Curi Ponsel Demi Anak, Ayah di Garut Dibebaskan Jaksa
Merdeka.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut melakukan restorative justice (RJ) atau penghentian perkara pencurian ponsel yang dilakukan tersangka Comara Saeful (41). Alasan kemanusiaan menjadi salah satu pertimbangannya.
Kepala Kejari Garut Neva Sari Susanti mengatakan, Comara sebelumnya dikenakan Pasal 362 KUHP. "Yang bersangkutan melakukan pencurian handphone pada 8 September 2021 milik seorang siswa yang tengah PKL (praktik kerja lapangan) di Kantor Desa Sakawayana, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garyut," ujarnya, Rabu (10/11).
Neva menjelaskan bahwa awalnya Comara diketahui datang ke kantor desa untuk meminta beras karena diketahui merupakan termasuk keluarga tidak mampu. Saat keluar ruangan, dia melihat ponsel dan langsung mengambilnya.
-
Kenapa pelaku mencuri handphone? Pelaku merupakan residivis kasus pencurian di Aceh. Selain itu pelaku MS juga positif mengkonsumsi narkotika jenis sabu.
-
Apa yang dilakukan Polres Garut untuk menghentikan kriminalitas jalanan? Dalam aturan jam malam itu, para pelajar diberikan jam aktivitas di luar rumah agar terhindar dari keterlibatan kasus kriminalitas. Polisi kemudian meminta agar pelajar mematuhi aturan tersebut demi kenyamanan bersama.
-
Siapa pelaku pencurian handphone? Pelaku berinisial MS (39), dua kakinya ditembak sebanyak 3 kali.
-
Siapa pelaku pencurian toko ponsel di Pekanbaru? Berdasarkan rekaman CCTV, pelaku hanya 1 orang.Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra mengatakan pencurian terjadi sekitar pukul 04.15 WIB. Pelaku diketahui seorang laki-laki mengenakan baju kaus hitam, celana training, dan kain penutup wajah.
-
Bagaimana pelaku mencuri handphone? Dia membawa mesin las untuk membongkar gembok toko.
-
Apa yang dicuri di toko ponsel Pekanbaru? Kerugian dalam pencurian yang viral ini mencapai Rp 501 juta. Sebanyak 41 unit Iphone dan Macbook Air serta sejumlah handphone lainnya lenyap digondol pelaku.
Comara beralasan anaknya yang duduk di kelas VI Sekolah Dasar butuh ponsel untuk belajar daring. Dia pun tergerak pun mencurinya.
Pencurian itu kemudian dilaporkan pemilik ponsel ke aparat desa setempat. "Situasi saat itu di kantor desa tidak ramai dan hanya diketahui Comara saja yang ada di situ sehingga mudah diketahui. Comara kemudian dipanggil dan saat ditanya mengaku sudah mengambil dan HPnya saat itu langsung dikembalikan," jelasnya.
Untuk menghindari gejolak dan aksi main hakim sendiri, Comara langsung dibawa ke kantor polisi. Dia menjalani proses hukum di Polres Garut.
Saat proses pelimpahan dilakukan, Kejari Garut langsung menganalisa kasus itu. "Ternyata dimungkinkan untuk diajukan restorative justice atau penghentian penuntutan," katanya.
Neva mengungkapkan bahwa ada beberapa hal dilakukannya restorative justice terhadap Comara, mulai karena alasan mencuri HP, aksi pencurian dilakukan pertama kali, kerugian di bawah Rp2,5 juta, hingga ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara. Selain itu, Comara merupakan warga tidak mampu.
"Dan yang pasti HP-nya juga sama sekali belum digunakan atau dipakai, oleh Comara dikembalikan lagi langsung ke korban. Korban juga intinya tidak dirugikan sama sekali karena bisa tetap menggunakan HP itu," ungkapnya.
Selama proses itu berjalan, menurut Neva, Comara memang sempat ditahan selama 2 bulan karena prosesnya berjalan dari pihak kepolisian.
"Kami menerima berkas penyidikan dari polres, jadi sempat ditahan hampir 2 bulan. Jadi dengan ini perkaranya selesai, kita hentikan, tadi pagi saya dengan Kasi Pidum ekspose dulu di Kejagung, tapi sebelumnya juga sudah koordinasi dengan Kejati. Kemudian dari Kejati, Pak Kajati menyampaikan ke Jampidum. Tadi pagi didampingi Pak Kajati, Wakajati, Kasi Pidum, dengan Direktur Jampidum kita ekspose, kita sampaikan alasan-alasan tentang Comara ini kemudian menyetujui untuk dihentikan perkaranya," paparnya.
"Ini (RJ) juga pertimbangan kemanusiaan. Yang utama juga adalah adanya perdamaian dari kedua belah pihak. Pada 5 November kemarin kami sudah mengumpulkan korban dan keluarganya, pelaku dan keluarganya, kepala desa, Kanit, perangkat desa, tokoh-tokoh masyarakat kita kumpulkan semua, terus kita sampaikan, kita mediasi memfasilitasi juga antara korban dan pelaku sudah tidak ada lagi dendam atau memutuskan ini selesai sampai di sini tidak ada tuntutan ke depan," tambahnya.
Restorative justice yang dilakukan Kejari Garut baru pertama kali dilakukan. Namun ia memastikan hal itu sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Restorative Justice.
"RJ ini kita menyesuaikan juga dengan Perja tersebut sesuai dengan SOPnya, makanya kita ajukan perkara penghentiannya," tutup Neva.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jaksa menerapkan restorative justice (RJ) terhadap kasus pria di Ogan Komering Ulu, ABP yang nekat mencuri ponsel demi biaya persalinan istri.
Baca Selengkapnya