Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dewan Pers Usul UU Medsos untuk Bedakan Produk Jurnalisme dan Media Sosial

Dewan Pers Usul UU Medsos untuk Bedakan Produk Jurnalisme dan Media Sosial DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif. ©2022 Liputan6.com/Angga Yuniar

Merdeka.com - Pemerintah gelisah informasi hasil konten media sosial berdampak terhadap media arus utama, pers. Media arus utama berlomba kecepatan informasi dengan kaidah jurnalistik dengan media sosial yang tak bisa dipertanggungjawabkan.

Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah sedang mencari payung hukum yang sesuai untuk membedakan konsekuensi hukum antara produk jurnalistik dengan media sosial.

Pers, adalah sebuah produk entitas yang bekerja berjenjang dari lapangan ke ruang redaksi. Pers memiliki standar etik yang terjaga, terakurasi terverifikasi. Sebaliknya, media sosial sebagai sarana berinteraksi, kekinian menjadi ruang penyebaran konten yang kerap terjadi disinformasi.

"Sampai sekarang masih cari baju hukumnya, apakah Undang-Undang Penyiaran, ITE atau Pers atau rancangan Undang-Undang sendiri, kalau sendiri RUU tentang apa? Ini kami sedang cari bajunya," kata Mahfud.

Banyak manfaat dari media sosial, tapi di lain sisi tatanan kehidupan juga dapat mengalami kehancuran melalui media sosial. Saling tuding, fitnah, merendahkan martabat, kerap menjadi ruh media sosial. Kondisi itu kemudian merembet kepada kepercayaan publik atas produk jurnalistik.

Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhari menilai, payung hukum yang tepat menjadi pembeda antara produk jurnalistik media arus utama dengan media sosial adalah dibentuknya undang-undang baru.

"Undang-Undang medsos itu seharusnya sudah saatnya (dibentuk sebagai pembeda produk jurnalistik dengan media sosial)," kata Djauhar kepada merdeka.com, Selasa (8/2).

Sebenarnya, rancangan Undang-Undang tentang Media Sosial pernah diusulkan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. Namun pembahasan itu mandek. Djauhar mengkritik, pembahasan rancangan Undang-Undang tidak subtantif kepada hajat banyak orang justru dipercepat.

"Kenapa kalau untuk Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang IKN (ibu kota negara) bisa cepat? Sementara undang-undang yang untuk memenuhi hajat hidup orang banyak kenapa lamban banget," kritik Djauhar.

Namun, Djauhar mengingatkan, rancangan Undang-Undang tentang Media Sosial bukan sebagai alat dengan tujuan meringkus masyarakat. Dia mencontohkan, penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam penanganan perkara yang melibatkan media sosial.

Padahal, menurut Djauhar, secara pokok undang-undang tersebut dibentuk untuk kepentingan perdagangan. Undang-Undang tersebut juga bahkan kerap berdampak terhadap produk jurnalistik.

"Undang-Undang ITE itu sebenarnya untuk sistem perdagangan, informasi transaksi dan elektronik, tetapi kemudian melebar ke mana-mana diterapkan secara serampangan sehingga informasi jurnalistik kadang disasar dengan Undang-Undang ITE," kata dia.

Pakem adanya Undang-Undang ITE adalah mewadahi masyarakat menyampaikan ekspresi, kritik, saran dan pemikiran yang dapat membangun satu sistem pemerintahan atau sosial. Di media sosial, masyarakat bebas 'bersyarat' saat menyampaikan ekspresi.

Disebut bersyarat karena kebebasan berbicara bukan tanpa 'tendeng aling-aling'.

"Di sinilah letak seninya. Bebas berbicara seperti apa? Orang berbicara itu kalau memungkinkan harus kompeten, seseorang ngomong A, B, C, dia harus kompeten. Tidak setiap orang langsung ngomong ngaco, sok tahu begitu. Dia harus memiliki semacam kompetensi, seperti wartawan nulis itu kan harus memiliki kompetensi," ungkapnya.

"Kalau orang ini asal ngomong kemudian tidak tahu persoalannya, itu yang berbahaya bisa menyesatkan publik bisa adu domba jadi hate speech dan seterusnya," imbuh Djauhar.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Dewan Pers Sebut KPI Produk Politik, Tak Tepat Urus Sengketa Jurnalistik
Dewan Pers Sebut KPI Produk Politik, Tak Tepat Urus Sengketa Jurnalistik

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers

Baca Selengkapnya
Tak Kekang Kebebasan Pers, DPR Sebut Revisi UU Penyiaran untuk Harmonisasi UU Cipta Kerja
Tak Kekang Kebebasan Pers, DPR Sebut Revisi UU Penyiaran untuk Harmonisasi UU Cipta Kerja

Menurut dia, revisi UU Penyiaran merupakan sebuah kewajiban

Baca Selengkapnya
Dewan Pers Tolak Draf RUU Penyiaran
Dewan Pers Tolak Draf RUU Penyiaran

Ninik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.

Baca Selengkapnya
RUU Penyiaran Menuai Polemik, Ini Respons Menkominfo
RUU Penyiaran Menuai Polemik, Ini Respons Menkominfo

Beberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.

Baca Selengkapnya
Mengurai Pasal Dalam Draf RUU Penyiaran yang Jadi Polemik
Mengurai Pasal Dalam Draf RUU Penyiaran yang Jadi Polemik

Draf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.

Baca Selengkapnya
Menkominfo: Publisher Rights Wujudkan Jurnalisme Berkualitas
Menkominfo: Publisher Rights Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Media saat ini harus bisa menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman untuk terus dapat eksis.

Baca Selengkapnya
Bertemu Dewan Pers, AMSI Pertanyakan Perkembangan Regulasi 'Publisher Rights' di Indonesia
Bertemu Dewan Pers, AMSI Pertanyakan Perkembangan Regulasi 'Publisher Rights' di Indonesia

Tanpa adanya regulasi yang jelas, media siber cenderung tidak mendapatkan insentif dari berita atau konten yang diambil oleh platform digital.

Baca Selengkapnya
Wamenkominfo Tegaskan Perpres Publisher Rights Tak Bungkam Kebebasan Pers
Wamenkominfo Tegaskan Perpres Publisher Rights Tak Bungkam Kebebasan Pers

Dia menjelaskan, Perpres ini bahkan tidak mengatur konten yang disebut jurnalisme berkualitas. Definisi konten berkualitas akan ditentukan oleh perusahaan pers.

Baca Selengkapnya
RUU Penyiaran: Penayangan Eksklusif Jurnalistik Investigasi Dilarang
RUU Penyiaran: Penayangan Eksklusif Jurnalistik Investigasi Dilarang

Sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi menjadi pasal karet

Baca Selengkapnya
Gonjang-ganjing RUU Penyiaran, Begini Aksi Jurnalis Jember dan Lumajang Tolak Aturan yang Mengancam Kebebasan Pers
Gonjang-ganjing RUU Penyiaran, Begini Aksi Jurnalis Jember dan Lumajang Tolak Aturan yang Mengancam Kebebasan Pers

Sebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers

Baca Selengkapnya
Jokowi Teken Perpres Publisher Right, Atur Hubungan Bisnis Antara Pers dan Platform Digital
Jokowi Teken Perpres Publisher Right, Atur Hubungan Bisnis Antara Pers dan Platform Digital

Perpres Publisher Right tidak bermaksud untuk mengurangi kebebasan pers.

Baca Selengkapnya
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers

Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers

Baca Selengkapnya