Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kelindan kabar burung dan individu banal

Kelindan kabar burung dan individu banal Ilustrasi Pilkada. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Ketegangan Pilkada DKI jadi penyebab sosial di masyarakat. Bahkan tidak hanya di Jakarta saja tetapi menyebar ke luar daerah.Pilkada DKI memang membuat gesekan di masyarakat.

Fenomena di lapangan terlihat bahwa masyarakat tergiring oleh isu dan opini dari para elite yang memanfaatkan perhelatan pilkada ini. Sebab, para elite melihat, masyarakat di kelas menengah ke bawah gampang sekali untuk menggiring isu. Terutama bagi kalangan masyarakat yang kurang mendapatkan pendidikan khusus. Tak hanya itu bahkan, kalangan terdidik pun tak jarang yang ikut terbawa arus menggoreng isu SARA. Media juga seharusnya turut andil dalam pemberitaan pilkada.

Media seharusnya tidak terus memberitakan segala hal yang dapat memancing emosi masyarakat. Media merupakan medium atau penengah antara kedua belah pihak yang sedang bertarung di dalam pilkada. Walaupun isu sara menjadi senjata untuk media pembaca tetapi seharusnya media media bisa menangkal isu-isu tersebut.

Sosiolog sekaligus Ketua Yayasan Interseksi Hikmat Budiman mengatakan isu menggunakan SARA juga sejata ampuh untuk melemahkan lawan politiknya. Salah satu caranya itu mengorek-ngorek latar belakang orang. Kalau agama tidak kena, etnis, kalau etnis gak kena nanti istrinya, terus dicari-cari kesalahannya.

"Yang diuntungkan adalah kelompok-kelompok yang berada di luar parlemen, karena selama ini dia gak bisa masuk. Dia dompleng menggunakan orang lain. Di balik identitas agama, ada motif ekonomi dan bisa masuk akses ke situ," kata dia ketika ditemuimerdeka.comdi Kantor LSM Setara, Jakarta Selatan, Kamis (24/3) lalu.

Menurutnya isu sara dalam Pilkada bisa diredam yaitu dengan cara pemerintah harus tegas dalam bertindak. Dan seberapa kuat untuk mengembalikan kedigdayaan hukum.

"Tergantung isu sara ini bisa berahir kapan, tergantung masyarakat sipil juga seharunya bisa memilah mana yang isu sara dan tidak bergosip," kata Hikmat.

Hasutan SARA semakin berkembang akibat dari pemahaman masyarakat masih rendah terhadap sebuah informasi. Menurut Psikolog dari Universitas Indonesia, Dwi Prihandini Mailuhuw, setiap individu di dalam masyarakat Indonesia mudah dipengaruhi oleh opini terus disebarluaskan oleh tokoh di setiap tempat mereka tinggal.

"Yang kita tangkap ini, jadi artinya opini dari para leader oleh masyarakat awam dan tidak memiliki pendidikan yang cukup interaksi dan paparan lingkungan. Termasuk juga dia tidak punya bekal politik yang cukup. Akibatnya masyarakat akan mudah tergiring," kata Dwi kepada merdeka.com saat dihubungi beberapa waktu yang lalu.

Dia juga menambahkan, masyarakat yang tidak memiliki pendidikan yang cukup akan menuduh seseorang. Jika tidak cukup pendidikan lanjut Dwi selain akan mudah terhasut masyarakat hanya percaya pada satu sumber tanpa ingin mengetahui sumber yang lain. Kondisi politik saat ini, menurut Dwi, masyarakat harus memiliki banyak informasi yang cukup.

Dwi menyatakan di Pilkada DKI, kebencian terhadap salah satu pasangan calon ini bisa mewabah. Karena menurutnya, emosi yang awalnya hanya dari satu orang akan menular kepada yang lain. Dia pun menilai bahwa media pun ikut berperan dalam hal kebencian yang menular ini.

Peran media juga tidak harus terus-menerus membiarkan kebencian terus menular ke masyarakat lainnya.Sangat disayangkan bahwa, peran media dalam hal ini seharusnya memegang porsi yang cukup penting.Masyarakat perlu edukasi yang benar. Karena masyarakat itu bisa menangkap dan meniru dari media.

"Bagaimana media mengemas itu kepada masyarakat kemudian ada narasi informasi," ungkapnya.

Sementara menurut Guru Besar Komunikasi Politik dari Universitas Pancasila Andi Faisal Bakti mengatakan media saat ini lebih banyak memuat konflik. Karena media, menurutnya masih sering memiliki sikap bad news is good news.Media seharusnya mengedepankan aspek pencerahan masyarakat. Kalau dikemukakan konflik terus jadi benci dan semakin membenci minoritas.

"Seharusnya media tidak selalu menunjukkan konflik, tetapi harus menunjukkan muatan kedamaian," kata Andi.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mitos Burung Kedasih di Tengah Masyarakat Indonesia, Simak Ulasannya
Mitos Burung Kedasih di Tengah Masyarakat Indonesia, Simak Ulasannya

Burung kedasih dipercaya sebagai penanda datangnya kematian seseorang.

Baca Selengkapnya
100 Peribahasa Populer dalam Bahasa Indonesia Disertai Artinya
100 Peribahasa Populer dalam Bahasa Indonesia Disertai Artinya

Salah satu wujud kekayaan bahasa Indonesia adalah peribahasa.

Baca Selengkapnya
Momen Mencekam Brimob & TNI Baku Tembak dengan KKB OPM Papua, Desingan Peluru Terus Berbunyi
Momen Mencekam Brimob & TNI Baku Tembak dengan KKB OPM Papua, Desingan Peluru Terus Berbunyi

Sebuah video memperlihatkan anggota Brimob dan TNI yang sedang baku tembak dengan KKB OPM Papua dan membuat situasi menjadi memanas.

Baca Selengkapnya
Mengenal 3 Burung Unik Asli Madura, Ada yang Bersuara Aneh dan Menakutkan saat Malam Hari
Mengenal 3 Burung Unik Asli Madura, Ada yang Bersuara Aneh dan Menakutkan saat Malam Hari

Mirisnya, burung-burung endemik ini kian hari kian langka.

Baca Selengkapnya
Mitos Ular Weling, Jadi Pertanda Kesialan hingga Dianggap Jelmaan Jin
Mitos Ular Weling, Jadi Pertanda Kesialan hingga Dianggap Jelmaan Jin

Ular weling adalah salah satu jenis ular berbisa. Selain itu, kehadirannya juga diselimuti dengan berbagai mitos.

Baca Selengkapnya