AMDI Kecam Dugaan Kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam
Merdeka.com - Yayasan Anak Masa Depan Indonesia (AMDI) mengecam keras aksi kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam. Peserta didik diduga mengalami kekerasan berupa pemenjaraan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbilang bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik.
Penasihat Yayasan AMDI, Puti Guntur Soekarno mendesak aparat penegak hukum untuk segera menangkap pelaku kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam. Karena ini mencederai upaya pemerintah untuk mencegah dan menangani kekerasan, kekerasan sekual dan Intoleransi di sektor pendidikan.
“Apalagi ini bukan kali pertama kasus kekerasan ini terjadi di lokasi yang sama. Kalau memang pihak sekolah tidak bisa memberikan pendidikan, lebih baik Kemendikbud Ristek mencabut izinnya dan menutup sekolah tersebut,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/11).
-
Bagaimana cara mengatasi kekerasan anak di sekolah? 'Hal ini harus disikapi secara serius, dengan bergerak serentak akhiri kekerasan pada satuan pendidikan. Upaya keras, masif, terstruktur, aksi nyata, serta terukur dalam pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan wajib dilakukan,' kata Aris.
-
Siapa yang meminta polisi prioritaskan kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Bagaimana DPR RI ingin polisi menangani kasus pelecehan anak? Ke depan polisi juga diminta bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak. Polisi Diminta Dampingi Psikologis Anak dan Istri korban Pencabulan Oknum Petugas Damkar Polisi menangkap SN, pria yang tega melakukan dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anaknya sendiri yang berusia 5 tahun. Tidak hanya diminta menghukum berat pelaku, polisi diminta juga mendampingi psikologis korban dan ibunya. 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4). Di sisi lain, Sahroni juga memberi beberapa catatan kepada pihak kepolisian, khususnya terkait lama waktu pengungkapan kasus. Ke depan Sahroni ingin polisi bisa lebih memprioritaskan kasus-kasus pelecehan terhadap anak.'Dari yang saya lihat, rentang pelaporan hingga pengungkapan masih memakan waktu yang cukup lama, ini harus menjadi catatan tersendiri bagi kepolisian. Ke depan harus bisa lebih dimaksimalkan lagi, diprioritaskan untuk kasus-kasus keji seperti ini. Karena korban tidak akan merasa aman selama pelaku masih berkeliaran,' tambah Sahroni.
-
Siapa yang dituduh melakukan kekerasan? Menurut Vanessa, Yudha Arfandi lah yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Tamara Tyasmara.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
Anggota Komisi X DPR RI itu meminta, penegak hukum memberikan hukuman terberat bagi pelaku kekerasan di sekolah. Ini harus menjadi kasus terakhir yang terjadi menimpa peserta didik di Indonesia.
“Hukumannya harus bisa memberikan efek jera bagi pelaku dan juga pengingat bagi yang lain untuk tidak terbesit melakukan kekerasan di dunia pendidikan. Anak-anak ini adalah penerus Indonesia. Apa mau kekerasan menjadi salah satu yang diajarkan dalam pendidikan di Indonesia? Tentu saya sebagai orang tua tidak akan mengizinkan hal tersebut terjadi,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan AMDI Clara Tampubolon meminta, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui Dinas Sosial memberikan advokasi kepada para korban kekerasan. Tujuannya agar trauma kekerasan yang dialami para korban dapat segera disembuhkan.
“Aparat kepolisian juga harus memastikan tidak ada intimidasi kepada para korban kekerasan tersebut. Kasus ini juga harus terus diusut secara transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi,” tutup Clara.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPPAD Kota Batam menerima laporan dari 10 orangtua peserta didik yang anaknya mengalami kekerasan di SPN Dirgantara kota Batam. Kekerasan yang dialami berupa pemenjaraan atau dimasukan ke dalam sel tahanan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbilang bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik.
“Sel tahanan menurut para orangtua pengadu di fungsikan saat ada peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin, di sel penjara tersebut, seorang siswa bisa dikurung berminggu-minggu bahkan berbulan tergantung kesalahannya dan dianggap sebagai konseling. Selain dikurung anak-anak juga akan mengalami hukuman fisik seperti pemukulan, bahkan ada korban yang rahangnya sampai bergeser,”ungkap Retno, Komisioner KPAI.
Atas pengaduan ke-10 orangtua siswa tersebut, KPAI melakukan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal KemendikbudRistek untuk pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut, mengingat Mas Menteri Nadiem sudah bertekad akan mencegah dan menangani tiga (3) dosa di pendidikan, yaitu Kekerasan, Kekerasan Sekual dan Intoleransi.
