Jimly Asshiddiqie Minta Netizen Tak Baper Sikapi Hoaks
Merdeka.com - Cendekiawan Muslim Jimly Asshiddiqie menilai black campaign di masa Pemilu adalah sebuah bagian proses menuju kedewasaan berdemokrasi. Ramainya hoaks beredar, pun disebut sebagai bagian yang harus bijak disikapi tanpa bawa perasaan (baper).
"Di Amerika saja, di abad 21 masih ada yang namanya kampanye hitam itu, apalagi Indonesia? pasti tiap hari. Tinggal kitanya baper enggak?" jelas Jimly saat diskusi di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Senin (1/4).
"Kalau mau sakit hati, ya habis waktu kita," tambah dia.
-
Siapa yang berpendapat dewasa harus bijak dalam media? Yalda T. Uhls, PhD, seorang profesor pendamping asisten di UCLA, memiliki pandangan yang berbeda. Dia berharap orang dewasa lebih memikirkan cara positif untuk menggunakan media dan tidak terlalu keras pada batasan waktu layar.
-
Siapa yang dianggap dewasa oleh netizen? 1 Netizen heboh dengan kedewasaan Anang dan Krisdayanti yang tetap akrab dan cuek dengan masa lalu.
-
Bagaimana reaksi netizen? Postingan ini bikin kehebohan di kalangan netizen, terutama di antara para penggemar dan rekan artis.
-
Bagaimana pengaruh media sosial terhadap Gen Z? Tumbuh dengan media sosial, Generasi Z mengkurasi diri mereka di dunia maya dengan lebih hati-hati dibandingkan generasi sebelumnya, dan mereka cenderung beralih ke tren anonimitas, mengatur feed sosial media secara lebih personal, dan memiliki kehadiran secara online (online presence) yang lebih kecil, meskipun generasi ini sangat rakus mengonsumsi media online.
-
Bagaimana milenial mendidik anak? Gerson menjelaskan bahwa orang tua saat ini lebih cenderung memperkuat perilaku positif daripada menghukum perilaku negatif.
-
Apa reaksi netizen? Melihat sikap Ayu, netizen merasa iba. Banyak yang juga memuji kekuatan hatinya. 'Hebat kamu tuh,' puji seorang netizen di kolom komentar foto Ayu di Instagram. 'Udah diterpa angin kencang masih bisa ketawa dan menjawab pertanyaan wartawan dengan elegan,' lanjutnya.
Jimly mengakui, tingkat peradaban saat ini memang belum matang. Karenanya, dia meminta masyarakat untuk sabar dalam bersikap dari masuknya pengaruh media sosial di era demokrasi.
"Pokoknya medsos banyak iblisnya, tapi jauh lebih banyak malaikatnya tergantung bagaimana kitanya. Enggak usah putus harapan, jalan saja bebas berwacana, ada salah paham enggak apa-apa, medsos ini-kan gejala baru," nilai Jimly.
Ke depan, Jimly menyarankan untuk sejak dini mengajarkan anak didik cara menyampaikan gagasan dan bertukar pikiran. Agar mereka kelak terbiasa berdebat dengan baik dan benar.
"Jadi di Amerika saja itu sedang pusing, karena semua orang bisa mengkritik langsung (lewat medsos). Tapi pokoknya tidak usah baper, generasi ke depan harus diajarkan ke untuk berdebat tukar pikiran," tukas Jimly.
Reporter: Muhammad Radityo
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jimmly menyayangkan aksi premanisme pembubaran diskusi di salah satu hotel di Kemang, Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaPemilu Selesai, Jimly Asshiddiqie: Tokoh Berpengaruh Sebaiknya Mulai Turunkan Suhu
Baca SelengkapnyaSecara pribadi, Jokowi mengaku tak masalah dihina dan diejek.
Baca SelengkapnyaHal ini bisa dilihat langsung di media sosial, banyak yang melakukan framing pihak lawan dengan citra negatif.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menyebut masih banyak media online yang tidak memiliki dewan redaksi.
Baca SelengkapnyaIa menduga, wacana pemakzulan mungkin adalah taktik pengalihan isu atau refleksi kekhawatiran pendukung calon lain akan kekalahan.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaHal ini juga membuat media konvensional memiliki redaksi menjadi terdesak, sebab semua orang dapat melaporkan dan mendapatkan informasi melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo atau Jokowi menyamaikan uneg-unegnya saat berpidato di sidang tahunan MPR/DPR/DPD.
Baca SelengkapnyaBahkan, banyak negara di dunia yang mengalami kekacauan karena tidak bisa menyaring konten hoaks di dunia digital.
Baca SelengkapnyaBerpikir kiritis dan logis mutlak dalam mencerna dan menyimpulkan konten yang tersebar luas di media sosial.
Baca Selengkapnya