Habis pilkada sepah dibuang
Merdeka.com - "Gila ya, politik ternyata bisa kejam banget," kata Doni (20). "Gue enggak ngerti. Sumpah. Semuanya jungkir balik".
Doni merasa resah sebagai warga Jakarta. Dia tinggal di wilayah selatan. Sebagai kaum pekerja, ajang pemilihan gubernur membikin dia geram. Penyebabnya apalagi kalau bukan provokasi opini. Apalagi kini tinggal tersisa dua pasangan calon. Sebagai muslim, perasaannya terusik ketika usai pemilihan pertama keadaan justru memburuk. Sentimen dibangun di di tengah-tengah masyarakat membuat di antara mereka saling curiga.
Doni mengaku tersentak, ketika hasutan ditebar di spanduk-spanduk di depan rumah ibadah atau pinggir jalan soal penolakan mengurus jenazah pendukung salah satu pasangan calon betul-betul dituruti. Ketika datang kabar (Alm.) Hindun yang kabarnya sempat tidak ada yang mau mengurusnya, dia hanya bisa terdiam. Di dalam hatinya dia berdoa jangan sampai bernasib sama. Namun gara-gara itu juga insting kemanusiaannya terusik.
-
Bagaimana cara Pilkada DKI 2017? Pemilihan umum Gubernur DKI Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) dilaksanakan pada dua tahap, yaitu tahap pertama di tanggal 15 Februari 2017 dan tahap kedua tanggal 19 April 2017 dengan tujuan untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017–2022.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Kenapa Pilkada DIY rawan konflik? Di beberapa daerah, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) rawan terjadi konflik, tak terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
-
Bagaimana Pilkada DKI 2017 dijalankan? Pilkada DKI Jakarta 2017 merupakan salah satu pemilihan kepala daerah yang paling menonjol dalam sejarah Indonesia karena berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi.
-
Mengapa Pilkada DKI 2017 menarik perhatian? Pilkada DKI 2017 menjadi salah satu pemilihan kepala daerah yang menarik perhatian. Saat itu, pemilihan diisi oleh calon-calon kuat seperti Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
-
Bagaimana menjadi pantarlih pilkada? Dengan mematuhi semua syarat-syarat yang telah ditetapkan, calon Pantarlih akan memenuhi kualifikasi untuk mendaftar sebagai Pantarlih pada Pilkada 2024.
Benih hasutan juga Doni rasakan di lingkungan tempat dia tinggal. Saban hari, kata dia, sulit mengobrol panjang dengan tetangga atau kawan dekat rumahnya tanpa diinterupsi oleh warga lainnya dengan pesan politik, dari simpatisan kedua pasangan calon. Bahkan dia mengaku sempat bersitegang soal itu dengan tetangganya. Dia khawatir ada rasa curiga tumbuh di tengah lingkungan yang dia diami sejak kecil.
"Beda banget sama politik yang gue pelajarin di kuliah kayanya," timpal Robi, seorang mahasiswa sebuah kampus negeri di Jakarta Timur.
Menurut Robi, kota dia tinggali jadi teramat bising di masa perebutan kursi DKI 1 dan 2. Dia memang mempunyai pilihan dan sikap politik yang berbeda dengan keluarganya. Dan itu berakibat dia kerap menerima perlakuan sinis. Itu setelah pertanyaan pamungkas dia lontarkan.
"Gue tanya ke mereka, 'Emangnya kamu warga mana? Kok mendadak jadi sibuk banget sama Jakarta?' Mulai dari situ gue dipojokin terus. Gue jadi malas ketemu mereka dulu. Mungkin nanti aja habis pilkada," ujar Robi.
Rekan-rekan Robi yang katanya adalah generasi milenial juga bingung bercampur marah melihat kenyataan di depan mata mereka. Sebab, dalam praktik demokrasi, mestinya mencari pemimpin ideal juga harus melalui jalan ideal pula. Bukan mengedepankan tudingan di dunia nyata atau maya. Kalau terus melakukan praktik konfrontasi dengan memantik tudingan atas nama suku, ras, atau agama, maka mereka berarti mengulangi lagi upaya penghancuran diri sendiri.
Mirna lain lagi. Dia memilih hengkang sementara dari grup aplikasi percakapan digital karena risih. Sebab saban hari isi obrolan tidak jauh-jauh dari urusan Pilkada Jakarta. Itu dimulai sejak akhir tahun lalu. Mahasiswi tingkat lanjut di Depok, Jawa Barat, itu merasa tidak perlu urun rembuk membela atau mencaci pasangan calon tertentu.
"Gue juga muslimah, tapi caranya enggak bisa begitu,"
Sebagai warga negara Indonesia mereka berhak mempertanyakan hal itu. Sebab dari sekian ajang pemilihan kepala daerah di nusantara, belum ada yang memperlihatkan para calon, politikus, dan partainya memberikan pendidikan politik sebaik-baiknya. Kenapa pula mereka gemar mengedepankan konflik dan menghasut, kemudian mengembuskannya di tengah-tengah masyarakat. Atau malah bagi-bagi uang. Ketika orang-orang bertikai, para elit pun kebanyakan tidak ambil pusing. Jika satu pihak tidak puas, juga kerap diselesaikan dengan mengumbar amarah. Yang paling terdampak rakyat jelata.
Meski sulit diwujudkan lantaran tidak ada manusia sempurna, rakyat tetap ingin mempunyai pemimpin yang bisa dipercaya. Adil terhadap sesama, santun, sederhana, bisa mengemban tugas, dan terpenting adalah menunaikan janjinya.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PKB tengah mencari alternatif lain untuk Pilgub Jabar.
Baca SelengkapnyaWaketum Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim bahwa hampir 95 persen politisi sudah move on dari Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaSikap PKS memasangkan Anies-Sohibul Iman dinilai sangat berbahaya.
Baca SelengkapnyaJK mengatakan pemilu satu putaran bisa dilakukan dengan cara yang kotor dan curang.
Baca SelengkapnyaKetua Bawaslu Rahmat Bagja mengusulkan penyelenggaraan pemilu dan pilkada tidak dilaksanakan dalam tahun yang sama.
Baca SelengkapnyaPKB Bicara Peluang Tiga Poros Koalisi di Pilgub Jakarta, Ini Bocoran Peta Politiknya
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaCak imin menilai pelaksanan Pilkada saat ini merusak tatanan demokrasi.
Baca Selengkapnya