Ini Pendapat Pakar soal Pemicu Konflik di Wadas
Merdeka.com - Kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai masih menerapkan pola top down atau dari atas ke bawah. Kebijakan model ini tidak banyak melibatkan masyarakat, sehingga memicu konflik seperti yang terjadi di Wadas, Purworejo.
Pakar hukum Institute for Democracy and Welfarism Retna Susanti dalam Seminar bertajuk "Kesejahteraan Masyarakat yang Menyejahterakan Lingkungan Hidup" dengan pembahasan permasalahan sosial di Bener, Purworejo, Jawa Tengah, menilai masyarakat harus menerima tiap kebijakan yang dibuat pemerintah.
"Kebijakan yang ada masih top down, masyarakat harus menerima. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam proyek pemerintah," kata Retna di UC UGM, Sabtu (19/3).
-
Bagaimana konflik vertikal di masyarakat bisa terjadi? Konflik vertikal di masyarakat mencerminkan dinamika kekuasaan dan ketidaksetaraan yang melekat dalam struktur sosial.
-
Apa yang dimaksud dengan konflik vertikal? Konflik vertikal mengacu pada bentuk konflik atau pertentangan yang terjadi antara tingkatan atau lapisan yang berbeda dalam struktur organisasi atau masyarakat.
-
Kenapa kesenjangan terjadi di masyarakat? Kesenjangan dalam masyarakat bisa terjadi akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
-
Bagaimana kehidupan warga di pemukiman padat? Saat memasuki area perkampungan lebih dalam, kehidupan warganya pun masih begitu terasa.
-
Apa yang terjadi dengan Desa Wonorejo? Di Kalimantan Selatan, ada sebuah desa yang kini telah hilang. Dulu desa itu bernama Wonorejo. Desa tersebut dulunya ditempati oleh orang-orang transmigran yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
-
Bagaimana KWI mengelola pembangunan? Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Marthen Jenarut menyampaikan, bahwa gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai prinsip berkelanjutan.
Selain tidak adanya partisipasi masyarakat, kata Retna, pemerintah juga kurang memiliki keterbukaan informasi publik. Hal ini juga memicu konflik di Wadas, Purworejo. Warga tidak banyak mendapatkan informasi terkait proyek Bendungan Bener.
"Mengapa ini tidak terbuka, kami juga tidak tahu alasannya," tegas Retna.
Kurangi Kebijakan Birokratis
Retna menilai jika mengacu pada hukum kebijakan publik, semestinya pemerintah melaksanakan sosialisasi dan dialog dengan warga yang menjadi korban. Informasi harus diberikan secara terbuka agar masyarakat paham. Ketika ada sumbatan informasi dan komunikasi, pasti akan ada konflik dengan masyarakat.
"Dalam negara demokrasi, mestinya ada partisipasi masyarakat. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik harus didorong karena mereka yang merasakan dampaknya," ungkap Retna.
Menurutnya, pemerintah harus mengurangi kebijakan yang bersifat birokratis dan penyelesaian dengan pendekatan ekonomi. Pemerintah harus melibatkan masyarakat dan terbuka. Dialog dengan pendekatan sosial, budaya harus dilakukan.
"Kebijakan apa pun yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi tanah di Jawa, harus tetap libatkan masyarakat. Mereka harus diberikan kompensasi yang seimbang," papar Retna.
Bukan Hanya Persoalan Warga Wadas
Selain Retna, seminar ini juga menghadirkan pakar dari UGM sebagai pembicara, seperti peneliti dan dosen Fisipol UGM Hakimul Ikhwan dan Peneliti Laboratorium Geomorfologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana Fakultas Geografi UGM, Anggri Setiawan.
Hakimul Ikhwan mengatakan, problem di Wadas sebenarnya tidak hanya terkait Desa Wadas, namun terkait lebih lebih luas di kawasan sekitar. Ada proyek Bendungan Bener, kebutuhan air untuk irigasi hingga Pembangunan di Jawa Tengah.
"Wadas ini tidak terisolasi karena penambangan andesit saja, tetapi pembangunan secara umum," ungkap Hakimul.
Hakimul melihat program yang berkelanjutan itu terjadi karena ada dukungan dari masyarakat. PBB juga menekankan agar pembangunan menghindari konflik dengan melakukan pendekatan perdamaian. Di Indonesia harus ada pendekatan partisipatif untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan sosial.
"Saya kira konflik di Wadas ini hanya miskomunikasi. Program tidak diimplementasikan secara cantik sejak 2016, tanpa transparansi," pungkas Hakimul.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Belakangan ini sejumlah peristiwa gejolak kerusuhan kembali terjadi di tanah Papua.
Baca SelengkapnyaTema debat kali ini pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa
Baca SelengkapnyaLuhut menuturkan, dalam berbagai konflik seperti yang terjadi di Rempang, bisa dipastikan ada oknum provokator yang memecah belah masyarakat.
Baca SelengkapnyaAhli Patologi Sosial dari Universitas Indonesia, Ester Jusuf, mengungkapkan, kemiskinan di beberapa wilayah terlihat sengaja dipertahankan.
Baca SelengkapnyaSegala upaya telah dilakukan secara preemtif untuk mencegah terjadi tawuran.
Baca SelengkapnyaViral video kericuhan antara anggota Polresta Padang dengan masyarakat Air Bangis dan Pasaman Barat
Baca SelengkapnyaAda komunikasi tidak berjalan baik antara aparat mengawal proses relokasi dengan warga yang menolak pembangunan Proyek Rempang Eco City.
Baca SelengkapnyaGanjar menceritakan pengalamannya menyelesaikan permasalahan rumah yang berada di tengah jalan di Brebes.
Baca SelengkapnyaAnies menilai, upaya damai perlu dilakukan dalam konflik semacam yang terjadi di Pulau Rempang.
Baca SelengkapnyaKonflik vertikal mengacu pada bentuk konflik atau pertentangan yang terjadi antara tingkatan atau lapisan yang berbeda dalam struktur organisasi atau masyarakat
Baca SelengkapnyaMahfud mengatakan warga Rempang sudah sepakat untuk direlokasi sebelum peristiwa bentrokan
Baca Selengkapnya