DKPP Terima 3.274 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Sejak 2012
Merdeka.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat ada 3.274 laporan pelanggaran kode etik profesionalisme terhadap penyelenggara pemilu se-Indonesia sejak tahun 2012 sampai Februari 2019.
"Selama 2012 sampai 2019, DKPP menerima pengaduan sebanyak 3.274. Namun, tidak setiap pengaduan yang masuk di DKPP itu otomatis layak disidangkan," kata anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ida Budiati saat acara media gathering di Kuta, Badung, Bali, Senin (4/3).
Ida menjelaskan, pihaknya memverifikasi sekitar 28 persen atau 1.271 perkara yang layak disidangkan di DKPP dari keseluruhan laporan.
-
Dimana sidang DKPP digelar? Ketua KPU, Hasyim Asy'ari saat mengikuti sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan pihak pengadu Nus Wakerkwa di Gedung DKPP, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
-
Siapa yang diadukan ke DKPP? Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2024, Nus Wakerkwa mengadukan Ketua KPU Hasyim Asy’ari berserta anggota KPU Mochammad Afifuddin dan Parsadaan Harahap.
-
Mengapa KPK menelaah laporan tersebut? 'Bila ada laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan verifikasi dan bila sudah lengkap akan ditelaah dan pengumpul info,' kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (4/9).
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Apa yang dilaporkan IPW kepada KPK? Laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) atas dugaan gratifikasi Rp100 miliar dengan terlapor mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo harus dipisahkan dari politik.
-
Bagaimana DPR menilai proses hukum Kejagung? Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa.
"Dari 1271 perkara melibatkan 4.892 orang (Penyelenggara Pemilu) yang pernah diperiksa oleh DKPP. Setelah diperiksa ternyata banyak yang di rehabilitasi (Perkara Dicabut) ketimbang yang diberi sanksi," ujarnya.
Menurut Ida, para penyelenggara pemilu yang diberi sanksi oleh DKPP mencapai 48,6 persen. Kemudian yang direhabilitasi hanya 51,4 persen.
"Dari 48,6 persen, ada 30,9 persen diberi sanksi dalam bentuk teguran atau peringatan. Kemudian, ada sanksi pemberhentian sementara 1,2 persen, pemberhentian tetap sebanyak 11,3 persen. Diberhentikan dalam jabatan sebagai Ketua 0,7 persen, ketetapan 4,5 persen, ketetapan itu ada karena perkaranya dicabut," imbuhnya.
Rata-rata aduan ke DKPP yakni terkait dugaan ketidaknetralan penyelenggara pemilu. Namun, DKPP akan memverifikasi laporan itu apakah benar tidak profesional atau hanya ketidakpuasan peserta pemilu.
"Profesionalime itu berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai tugas penyelenggara pemilu dan juga dari sisi kecermatan, ketelitian dan ketaatan terhadap prosedur kerja. Itu bagian dari prinsip-prisip profesionalisme penyelenggara pemilu," jelas Ida.
Ida menyebut pengaduan di DKPP itu berbeda dari perkara yang ada di Badan Pengawas Pemilu atau di Mahkamah Kontitusi (MK).
"Harus spesifik, siapa orangnya, kedudukannya di mana, sikap perilaku yang seperti apa, yang dinilai tidak sejalan dengan kode etik penyelenggara pemilu. Jadi harus spesifik menyebut pada orangnya, tidak pertanggungjawaban kontitusinya. Jadi pertanggungjawaban orang perorang," ungkapnya.
Namun menurut Ida, masyarakat Indonesia harus optimis terkait Pemilu Serentak tahun ini. Sebab, jika mengacu data pengaduan ke DKPP, 50 persen banyak yang tidak terbukti dalam pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Artinya, masih ada institusi yang terjaga independensinya.
"Jumlah penyelenggaraan pemilu di Indonesia dari Bapak Ketua KPU (RI) mengatakan, mencapai lebih dari 7 juta orang. Dari 7 juta yang pernah disidangkan di DKPP itu hanya 4.892 orang dari tahun 2012 sampai dengan sekarang (2019)," ujarnya.
Pihaknya juga mengingatkan penyelenggara pemilu agar memperbaiki kinerja, meningkatkan kualitas pelayanannya kepada pemilik hak konstitusional peserta pemilu maupun pemilih.
"Makna data ini, kami ingin katakan bahwa masyarakat Indonesia itu harus optimis pada pemilu tahun 2019. Meskipun ini desain baru, serentak pemilu dengan 5 surat suara. Khalayak ini harus optimis bahwa pemilu kita ini ditangani oleh institusi yang masih terjaga independensinya. Karena banyak yang tidak terbukti," tutup Ida.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebagian besar aduan yang masuk didominasi tentang rekrutmen penyelenggaraan Pemilu.
Baca SelengkapnyaPelanggaran penyelenggara Pemilu itu terjadi saat non tahanan masa Pemilu dan Pilkada.
Baca SelengkapnyaPelanggaran mulai dari pelanggaran tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dan non-Pemilu.
Baca SelengkapnyaKetua DKPP Heddy Lugito mengungkapkan, Rakor ini diadakan untuk membangun pemahaman yang sama tentang implementasi Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP)
Baca SelengkapnyaJumlah ini meningkat tajam dibandingkan tahun lalu hanya 300-an kasus.
Baca SelengkapnyaHal ini dikarenakan penanganan kasus ini mencerminkan upaya untuk mempertahankan integritas Pemilu
Baca SelengkapnyaSebanyak 21 dugaan tindak pidana Pemilu di seluruh Indonesia dilimpahkan ke Polri. Kasus itu merupakan bagian dari 114 laporan yang diterima Bawaslu.
Baca SelengkapnyaUntuk badan peradilan lainnya, Peradilan TUN 56 laporan, Tipikor 54 laporan, PHI 14 laporan, Peradilan Militer 8 laporan dan Niaga 36 laporan.
Baca SelengkapnyaNawawi menyebut, dari 5.079 laporan yang diterima, ada sebanyak 690 laporan yang tidak dapat ditindaklanjuti.
Baca SelengkapnyaDari 62 laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diterima Dewas KPK, sebanyak enam laporan telah ditindaklanjuti karena bukti atau alasan yang cukup.
Baca SelengkapnyaPelaporan dilakukan kuasa hukum Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan ke DKPP pada Selasa (15/8).
Baca SelengkapnyaHal ini juga berpotensi membuat masyarakat menghakimi orang-orang atau yang belum tentu bersalah.
Baca Selengkapnya