Tangan Dingin Lulusan SD Bangun Kerajaan Warteg
Merdeka.com - Bersih dan terang benderang. Kesan itu muncul ketika melihat Warteg Kharisma Bahari berdiri di pinggir jalan. Ditambah ornamen warna hijau pada kusen dan menutup dinding memakai ubin putih, membuat rumah makan itu tampak berbeda dibanding pesaing di kelasnya.
Sang pemilik warteg, Sayudi, ingin memberikan nuansa berbeda bagi para pelanggan. Biasanya rumah makan tipe ini terlihat kotor dan terkesan tidak layak untuk menikmati makanan.
Ide mengutamakan membuat warteg terlihat bersih justru mendatangkan banyak rezeki. Para pelanggan merasa lebih nyaman. Jangan takut soal harga, Sayudi menawarkan harga bersaing dengan warteg lainnya.
-
Siapa yang bisa sukses di bisnis kuliner? Kamu bisa melihat kesuksesan bisnis makanan dan hantaran dari Mamadis Kitchen misalnya. Dia berhasil mengembangkan brand-nya dan mencuri perhatian pencinta kuliner, berkat kemauannya mempromosikan produknya lewat media sosial.
-
Siapa yang sukses dengan usaha peyek belut? Fitri Puji Lestari, seorang pengusaha peyek belut asal Bantul, Yogyakarta mampu membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah hambatan untuk meraih kesuksesan.
-
Bagaimana Cinta Kuya berjualan nasi warteg? Cinta berjualan nasi warteg dengan mobilnya. Berbagai makanan tersusun rapi di bagian belakang mobilnya.
-
Bagaimana cara dia memulai usaha roti? “Iseng-iseng cari resep roti di YouTube dan akhirnya setelah enam bulan uji coba barulah menemukan resep paten dan jualan roti,“ katanya lagi.
-
Bagaimana Sambal Bu Rudy memulai bisnisnya? Lanny kemudian membuka rumah makan di lokasi yang sama.
-
Bagaimana Sudaryono mencapai kesuksesan? Perjalanan hidup Mas Dar dari dusun kecil di Grobogan hingga puncak kesuksesan di berbagai bidang ini menjadi inspirasi bagi banyak orang.
"Dulu citra warteg itu kumuh, jadi saya coba mengubah citra kumuh itu menjadi warteg bersih. Makanya saya beri nama 'Kharisma'," ujar Sayudi kepada merdeka.com ketika berada di kantornya bilangan Cilandak, Senin pekan lalu.
Nama Warteg Kharisma Bahari bagi masyarakat yang tinggal di Jabodetabek, mungkin tidak asing lagi. Banyak lokasi strategis ditempati rumah makan itu. Ciri mereka biasanya memakai tembok berlapis ubin putih.
Istilah warteg merupakan singkatan dari warung Tegal. Memang kebanyakan penjual merupakan warga asli Tegal, Jawa Tengah. Tempat makan sederhana ini memang dikenal sebagai primadona bagi kelas menengah ke bawah untuk menikmati beragam makanan dengan harga relatif murah.
Menu ditawarkan persis masakan rumah. Biasanya berisi lauk pauk, beragam sayur rebus maupun tumis, daging ayam dan ikan hingga sambal.
Lebih kurang selama 25 tahun bisnis warteg sudah dirintis Sayudi. Keuletan membangun usaha makan selama ini bisa dikatakan sangat berhasil. Setidaknya sudah ada 300 gerai Warteg Kharisma Bahari sebagai bukti kesuksesan.
"Slogannya kami, siap me-warteg-kan Jabodetabek, siap me-warteg-kan Indonesia," tegas dia. Sejauh ini tempat makan miliknya paling jauh sudah berdiri di Bandung. Memang fokus Sayudi untuk memperbanyak Warteg Kharisma Bahari di sekitar Jakarta dan kota penyangganya.
Pinjam Modal dari Mertua
Sayudi hanya lulusan sekolah dasar (SD) di Tegal. Kesulitan hidup di masa kecil, membuatnya mengerti artinya. Merasa sulit berkembang di kampung halaman, Sayudi muda mencoba peruntungan hijrah ke ibu kota.
Sekitar tahun 90an, Sayudi memulai karir sebagai pedagang kaki lima sekitar terminal wilayah Jakarta Timur. Tantangan dilewati begitu berat. Dia harus menghindar dari petugas agar tidak ditertibkan tiap kali berdagang.
Cobaan dalam memulai berdagang membuat dirinya bersemangat ingin mengubah nasib. Tak mau tiap hari dilanda ketakutan demi menjaga dagangan. Sayudi saat itu berpikir harus memulai dengan cara lain.
Walau hanya lulusan SD, Sayudi beruntung bisa membaca. Ketika awal berjuang di Jakarta, dia memang rutin membaca koran dan menonton tayangan berita. Mencari informasi seputar peluang usaha yang bisa berkembang dan mudah dikelola mandiri.
