan menikmati Kota Serang dari ketinggian.
Baca SelengkapnyaKonon pulau ini tidak ditemukan, namun akibat sebuah peristiwa yang luar biasa, Pulau Si Kantan ini muncul.
Baca SelengkapnyaTak peduli dengan kondisinya yang sakit, ayah wanita ini tetap tinggal di rumah yang dilanda banjir dan meminta putrinya untuk kembali ke perantauan.
Baca SelengkapnyaMenurut kepercayaan masyarakat setempat, Desa Kawar tenggelam dan kemudian berubah menjadi danau Lau Kawar.
Baca SelengkapnyaSekilas bentuk batu mirip atap tenda hajatan yang memanjang. Kabarnya, bentuk ini dikaitkan dengan kejadian pemilik pesta pernikahan yang mendapat kutukan.
Baca SelengkapnyaCerita rakyat pendek bisa Anda berikan kepada si kecil sebagai dongeng pengantar tidur.
Baca SelengkapnyaAirlangga dikenal sebagai salah satu raja berpengaruh di Jawa Timur. Ini kisah hidupnya yang jarang dibahas.
Baca SelengkapnyaBerbagai cara dilakukan untuk menyembuhkan sang putri, tetapi tak kunjung sembuh
Baca Selengkapnya