Peneliti Epidemiologi Ragukan Klaim Pemerintah Kasus Covid-19 Menurun
Merdeka.com - Sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, namun pemerintah Indonesia belum menampilkan kurva epidemi yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi. Walaupun Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta dalam rapat kabinet pada Rabu (6/5), untuk seluruh menteri dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 bekerja keras untuk menurunkan kurva kasus infeksi coronavirus pada bulan ini dengan cara apa pun.
Namun, Manager Grup Epidemiologi Spasial, Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar menayangkan alat visualisasi standar, sekaligus paling populer, untuk menjelaskan situasi perlambatan kurva epidemiologis (kurva epidemi). Belum dilakukan pemerintah, padahal kurva ini biasa digunakan untuk menjelaskan perjalanan pandemi, menentukan sumber, kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir pandemi, serta mengevaluasi efektifitas tindakan pengendalian.
"Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi. Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru Covid-19 cukup meragukan. Untuk mengendalikan penyebaran COVID di Indonesia," terang Iqbal pada keterangan tertulis yang diterima merdeka.com, Jumat (8/5).
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Kapan gelombang puncak Covid-19 di Indonesia? Data Satgas Penanganan Covid-19 mencatat ada dua kali gelombang puncak yang menghantam Indonesia selama kurun 3 tahun terakhir ini.Gelombang pertama pada 15 Juli 2021 akibat varian Delta dengan rata-rata laporan positif harian 16.041 kasus, dan 16 Februari 2022 oleh varian Omicron sebanyak 18.138 kasus.
-
Bagaimana Kemenkes RI memperkuat kesiapsiagaan? Kemenkes berkomitmen untuk mengoptimalkan daftar patogen prioritas ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesiapsiagaan nasional. Salah satu langkah yang diambil adalah memperkuat surveilans rutin, termasuk program ILI (Influenza-like Illness) dan SARI (Severe Acute Respiratory Infections).
Oleh karena itu, Iqbal menyarankan pertama kepada Pemerintah Indonesia untuk segera mengeluarkan kurva epidemi sesuai standar ilmu epidemiologi untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Terlebih, data tersebut sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium. Siap untuk dianalisis.
"Kedua, pemerintah perlu secara terbuka dan transparan menyampaikan data jumlah pemeriksaan PCR dan lamanya waktu pemeriksaan untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota untuk menaikkan kepercayaan publik terhadap kurva epidemi yang akan dikeluarkan pemerintah," imbuhnya.
"Iqbal menambahkan, terakhir pemerintah perlu menggunakan kurva epidemi standar tersebut sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian COVID-19," tambahnya.
Dari ketiga saran tersebut, kata Iqbal, Pemerintah Indonesia telah memilih strategi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Larangan Mudik untuk memutus rantai penularan virus corona.Sesuai Pasal 17 Permenkes No 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah mensyaratkan butuhnya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru.
"Kita semuanya tentu ingin pandemi ini segera berakhir. Kabar baik yang ditunjang dengan alat ukur yang valid, akurat, dan terpercaya, akan memberikan harapan. Hal itulah yang kini mungkin absen di Indonesia," harapnya.
Cara Membuat Kurva Epidemi Covid-19
Iqbal menjelaskan bagaimana caranya membuat kurva tersebut secara umum, kurva epidemi menggambarkan jumlah kasus baru dari waktu ke waktu. Sumbu Y (vertikal) menunjukkan jumlah kasus baru, sedangkan sumbu X (horizontal) mengindikasikan patokan waktu analisis yang terkait dengan jumlah kasus baru. Misalnya, patokan tanggal orang terinfeksi, tanggal orang mulai bergejala, dan tanggal orang diperiksa.
"Jika 100% orang terinfeksi pada suatu hari, kemudian mereka semua diperiksa dan hasilnya diketahui pada hari yang sama, maka frekuensi kasus baru pada hari itu dibandingkan dengan hari sebelumnya menggambarkan laju infeksi harian (daily infection rate) yang sesungguhnya," terangnya.
Lebih jauh, Iqbal mengatakan, jika laju infeksi harian senilai 0,5, itu artinya ada pertambahan kasus baru sebanyak 50% setiap hari. Lalu, Semakin besar laju infeksi harian (semisal 0,9), maka semakin banyak pula kasus baru yang ditemukan dalam sehari dibandingkan waktu sebelumnya (90%). Semakin banyak kasus baru bertambah setiap hari, semakin terjal lereng kurva epidemi menuju puncaknya.