Dari beragam informasi itu Sayudi mengetahui nama pengusaha Bob Sadino. Menurut dia, sosok itu berani dalam berbisnis. Walau sukses, penampilan pengusaha idolanya itu juga sederhana dengan ciri khas kaos dan celana pendek ketika mengisi banyak seminar.
"Jadi saya lihat adalah orang yang sukses adalah orang yang berani," kata Sayudi.
Terinspirasi dengan perjuangan almarhum Bob Sadino, Sayudi berani ambil langkah membuka warteg. Ketika itu usianya masih 22 tahun dan baru setahun menikah. Sebagai suami tentu harus putar otak demi menghidupi keluarga.
Sayudi mengungkapkan modal awal pembuatan warteg pertamanya sejumlah Rp6 juta. Duit itu merupakan hasil gabungan dari sertifikat rumah mertuanya yang digadaikan ke bank dan hasil pinjam dari beberapa saudara dan kerabatnya.
Perjuangan mendapat modal ini justru menginspirasi dirinya memberi nama Warteg MM, singkatan dari Modal Mertua. "Orang tua mungkin khawatir, akhirnya diberi jaminan sertifikat dan saya diminta mengajukan ke bank," ungkapnya.
Bukan tanpa rintangan, warteg pertamanya itu tidak berjalan mulus. Ketika itu berdiri di atas bangunan permanen kawasan Cilandak. Lokasi dan penampilannya yang dirasa kurang layak, membuat usahanya surut. Sampai kemudian dia mendapatkan ide untuk menjadikan lebih baik.
Langkah awal dengan mengubah citra kumuh menjadi bersih. Memasang ubin di bagian dinding warteg salah satunya. Dengan cara itu, kata Sayudi, justru lebih efisien dan mudah dibersihkan. Sehingga warteg terlihat tetap bersih.
"Tembok dicat biasa cepat kotor. Pakai ubin lebih mudah dibersihkan dan terlihat berkharisma. Makanya saya beri nama Kharisma juga," dia menjelaskan.
Konsep Bisnis Waralaba Warteg
Pilihan mengganti nama dan citra dirasa sangat berhasil. Melalui merek Warteg Kharisma Bahari, bisnis Sayudi terus datang pundi-pundi rezeki. Walau harus disadari ada beberapa pihak tidak menyukai, tetapi lebih banyak lagi yang mencintai."Kita jangan fokus ke yang tidak suka, kita fokus kepada yang memajukan saja," ungkap Sayudi. Meski tidak dipungkiri ketika baru terbentuk, warteg buatannya ini banyak dicibir orang. Tetapi, itu justru membuatnya harus membuat lebih baik lagi ke depan.Bertahun-tahun hidup di bisnis warteg, Suyadi akhirnya memiliki 300 gerai. Banyak tersebar di Jabodetabek dan baru bangun dua gerai di Bandung. Di balik banyaknya gerai itu, ternyata Sayudi menerapkan sistem waralaba.Semua gerai Warteg Kharisma Bahari yang tersebar mayoritas dimiliki investor. Untuk tiap gerai dijual seharga Rp125 juta sampai Rp150 juta. Harga itu tergantung luas bangunan warteg nantinya.Dengan harga segitu, kata Sayudi, para tidak perlu memikirkan bila belum memiliki tempat. "Hampir 99 persen, semua Warteg Kharisma Bahari milik investor itu saya yang cari lokasi berjualannya," ujar dia.Selain dicarikan tempat, warteg milik para investor juga dibangun sesuai ciri khas Warteg Kharisma Bahari lainnya. Bahkan seluruh perabotan keperluan masak sampai berdagang juga disiapkan Sayudi dan tim kepada para pembeli merek.Dalam mengelola warteg ke depan, Sayudi akan memberikan pasangan suami istri untuk bantu mengelola. Mereka dipastikan sudah melewati pelatihan dan diambil dari Tegal. Sehingga untuk pembagian hasil, investor akan membagi dua keuntungan dengan pengelola."Hasil yang didapat investor tentu sudah bersih tiap bulan, tanpa memikirkan bayar gaji pegawai, belanja sayur maupun bayar kontrakan," Sayudi menjelaskan.Pria kelahiran tahun 1973 ini menjelaskan sejauh ini para investor sampai membeli empat warteg miliknya. Bahkan salah satu toko paling besar keuntungan didapat investor dan pengelola mencapai Rp30 juta per bulan. Meski dianggap sukses, selama ini sudah dua buah gerai Warteg Kharisma Bahari tutup.Menurut Sayudi, biasanya bila tidak bagus dalam penjualan maka pengelola warteg pasti diganti. Kemudian menawarkan kepada investor untuk mengubah nama. Selain Warteg Kharisma Bahari, dirinya memiliki dua merek lagi. Di antaranya Warteg Subsidi Bahari dan Warteg Mamoka."Sistem kami jual putus. Sehingga tidak ada biaya royalti apapun. Cukup sekali bayar di awal," ucapnya.
