Kedai Kopi Es Tak Kie, nuansa khas Tionghoa dan Kolonial Belanda
Merdeka.com - Tak habis dimakan waktu, Kawasan Pecinan Glodok hingga kini masih menghadirkan megahnya Jakarta tempo dulu. Rasa khas Tionghoa kental saat mata mulai tertuju pada nama toko dengan bahasa mandarin pinyin yang tertulis jelas pada setiap deretan toko, entah toko obat, toko kelontong hingga toko manisan.
Tak jauh dari Jalan Pintu Besar Selatan Glodok Jakarta Barat, sebuah gang kecil menyimpan sejarah panjang potret warga keturunan Tionghoa, di sana Kedai Kopi Es Tak Kie yang berdiri sejak 1930.
Awalnya, kedai Kopi Es Tak Kie hanyalah sebuah dagangan kaki lima yang berada di kawasan Petak Sembilan Glodok pada tahun 1927. Sedikit demi sedikit uang terkumpul, Liong Kwie Tjong keturunan Tionghoa pindah ke sebuah gedung berarsitektur Belanda tempat Kedai Kopi Es Tak Kie kini berdiri Jalan Pintu Besar Selatan III No 4.
-
Kenapa Kue Geplak Betawi hampir punah? Sayang, kue ini mulai sulit ditemukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Jangan harap kehadirannya mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional, karena pasti hasil perburuan bakal tetap nihil.
-
Apa kuliner khas yang dijual di warung legendaris ini? Warung legendaris yang hanya menjual nasi sambal dengan lauk tongkol ini tak pernah sepi pembeli.
-
Kenapa jajanan tahun 90-an bikin kangen? Selain rasa, jajanan pada zaman 1990 dibungkus dengan wadah yang sederhana sehingga menarik dan mudah dikenang.
-
Kenapa Toko Gunung Agung tutup? Toko ini ditutup lantaran kerugian operasional semakin membengkak.
-
Kenapa Pabrik Gula Tanjung Tirto ditutup? Namun pada 1 November 1933, Pabrik Gula Tanjung Tirto ditutup dan dilebur dengan Pabrik Gula Bantul.
-
Dimana jajanan tahun 90-an biasa dijual? Hampir semua anak SD tahun 90-an tahu betapa terkenalnya mi instan anak mas dan mi gemez.
Kopi Es Tak Kie ©2016 Merdeka.com/etika
Kini Kedai Es Kopi Tak Kie sudah dikelola oleh generasi ketiga Liong Kwie Tjong. "Saya generasi ketiga, kakek saya Liong Kwie Tjong, ayah saya Liong Tjhun dan saya," ujar Latif Yulus atau kerap disapa Koh Ayauw yang kepalanya mulai dipenuhi uban di sudut tokonya, Jumat (18/3).
Warna putih gading pada tembok gedung, model kursi yang simpel serta desiran angin dari kipas angin memberikan nuasa kopitiam sembari menyeruput kopi. Tak hanya warga keturunan, kolonial Belanda pun pernah duduk dibangku-bangku kedai.
"Orang Belanda pernah ngopi di sini. Kebanyakan mereka bukan pejabat. Orang dagang tukang jual dolar," tambah Koh Ayauw.
Kopi Es Tak Kie ©2016 Merdeka.com/etika
Tahun 1970 an hingga 1990-an kedai Kopi Es Tak Kie ini menjadi tempat favorit muda-mudi untuk menghabiskan waktu karena tempatnya yang dekat dengan bioskop 'Gloria'. Namun kini bioskop tersebut sudah tidak ada lagi karena adanya kebakaran. Nama bioskop tersebut kini diabadikan menjadi nama gang tempat kedai Kopi Es Tak Kie berdiri, gang Gloria. "Depan dulunya bioskop Gloria. Disebutnya gang gloria. Habis nonton ke sini," papar Koh Ayauw.
Nama Tak Kie sendiri, mempunyai arti khusus yakni orang yang bijaksana, orang yang polos apa adanya. "(Cirinya) Seperti perkataannya, penampilannya, biasa saja. Kienya diinget orang," imbuh Koh Ayauw.
Kedai Kopi Es Tak Kie hanya beroprasi pukul 07.00 WIB hingga 14.00 WIB. Tak ada pengunjung menjadi alasan ditutupnya Kedai pada sore hari. "Jaman dulu sampai jam sembilan malam. Dulu masih banyak warganya. Sekarang keadaannya sudah berbeda," imbuhnya.
Menu yang disediakan kedai Kopi Es Tak Kie juga mengalami perubahan. Dahulu setiap pagi kedai ini menawarkan kue-kue seperti kue cambon, bacang, lemper, bakpao isi kacang merah dan bubur kacang hijau dengan jeruk nipis dan jahe. Kini makanan tersebut sudah digantikan dengan makanan yang lebih berat seperti nasi tim, nasi ayam juga bakmi.
Kopi Es Tak Kie ©2016 Merdeka.com/etika
Untuk andalannya sendiri, kedai Kopi Es Tak Kie menyediakan Kopi O, kopi dengan racikan khusus. "Jaman dulu cuma beli jadi. Kakek, ayah beli jadi. Tahun 1974 saya cari sendiri kopi menjadi satu jadi kopi ini," tambah Koh Ayauw.
Kedai ini ternyata memiliki cerita pahit, saat peristiwa G30S PKI, Malari dan huru-hara 1998 kedai terpaksa ditutup. "Keadaannya kacau perekonomian Indonesia. Jangan sekali-sekali ada kajadian lagi," Koh Ayaw berharap. (mdk/war)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di kawasan Kota Tua, terdapat banyak bangunan bersejarah. Salah satu yang paling mencolok adalah Toko Merah.
Baca SelengkapnyaNgopi sambil menikmati suasana klasik Belitung tentu menghadirkan daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Baca SelengkapnyaKatanya, Soe Hok Gie menyatakan perasaannya ke perempuan yang ia kagumi di toko roti ini.
Baca SelengkapnyaIni jadi kedai kopi pertama di Jakarta sejak 1878, bertahan selama 145 tahun.
Baca SelengkapnyaBangunan itu mulai digunakan untuk penggorengan maupun penggulingan kopi pada tahun 1928
Baca SelengkapnyaSalah satu bangunan pernah digunakan sebagai tempat penyekapan oleh tentara Belanda.
Baca SelengkapnyaPabrik Gula Karangsuwung jadi salah satu pabrik tertua di Indonesia
Baca SelengkapnyaSaat masih berjaya, Kwik Djoen Eng memiliki sebuah istana di Salatiga yang kini menjadi salah satu hotel bergaya klasik.
Baca SelengkapnyaMenyesap teh di sini membawa kenangan era 1920-an. Wajib didatangi para pencita teh.
Baca SelengkapnyaToko roti ini sudah ada sejak tahun 1898, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Baca SelengkapnyaKebakaran itu menyebabkan kerugian yang cukup besar, yaitu hampir mencapai 35.000 gulden.
Baca SelengkapnyaPengunjung bisa menikmati sajian lezat di restoran bekas bangunan vihara.
Baca Selengkapnya