Awal Mula Es di Puncak Jaya Wijaya Cair hingga Terancam Punah
Merdeka.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi es di Puncak Jaya Wijaya, Papua akan mencair hingga punah pada 2025. Fenomena ini merupakan dampak dari perubahan iklim.
Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Klimatologi BMKG, Dr Donaldi Permana mengungkap awal mula es di Puncak Jaya mencair. Dia menyebut, secara umum pencairan es di dunia terjadi mulai tahun 1850, saat awal revolusi Industri.
Saat itu, luas es di Puncak Jaya diestimasi sekitar 20 Km persegi. Dalam 20 tahun terakhir atau pada 2002, luas es Puncak Jaya terus menipis menjadi 2 Km persegi. Kemudian menjadi 1,8 Km persegi pada 2005, 0, 6 Km persegi pada 2015, 0,46 Km persegi pada Maret 2018, dan 0,34 Km persegi pada Mei 2020.
-
Kapan 'kapal es' itu ditemukan? Tanggal dalam video tersebut menyebutkan bahwa itu ditemukan pada 7 Agustus 2020.
-
Dimana 'kapal es' itu ditemukan? Berdasarkan video yang dibagikan di YouTube pada tahun 2021, kapal tersebut ditemukan 100 mil di lepas pantai Antartika dan dikatakan berada tepat di bawah Selandia Baru.
-
Dimana pencairan es mengancam kehidupan? Kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di kutub mengancam pulau-pulau kecil dan daerah pesisir di seluruh dunia, memaksa penduduknya untuk mengungsi dan kehilangan tempat tinggal.
-
Kapan es lilin pertama kali ada? Sejarah es lilin di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda, di mana es lilin pertama kali diperkenalkan.
-
Kapan banjir zaman es terjadi? Salah satu foto yang tertangkap oleh Satelit observasi NASA dan United States Geological Survey (USGS), menangkap potret sisa banjir dari zaman es kuno yang terjadi pada 10.000 hingga 20.000 tahun lalu.
-
Kapan zaman es terakhir? Berbagai artefak yang ditemukan di pulau ini juga mengungkapkan wawasan menarik tentang pergerakan manusia antara daratan Australia dan pulau ini, terutama selama puncak zaman es terakhir, antara 29.000-19.000 tahun yang lalu, demikian menurut penelitian yang diterbitkan pada 1 April di jurnal Quaternary Science Reviews.
"Di sisi lain, pengukuran pertama tebal es dilakukan oleh tim BMKG bekerja sama dengan The Ohio State University (USA) pada tahun 2010 dengan tebal es 32 meter. Kemudian 27 meter pada 2015, 22 meter pada 2016 (dikarenakan EL Nino Kuat) dan 8 meter pada 2021," jelasnya kepada merdeka.com, Selasa (22/3).
Menurut Donaldi, selain Puncak Jaya tidak ada gunung lain di Indonesia yang memiliki es. Namun sebelumnya pernah ada es di Mt Wilhelm, Papua Nugini dan Gunung Kinabalu, Malaysia.
Pencairan es di Puncak Jaya tentu memberikan dampak. Di antaranya, berkontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut (sea level rise) walaupun mungkin tidak signifikan karena luasan es yang tidak terlalu besar.
Dampak lainnya, secara budaya, terdapat suku lokal di sekitar Puncak Jaya yang menganggap es Puncak Jaya sebagai tempat yang sakral. Dengan hilangnya es, akan berdampak terhadap suku lokal tersebut.
"Dampak lainnya yang mungkin adalah terhadap kehidupan flora dan fauna disekitar es Puncak Jaya, namun hal ini masih belum dieksplorasi lebih jauh," ucapnya.
Donaldi mengatakan dampak pencairan es ini akan dirasakan di sekitar wilayah Puncak jaya. Seperti kemungkinan memicu kenaikan tinggi muka laut di wilayah laut.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap prediksi es di Puncak Jaya Wijaya, Papua akan hingga hilang pada 2025.
"Diprediksi tahun 2025 es itu sudah punah, sudah tidak ada di Puncak Jaya wijaya lagi," ujar Dwikorita dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Senin (21/3).
Saat ini, kondisi area es di Puncak Jaya Wijaya hanya tinggal 1 persen. Dari 200 Km³ (kubik) menjadi 2 Km³. Selain ditandakan pencairan es di Puncak Jaya Wijaya, perubahan iklim terlihat dari temperatur yang semakin melompat. Seperti di Jakarta dalam 100 tahun suhu udara meningkat 1 derajat Celcius.
"Padahal kesepakatan global itu dibatasi 1, derajat celcius nanti di tahun 2030. Ini data di tahun 2010. Jadi betapa melampauinya. Maaf ini data tahun 2016," ungkap Dwikorita.
"Jadi ini mendahului tahun 2030, jadi sudah hampir mencapai 1,5," imbuhnya.
Selain itu, kata Dwikorita, banjir di Jakarta menunjukkan kenaikan frekuensi pada dekade terakhir. Hal ini dampak terjadinya perubahan iklim.
"Dan juga banjir Jakarta menunjukan data terakhir menunjukan frekuensi banjir meningkat pada dekade terakhir bersesuaian dengan intensitas curah hujan harian yang tinggi tahunan," jelas Dwikorita.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Fenomena ini berdampak besar terhadap aspek kehidupan di wilayah tersebut.
Baca SelengkapnyaIlmuwan khawatir dengan kondisi Greenland yang kian menghijau.
Baca SelengkapnyaBukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Bumi pernah mengalami perubahan kondisi iklim yang ekstrem.
Baca SelengkapnyaPara ilmuwan juga mengungkap penyebab peristiwa kepunahan massal di Zaman Trias-Jurassic.
Baca SelengkapnyaSebuah misteri yang selama satu abad telah menjadi kebingungan para ahli.
Baca SelengkapnyaTeknologi baru seperti pencitraan ruang angkasa yang membantu mereka memecahkan misteri kerak bumi.
Baca SelengkapnyaArkeolog Temukan Benua yang Hilang di Dekat Wilayah Indonesia, Pernah Ada 59.000 Tahun Lalu
Baca SelengkapnyaMelelehnya Es di Pegunungan Ungkap Temuan Ribuan Artefak Berburu Berusia 6.000 Tahun, Ada Mata Panah dan Tongkat
Baca SelengkapnyaPara ilmuwan tertarik untuk menyelidiki bagaimana peristiwa iklim besar ini terjadi di Antartika
Baca SelengkapnyaSkenario ini barangkali akan terjadi bila Bumi kehabisan pasokan air.
Baca SelengkapnyaSalah satu kilang minyak tertua di Indonesia ada di Surabaya
Baca SelengkapnyaDalam video juga menunjukkan situasi pasar ketika hujan berlangsung. Angin kencang menghantam tenda-tenda pedagang dan barang dagangan.
Baca Selengkapnya