“KPAI mengapresiasi Itjen KemendikbudRistek yang merespon sangat cepat saat menerima pengaduan dari KPAI. Rapat koordinasi daring segera dilakukan dan sepakat untuk melakukan pengawasan langsung ke lapangan, bahkan pengawasan dilakukan tim gabungan yang terdiri dari Itjen KemendikbudRistek, KPAI, KPPAD Batam, KPPAD Provinsi Kepri dan Maarif Institute”, ujar Retno.
Pada tahun 2018, KPAI dan KPPAD Provinsi Kepri pernah menerima laporan kekerasan terhadap peserta didik yang dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu SPN Dirgantara Kota Batam. Siswa SMK Penerbangan atau SPN Dirgantara Batam, orangtua dari peserta didiknya yang berinisial RS. RS mengaku mendapat perlakuan tidak semestinya sejak Kamis (6/9) lalu. Dia mengaku dipenjara di sekolahnya, sebelum akhirnya dijemput oleh Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau, pada Sabtu (8/9/2018).
“Bahkan sebelum di tahan dalam sel sekolah, RS yang hendak naik pesawat dari Bandara Hang Nadim hendak menuju Surabaya (Jawa Timur) di tangkap Pembina SPN Penerbangan Batam berinisial ED dengan tangan di Borgol dan kemudian dimasukan sel tahanan di sekolah, dan mengalami kekerasan fisik (berjalan jongkok di aspal panas sehingga lutut melepuh)”, ungkap Retno.
Pada saat peristiwa tahun 2018, KPAI, KPAD, Kompolnas dan Polres Batam bersama-sama mendatangi lokasi sekolah keesokan harinya. Saat tiba di sekolah, ternyata ruang sel tahanan di sekolah yang berada di lantai satu sudah di bongkar , bahkan ruangan telah disulap nyaman dengan memasang AC baru juga. Sebelumnya, Kompolnas juga bertemu Wakapolda Kepri terkait dorongan untuk pemeriksaan terhadap oknum polisi ED (Pembina SPN Dirgantara) dan penegakan disiplin jika terbukti bersalah.
“KPAI mendapatkan keterangan dari Propam Polda Kepulauan Riau bahwa ED kemudian di proses hukum di Pengadilan Negeri dengan pidana 1 tahun penjara dan sanksi etik berupa Demosi atau dipindah tugaskan ke Pulau Natuna,” cerita Retno.
Namun, pada Oktober 2021 kasus serupa kembali terjadi dan kali ini korbannya ada 10 peserta didik. Kesepuluh orangtua sempat melapor ke Dinas Pendidikan Provinsi Kepri dan juga membuat pengaduan ke KPAD Kota Batam. “Pihak Disdik Provinsi Kepri datang ke sekolah dan memerintahkan anak-anak dilepaskan dan dikembalikan ke orangtuanya pada hari itu juga.
“Hal ini mengindikasi bahwa pihak Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau telah mengetahui pemenjaraan dan kekerasan yang diterima oleh sejumlah peserta didik di SPN Dirgantara. Namun, sama sekali tidak memberikan sanksi pada sekolah sehingga tidak ada efek jera”, tambah Retno.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pihak STIP dituntut untuk tetap kooperatif dan transparan terhadap proses penyelidikan.
Baca SelengkapnyaKasus perundungan di dunia pendidikan, khususnya di pesantren, menjadi perhatian Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Baca SelengkapnyaDirjen HAM menyebut tindakan merundung bisa mencederai martabat dan merugikan seseorang.
Baca SelengkapnyaBelum ada pihak ditetapkan sebagai anak berurusan dengan hukum dalam kasus ini.
Baca SelengkapnyaAnak pelajar sebagai korban tindak kekerasan dan perundungan harus mendapat penanganan yang tepat
Baca SelengkapnyaPuan juga prihatin atas banyaknya guru yang terseret kasus hukum karena mendisiplinkan siswa dianggap sebagai pelanggaran.
Baca SelengkapnyaSanksi tersebut berupa dikeluarkan dengan tidak hormat dari Pendidikan, bagi taruna yang kedapatan melakukan kekerasan
Baca SelengkapnyaMenhub memastikan akan mengevaluasi sejumlah aturan terkait proses pendidikan di STIP usai kematian Putu.
Baca SelengkapnyaKasus asusila ini tak hanya merusak masa depan anak, namun juga membuat mereka harus berurusan dengan hukum.
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca SelengkapnyaKemendikbudristek mengatakan menentang segala bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan kedokteran.
Baca SelengkapnyaAbdul Mu'ti berencana bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pekan ini
Baca Selengkapnya