Kelas menengah makin gila belanja
Merdeka.com - Jelang lebaran, Natal dan akhir tahun, banyak masyarakat yang kalap belanja. Tak cuma kebutuhan primer, keinginan akan barang mewah branded pun semakin tinggi. Kelas menengah Indonesia sedang kena sindrom konsumerisme akut.
Indikatornya seperti, pada 2015 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis semakin tingginya budaya konsumtif masyarakat Indonesia. Bahkan saking hobinya belanja, warga Indonesia mulai meninggalkan kebiasaan menabung. Hal itu tecermin dari menurunnya Marginal Propensity to Save (MPS) dalam 3 tahun terakhir dan naiknya Marginal Pros perity to Consume (MPC). Tren penurunan MPS terjadi sejak 2011, dan pada 2013 akhir rasio tersebut berada di bawah MPC. Ini artinya masyarakat lebih banyak mengeluarkan uang untuk konsumsi ketimbang untuk ditabung.
Pengamat marketing Yuswohady mengatakan, saat ini pertumbuhan kelas menengah di Indonesia memang pesat. Yang dimaksud kelas menengah adalah mereka yang berpenghasilan antara USD 2 hingga USD 20 per hari per kapita. Dengan pendapatan yang relatif sejahtera ini kelas menengah menjadi sangat konsumtif.
-
Kenapa thrifting diminati kelas menengah ke atas? Thrifting juga digandrungi oleh kaum menengah ke atas, karena bisa dimanfaatkan buat berburu barang yang masih punya high value di antara timbunan barang yang sudah disingkirkan.
-
Dimana pengeluaran mingguan barang digital anak muda mencapai Rp22-28 miliar? Di Pontianak, pengeluaran mingguan untuk barang digital mencapai Rp22-28 miliar.
-
Bagaimana cara kelola keuangan kelas menengah? Perusahaan konsultan audit dan pajak Grant Thornton Indonesia menyarankan langkah-langkah seperti diversifikasi pendapatan, pengelolaan utang yang bijak, dan peningkatan literasi keuangan agar tetap mampu bertahan bahkan tetap tumbuh di tengah tekanan ekonomi.
-
Mengapa jumlah orang kaya meningkat? Dijelaskan bahwa dunia telah menjadi lebih kaya secara signifikan dalam satu dekade terakhir, baik dari segi per kapita maupun karena meningkatnya jumlah jutawan.
-
Mengapa kelas menengah perlu kelola keuangan? Perencanaan keuangan yang matang dapat membantu menghadapi tekanan ekonomi saat ini terutama bagi kalangan kelas menengah.
-
Bagaimana orang merasa kaya? Seorang perencana keuangan bersertifikat dari North Haven, Connecticut, Paul Marrone mengatakan kekayaan bergantung pada gaya hidup, kebutuhan pengeluaran, dan sumber penghasilan, yang bisa berbeda dari satu orang ke orang lain. Singkatnya, kemampuan Anda untuk merasa kaya bergantung pada pengalaman dan persepsi Anda terhadap uang.
Diskon besar Harbolnas 2015 ©2015 Merdeka.com
"Karena kemampuan finansial meningkat, konsumsi pun akhirnya ikut meningkat. Basic konsumsi sudah terpenuhi sehingga kebutuhan lain internet, gadget bahkan termasuk barang mewah dibeli," ujar Yuswohady dalam perbincangan dengan merdeka.com, Rabu (27/12) lalu.
Meski ada siklus utama dalam belanja seperti jelang Lebaran, Natal dan Tahun Baru, namun kini seiring berkembangnya teknologi, tren itu itu mulai tak berlaku. Adanya hari belanja online (Harbolnas) misalnya, membuat jumlah penyuka belanja menggeliat.
"Dalam siklus belanja tahunan seperti lebaran, Natal dan tahun baru sepertinya memang diciptakan seperti itu. Tahu kebutuhan akan dibeli banyak di moment itu kemudian pemasukan juga ada. Misalnya THR, atau bonus akhir tahun yang akhirnya kondisi konsumtif warga itu memang seolah diciptakan. Dan cara kerja jejaring kapitalis memang begitu," ujarnya.
Kemudahan mengakses informasi membuat budaya konsumerisme makin tak terbendung. Ekspos media terhadap sebuah produk membuat kelas menengah tak sanggup menahan hasrat kepincut untuk membeli produk baru.
"Kalau ada rilis HP baru yang antre luar biasa. Kelas menengah ini meliputi mereka yang mengejar produk global tidak branded hingga yang branded," terangnya.
Belanja Lebaran ©2014 merdeka.com/imam buhori
Konsumtifnya warga Indonesia wabil khusus Ibu Kota disebabkan naiknya kelas menengah. Yuswohady mengatakan, kelas menengah di Indonesia saat ini berjumlah 130 juta lebih.
"Karena kemampuan (kelas menengah) ekonomi meningkat maka otomatis konsumsi ikut meningkat. Ketika kebutuhan dasar konsumsi sudah terpenuhi maka selanjutnya barang-barang mewah yang diincar. Dan kebutuhan akan barang mewah itu pun semakin meningkat dengan drastis," ujarnya.
Dengan jumlah penduduk yang besar (230 juta jiwa lebih) dan sangat konsumtif Indonesia memang menjadi pasar menjanjikan bagi negara-negara lain yang punya kekuatan produksi melimpah. Hal ini mendorong banyak waralaba asing menusukkan cakarnya dalam-dalam di Indonesia. Karena sifat konsumtif tersebut, masyarakat Indonesia mudah menerima segala hal yang datang dari luar negeri.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tekanan yang dihadapi masyarakat kelas menengah juga tercermin dari indikator penduduk berdasarkan golongan pendapatan.
Baca SelengkapnyaMenghabiskan uang demi penampilan akan menjadi kehancuran terbesar.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaAda perbedaan signifikan pada kelompok kelas menengah yang berbelanja menjadi lebih sedikit.
Baca SelengkapnyaMayoritas pengeluaran kelompok kelas menengah untuk sektor makanan. Disusul sektor perumahan dan barang jasa lainnya.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data yang dihimpun oleh BPS, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah mencakup 66,35 persen dari total penduduk Indonesia.
Baca SelengkapnyaThomas mengakui, fenomena penurunan kelas menengah ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Baca SelengkapnyaGenerasi milenial dan Gen Z diprediksi justru bisa semakin miskin daripada generasi sebelumnya. Ini alasannya.
Baca SelengkapnyaMerek barang mewah yang laris diperdagangkan di Korea Selatan sepanjang periode Januari-September, yakni Chanel.
Baca SelengkapnyaTidak ada pusat perbelanjaan di negara manapun semodis di Indonesia. Terutama wilayah DKI Jakarta.
Baca SelengkapnyaErosi daya beli masyarakat kelas menengah ini tercermin dari peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan.
Baca SelengkapnyaKonsumen terus terlibat dalam berfoya-foya untuk kenyamanan emosional dan menghilangkan stres.
Baca Selengkapnya