DPR Harap Pemerintah-Pelaku Industri Bereskan Masalah Minyak Goreng Jelang Ramadan
Merdeka.com - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng yang belum selesai hingga saat ini. Dia menilai belum ada penyelesaian konkret terhadap masalah tersebut.
"Kelangkaan minyak goreng masih terus berlanjut di berbagai daerah dan bahkan di Jakarta. Sementara harga di pasaran, masih jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan," ujar dia di Jakarta, Senin (7/3). Seperti dilansir Antara.
Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan butuh sedikit di atas 5 juta ton per tahun untuk minyak goreng, tetapi pasokan minyak tetap tidak bisa terpenuhi. Bahkan bila ditambahkan dengan kebutuhan CPO untuk program B30 yang mencapai sekitar 9 juta ton, produksinya masih sangat aman.
-
Bagaimana Kemendag dorong pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Siapa yang mendampingi Mendag saat pertemuan? Dalam kesempatan tersebut, Mendag didampingi Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Didid Noordiatmoko.
-
Kenapa pertemuan ini penting bagi Kemendag? “Saya harap kita dapat berkolaborasi, mengutamakan semangat kebersamaan, serta memberikan arahan yang jelas melalui pembahasan solusi nyata dan konkret untuk mendorong beberapa inisiatif dan kerja sama yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di kedua kawasan,“
-
Kenapa Kemendag perlu berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau? Lebih lanjut Mendag menjelaskan, Kemendag juga akan berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau agar industri tembakau melakukan program kemitraan dengan petani.
-
Dimana Kemendag genjot pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Kenapa Kemendag genjot potensi pasar minyak goreng? 'Kunjungan lapangan tersebut menghasilkan tawaran kerja sama di bidang industri pengemasan minyak goreng Indonesia. Industri pengemasan minyak goreng Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dipasarkan di pasar regional Timur Tengah dan Afrika,' ungkap Syahran.
"Jika pun pengusaha dan eksportir CPO dikenakan kewajiban DMO 30 persen, mereka tetap akan untung karena harga internasional masih sangat tinggi mencapai Rp15.000/kg," jelas dia.
Oleh karena itu dirinya berharap agar Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian serta Kementerian ESDM segera duduk bersama dengan para pemangku kepentingan terkait dan para pelaku industri.
"Semua harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng ini. Terlebih karena kita akan segera memasuki Bulan Puasa yang tentunya akan meningkatkan konsumsi," tutur dia.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal itu sebagai upaya melancarkan alur pendistribusiannya tepat sasaran ke masyarakat.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR meminta Kemenkes sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan untuk lebih melibatkan petani, pekerja.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam mengatakan, kondisi beras yang mahal dan langka
Baca SelengkapnyaBeberapa komoditas yang menjadi perhatian khusus dalam rapat tersebut yaitu minyak goreng dan bawang merah, yang terus mengalami kenaikan harga.
Baca SelengkapnyaRoro sendiri menjadi salah satu yang akan ikut outbound di Magelang.
Baca SelengkapnyaProgram itu diyakini bisa mengurangi dampak perang Iran vs Israel
Baca SelengkapnyaMenko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan Rapat dengan Banggar DPR, Rabu (5/6).
Baca SelengkapnyaPasalnya, beberapa komoditas pokok penting masih dijual di atas HET yang ditetapkan pemerintah, seperti terjadi pada minyak goreng.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, pompanisasi adalah jalan keluar dari persoalan yang dihadapi saat ini.
Baca SelengkapnyaKemendag berutang kepada Aprindo sebesar Rp 344 miliar. Namun, utang gabungan kepada produsen minyak goreng dan pengusaha ritel berjumlah Rp 800 Miliar.
Baca SelengkapnyaKemenkes dianggap tidak menepati janjinya dalam memastikan terciptanya keterlibatan publik dan legislatif secara menyeluruh dalam penyusunan aturan ini.
Baca SelengkapnyaAturan ini telah luput dalam mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan cukai yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca Selengkapnya