Apa Penyebab Obat Penawar Covid-19 Belum juga Ditemukan?
Merdeka.com - Belakangan ini, banyak orang coba membuat penelitian untuk menemukan obat penawar hingga penangkal virus Corona atau Covid-19. Salah satu yang melakukannya adalah Komunitas Indonesia Green Innovation (Indonegri).
Komunitas ini mengaku obat herbal yang mereka temukan mampu mengobati flu biasa maupun Covid-19.
"Melalui penelitian di bidang biomolekuler dan bioinformatika, kami telah menemukan beberapa senyawa kandidat yang dapat mengatasi SARS-CoV-2," kata Chief Research Officer Komunitas Indonegri Dr. Sulfahri kepada wartawan di Surabaya, Rabu (1/4).
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Siapa yang melakukan penelitian tentang penanganan Covid-19 oleh polisi? Disertasi yang berjudul 'Evaluasi Kebijakan Operasi Aman Nusa II dalam Penanganan Covid-19 oleh Polrestabes Bandung,' karya Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung, menyoroti peran kritis Polri dalam mengimplementasikan strategi efektif yang mengintegrasikan keamanan dan kesehatan publik.
-
Kapan obat ini diharapkan bisa digunakan? Jika hasilnya menunjukkan positif, maka obat ini diharapkan dapat diberikan izin diproduksi, dan dapat digunakan untuk para orang dewasa yang kehilangan gigi, pada tahun 2030 mendatang.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Mohammad Adib Khumaidi, menegaskan hingga saat ini belum ada temuan resmi obat virus corona atau Covid-19. Bila yang berkembang di lingkungan masyarakat seperti penemuan herbal anticovid-19, sesungguhnya itu bukan obat melainkan suplemen peningkat imun tubuh.
"Rempah-rempah, obat herbal, itu konteksnya sebagai suplemen bukan kemudian bisa dinyatakan sebagai obat antivirus," kata Adib saat dihubungi merdeka.com, Kamis (2/4).
Menurutnya, pencarian obat Covid-19 tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Proses penelitian hingga uji klinis obat membutuhkan waktu sedikitnya delapan bulan atau satu tahun. Apalagi, Covid-19 baru terdeteksi pada akhir Desember lalu di Kota Wuhan, China.
"Kalau pun ada proses yang dilakukan di luar negeri butuh waktu juga. Artinya penemuan-penemuan obat baru paling cepat kalau muncul kemungkinan di Juli, Agustus. Setelah melalui proses-proses yang dilakukan," ujarnya.
Lantaran belum ada obat Covid-19, yang dilakukan tenaga medis saat ini hanyalah mengatasi keluhan pasien. Misalnya, pasien Covid-19 yang mengalami sesak napas akan diobati dengan chloroquine.
"Jadi tidak ada obat spesifik untuk virusnya," kata dia.
Dia menambahkan, dari banyak penelitian belum ada yang hasilnya spesifik sebagai obat Covid-19.
"Kalau bicara di ilmu kedokteran ada istilah evidence based medicine. Yakni berdasarkan referensi atau literatur yang sudah dilakukan. Nah kalau ini kan dari beberapa penelitian belum dinyatakan spesifik. Jadi efektivitas itu bervariasi dalam artian yang dilakukan di China direferensikan ini ini. Tap spesifik Covid sendiri belum ditemukan," katanya.
Komunitas Indonegri Temukan Anticovid-19
Komunitas Indonesia Green Innovation (Indonegri) mengaku menemukan obat herbal yang dinilai mampu mengobati flu biasa maupun Covid-19.
"Melalui penelitian di bidang biomolekuler dan bioinformatika, kami telah menemukan beberapa senyawa kandidat yang dapat mengatasi SARS-CoV-2," kata Chief Research Officer Komunitas Indonegri Dr. Sulfahri kepada wartawan di Surabaya. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (1/4).