"Sampai 8 Mei 2020, pemerintah hanya menampilkan kurva harian kasus Covid-19. Dari kurva ini sumbu Y menjelaskan tentang jumlah kasus konfirmasi tambahan, sedangkan sumbu X adalah tanggal pelaporan ke publik," ujarnya.
Dia menilai kurva harian kasus Covid-19 yang ditampilkan pemerintah sampai saat ini bukanlah kurva epidemi Covid-19. Menurutnya, Jumlah kasus konfirmasi tambahan tidak sama artinya dengan jumlah kasus baru, angka jumlah kasus harian yang dilaporkan tidak bisa menjelaskan laju infeksi harian pada hari sebelumnya.
"Dengan kata lain, turunnya angka kasus harian itu tidak bisa langsung dibaca sebagai turunnya laju infeksi harian. Ada faktor lain yang sangat berpengaruh di situ, yaitu lamanya jarak waktu antara sampel diambil dengan hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan. Sejauh ini publik belum mendapatkan informasi berapa rata-rata waktu pemeriksaan sampel dari 37 laboratorium PCR yang telah difungsikan memeriksa sampel COVID-19," tukasnya.
Tiga Hal Sebelum Baca Kurva Epidemi Covid-19
Sebelumnya, Iqbal menghimbau ada tiga hal yang harus dicermati bila ingin memahami pembacaan kurva epidemi. Pertama sumbu Y terkait dengan jumlah kasus baru, maka jumlah orang yang diperiksa perlu diketahui
Sebelumnya, memang tidak akan ada orang yang tahu seberapa banyak sesungguhnya orang yang terinfeksi. Sehingga semakin banyak pemeriksaan terhadap orang yang berisiko tertular Covid-19, maka semakin baik kurva epidemi menjelaskan realitas yang sedang terjadi.
"Contohnya, saya jelaskan Vietnam, negara berkembang di Asia Tenggara yang mengklaim sukses mengendalikan penularan Covid-19. Negara ini memeriksa 2.2 orang per 1.000 penduduk dengan PCR, sedangkan Indonesia memeriksa 0,2 orang per 1.000 penduduk. Cakupan pemeriksaan Vietnam 10 kali lipat dari Indonesia, sehingga klaim penurunan kasus baru di Vietnam lebih meyakinkan karena mereka memeriksa lebih banyak orang yang berisiko," terangnya.
"Maka dari sekitar 8.000 orang yang diperiksa, Vietnam menemukan 1 kasus positif COVID-19. Sedangkan Indonesia, dari 7 orang diperiksa, 1 kasus positif langsung ditemukan," lanjutnya.
Kemudian kedua tentang sumbu X, Iqbal mengatakan bahwa kurva epidemi terkait dengan patokan waktu analisis. Idealnya, untuk Covid-19 dengan kurva epidemi menggunakan patokan tanggal orang terinfeksi, bukan tanggal mulai bergejala, apalagi tanggal kasus dilaporkan oleh otoritas.
Iqbal mencontohkan hasil penyelidikan epidemiologi yang baik adalah ketika Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menelusuri kasus terkonfirmasi COVID-19 pertama di Indonesia. Kasus nomor 1 muncul setelah dia dan sekitar 50 orang berdansa dalam satu ruangan dengan warga negara Jepang (yang belakangan diketahui positif COVID-19) pada tanggal 14 Februari 2020.
"Kita tahu, penelusuran Kemenkes menunjukkan pasien nomor 1 mulai bergejala pada 15 Februari, masuk rumah sakit 27 Februari, diambil sampelnya 1 Maret dan dilaporkan positif 2 Maret. Ada selang waktu 18 hari antara tanggal kemungkinan tertular dan tanggal kasus dilaporkan positif," kata Iqbal.
Ketiga, Iqbal menegaskan bahwa kurva epidemi itu sifatnya spesifik untuk satu lokasi. Mekanisme interaksi antara virus, manusia dan lingkungan untuk setiap wilayah bersifat unik. Sehingga kurva epidemi suatu wilayah tidak berlaku untuk wilayah lainnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tren peningkatan laju kasus Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaInformasi Jokowi terima dari Menkes, kasus Covid-19 masih dalam kondisi yang baik meski memang ada kenaikan.
Baca SelengkapnyaBudi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaData itu terungkap setelah Pemprov Jakarta memiliki alat lengkap.
Baca Selengkapnyamengonfirmasi tren kasus mingguan Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.
Baca SelengkapnyaImbauan ini untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaAdapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Baca SelengkapnyaKemenkes juga melaporkan kasus Covid-19 terkonfirmasi per 12 Desember 2023 mencapai 6.815.576 kasus atau bertambah sekitar 298 pasien dalam sepekan terakhir.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca SelengkapnyaTerjadi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca Selengkapnya