Satu Panggung Bareng Jokowi
Selama membangun bisnis warteg, Sayudi mencoba mengikuti zaman. Memanfaatkan pembayaran nontunai bekerja sama dengan bank konvensional maupun perusahaan pembayaran teknologi. Cara itu diharapkan memudahkan bagi para pelanggan.Program itu sudah berjalan. Tetapi, harus diakui transaksi dengan metode itu masih minim. Hanya sekitar 5 persen pelanggan menerapkan sistem pembayaran nontunai melalui berbagai aplikasi. Alasannya mudah, kata Sayudi, dikarenakan banyaknya pelanggan warteg merupakan kelas menengah ke bawah.Penerapan pembayaran nontunai memang belum diterapkan di semua gerai. Dia mengembalikan kebijakan itu kepada para investor walau sudah diberi penawaran. "Karena sistem jual putus, mereka punya hak menerima dan menolak kalau kami ada program," ungkapnya.Walau sistem warteg digital belum sepenuhnya sukses, dengan konsep itu justru membawa dirinya mendapat kesempatan berharga. Sayudi sempat diundang dalam sebuah acara bersama Presiden Joko Widodo, para menteri dan banyak pengusaha.Dia menceritakan, ketika itu mendapat telepon dari salah seorang penyelenggara acara. Meski awalnya tidak percaya, dia meminta adanya undangan khusus untuk lima orang. Benar saja undangan itu datang. Meminta dia hadir sebagai salah satu tamu khusus dalam acara bisnis di JCC Senayan."Sempat tidak percaya. Latar belakang saya cuma tamatan SD, saya cuma warteg kok bisa sejajar dengan tamu-tamu yang lain seperti itu?" kata Sayudi.Dalam acara, Sayudi mengaku, Jokowi secara pribadi menghampirinya untuk mengucapkan selamat sekaligus kagum terhadap bisnis warteg yang dibangun. Padahal ketika itu yang baru berdiri 152 cabang.Hadir dalam acara bisnis tentu menjadi pengalaman luar biasa. Apalagi ketika itu dirinya menjadi sorotan banyak wartawan. "Bingung mau jawab apa, karena itu baru pertama ditanya banyak wartawan. Saya dikerumuni."Berkat kehadiran di acara itu, merek Warteg Kharisma Bahari meroket sehingga banyak investor yang ingin bergabung setelah mengetahui sistem warteg waralaba. Terutama berbagai bank yang ikut menawarkan sistem pembayaran nontunai. Tentu kesempatan itu membuat dirinya semakin optimis untuk melebarkan sayap bisnis warteg ke seluruh penjuru Indonesia.
Reporter magang: Evie Haena Rofiah
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berkat bantuan KUR BRI, warung miliknya bisa naik kelas dan tetap menghadirkan menu legendaris sejak 1994
Baca SelengkapnyaSebagai lulusan SD yang sebelumnya bekerja serabutan sebagai tukang bangunan dan pekerja mebel.
Baca SelengkapnyaDari usaha ini, Sarjidi berhasil membeli tanah dan kendaraan sebagai bukti kesuksesan usahanya.
Baca SelengkapnyaPada abad ke-17, Sultan Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu menyediakan makanan murah bagi prajurit Mataram.
Baca SelengkapnyaDengan modal terbatas, Dicky merintis usaha martabak di pelataran rumahnya. Dia sempat ragu dan takut memulai usaha.
Baca SelengkapnyaKisah sukses pedagang sayur yang banting setir menjadi pengusaha bawang goreng di Sukoharjo. Kini Sumardi dan Anik sukses dan telah memiliki 3 pabrik sendiri.
Baca SelengkapnyaTerrlahir dari keluarga sederhana, Dadan bermimpi jadi orang sukses yang bisa menaikkan derajat orang tua maupun keluarga, juga bisa membantu banyak orang.
Baca SelengkapnyaJiwa ulet orang Madura dalam berbisnis sudah tampak sejak zaman kolonial Belanda
Baca SelengkapnyaSelama menempuh pendidikan, dia memang tidak cukup cerdas dalam hal akademik. Sukyatno justru pernah dua kali tidak naik kelas saat bersekolah.
Baca SelengkapnyaKampung Jaha terkenal sebagai sentra pengrajin bawang goreng di Bekasi.
Baca SelengkapnyaIbu dan anak di perdesaan Kediri berjualan daert di teras rumah dan omzetnya bisa mencapai Rp3 juta per hari. Ternyata ini rahasianya.
Baca SelengkapnyaPanji mulai menyadari efek buruk tidak serius sekolah. Ia sulit mendapatkan pekerjaan.
Baca Selengkapnya