Menurut dia, proses penelitian diawali dengan menargetkan 3 protein pada SARS-CoV-2 yang bertanggung jawab pada replikasi dan penempelan SARS-CoV-2 pada sel inang, yaitu ACE-2, 3-chymotrypsin-like protease (3CL-protease) dan Covid-19 Polymerase..
Adapun 3CL-protease adalah protease utama yang digunakan dalam proses replikasi virus. Sedangkan Covid-19 Polymerase juga merupakan protein untuk replikasi RNA yang berfungsi sebagai reseptor target.
"Beberapa herbal di Indonesia diduga mengandung senyawa potensial yang memiliki kemungkinan untuk menghambat protein 3CL-protease dan Covid-19 Polymerase," kata Sulfahri dilansir dari Antara.
Sulfahri mengungkapkan tentang tiga senyawa aktif yang berhasil diidentifikasi dari herbal potensial nusantara yakni Kaempferol, Quercetin dan Purpurin 18 Methyl Ester. Ketiga senyawa itu dapat menjadi kandidat obat SARS-CoV2 berdasarkan uji molecular docking, bioactivity dan drugs likeness.
"Efektivitas senyawa aktif yang diidentifikasi dibandingkan dengan senyawa pembanding, yaitu Chloroquine yang merupakan senyawa yang telah banyak dieksplor oleh ilmuwan Tiongkok untuk mengobati Covid-19," ujarnya.
Berdasarkan penelitian itu pula, Sulfahri menyampaikan bahwa ada beberapa jenis rempah yang dipilih oleh pihaknya untuk diformulasikan menjadi produk unggulan, di antaranya adalah Zingiber officinale, Curcuma zedoaria, Clinacanthus nutans, Curcuma domestica, Caesalpina crista, Vemonia amygdalina, Nigelia sativa.
"Alasan utama dalam pemilihan jenis-jenis rempah tersebut adalah bahwa secara tradisional rempah-rempah tersebut telah terbukti secara turun temurun dapat digunakan sebagai rempah yang mampu meningkatkan fungsi kekebalan tubuh," katanya.
Selain itu, adanya kandungan Kaempferol, Quercetin dan Kaempferol di dalam rempah-rempah tersebut maka produk ini lebih dipercaya akan dapat menjaga dan mengobati tubuh dari serangan SARS-CoV-2. Untuk memudahkan konsumsi tujuh jenis rempah ini, lanjut dia, komunitas Indonegri mengemasnya menjadi produk yang sudah dikapsulkan.
Anticovid dibuat dalam bentuk simplisia agar tidak menghilangkan nilai gizi yang terkandung di dalam bahan baku. Sehingga selain senyawa aktif, yang meminum obat ini juga akan memperoleh zat gizi lain berupa vitamin dan mineral untuk menunjang imunitas tubuh.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Sulfahri memastikan jika anticovid yang dibuat oleh komunitasnya merupakan obat tradisional kategori Jamu.
"Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian empiris atau turun temurun. Maka berdasarkan peraturan di atas, logo jamu pada kemasan herbal anticovid menjelaskan bahwa obat ini tidak memerlukan uji praklinis maupun uji klinis," katanya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyiapan tempat karantina ini untuk mencegah penularan TBC di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMetode PCR sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Baca SelengkapnyaPemerintah China menyelesaikan persoalan polusi membutuhkan kurun waktu selama 20 tahun.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaSejumlah kritik turut dilayangkan oleh beberapa pihak yang meminta agar penegakan hukum terhadap judi online bisa menyasar para bandar besar.
Baca SelengkapnyaRSUD Pirngadi Medan tak menampik dalam proses distribusi obat mengalami keterlambatan. Namun kini obat-obatan itu telah tiba di RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Baca SelengkapnyaPolri menyatakan masih mengkaji penanganan kasus peretasan atau hacking terhadap PDN yang terjadi beberapa waktu lalu.
Baca Selengkapnya