Kekeringan landa Gunungkidul, warga gali telaga kumpulkan air bersih
Merdeka.com - Memasuki musim kemarau, kekeringan beberapa bulan belakangan ini terjadi di Gunungkidul, DIY. Akibatnya warga kesulitan untuk mencukupi kebutuhan air bersihnya. Warga bahkan harus rela memanfaatkan sisa air telaga untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Salah satu daerah yang mengalami kekeringan cukup parah membuat warga terpaksa memanfaatkan sisa air telaga ada di Ngricik, Desa Melikan, Kecamatan Rongkop, Gunungkidul. Untuk mendapatkan air bersih, warga harus membuat lubang kecil di Telaga Banten.
Padahal Telaga Banten sudah mulai mengering sejak 2 bulan yang lalu. Telaga yang terletak di perbukitan karst ini sudah tidak ada airnya, tanah retak retak karena hujan sudah tidak turun sejak empat bulan terakhir.
-
Dimana saja di Gunungkidul mengalami kekeringan? Terlebih sebanyak 14 dari 18 kecamatan di sana mengalami kesulitan air bersih.
-
Bagaimana Gunungkidul mengatasi kekeringan? “Anggaran di BPBD masih tersedia sehingga belum meminta tambahan melalui BTT,“ katanya.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Kenapa warga kesulitan air bersih? Kekeringan tahun ini disebabkan oleh fenomena El Nino yang membuat curah hujan sangat rendah.
-
Mengapa warga Desa Gempolrejo kekurangan air bersih? Musim kemarau panjang yang tak kunjung usai membuat krisis air di beberapa daerah di Jateng bertambah parah.
-
Kenapa warga Klaten kekurangan air bersih? Sarmini, salah seorang warga menjelaskan bahwa dampak kekeringan sudah terjadi dua bulan lamanya. Demi memperoleh air bersih, warga harus antre dengan warga lain. Mereka juga harus rela menempuh jarak 1,5 km dari rumah. Air bersih digunakan untuk kebutuhan memasak, mandi, dan mencuci. Setiap harinya ia membutuhkan sekitar 4-6 jeriken air. “Dari air hujan. Pakai tandon. Kalau saat ini kering tandon saya. Untuk air saya ambil di sini. Antre paling kadang setengah sampai satu jam,“ kata Sarmini dikutip dari kanal YouTube Liputan6 pada Senin (7/8).
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada Minggu (16/7), terdapat belasan galian warga di Telaga Banten. Namun sebagian sudah mengering. Hanya ada tiga lubang yang masih ada airnya. Kedalaman lubang ini mencapai 50 cm.
Dari lubang air buatan warga ini, setiap harinya puluhan ember dan jeriken digunakan untuk mengambil air. Tetapi air ini tidak bisa langsung digunakan oleh warga. Perlu diendapkan lebih dahulu agar air menjadi jernih dan layak digunakan.
Salah seorang warga yang mengambil air dari lubang di telaga ini adalah Sukini (56). Sukini menyampaikan bahwa hujan sudah tak turun sejak beberapa bulan terakhir menyebabkan air telaga yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari habis. Tempat penampungan air hujan miliknya juga sudah mengering. Tak ada warga yang menggunakan sumur karena wilayah tersebut berada di perbukitan karst cukup sulit menemukan sumber air dangkal.
"Setiap pagi dan sore biasanya ngambil air di telaga. Pakai jerigen biasanya. Jarak telaga dari rumah 500 meteran. Saya jalan kaki dari rumah ke telaga," jelas Sukini.
Sukini menuturkan bahwa PDAM yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan air bersih tak mampu menjangkau wilayah Sukini tinggal. Padahal pipa air PDAM sudah terpasang.
"Saya juga beli air dari tangki air swasta. Beli Rp 120 ribu untuk kebutuhan sehari-hari. Satu tangki bisa untuk satu minggu. Kalau ambil air di telaga untuk mencuci dan minum ternak," urai Sukini.
Berdasarkan data dari BPBD Gunungkidul, ada tujuh kecamatan yang mengalami kekeringan yakni Panggang, Purwosari, Tepus, Tanjungsari, Paliyan, Rongkop, dan Girisubo. Meliputi 32 desa meliputi 254 padukuhan dengan jumlah Kepalala Keluarga 9.046, dan 45.230 jiwa. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sudah dua bulan, ratusan kepala keluarga di wilayah Desa Sukagalih, Jonggol mengalami krisis air bersih.
Baca SelengkapnyaWarga rela antre untuk mendapatkan air demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka
Baca SelengkapnyaWarga terpaksa mengais kubangan air di sungai demi mencukupi kebutuhan sehari-hari
Baca SelengkapnyaSudah tiga bulan puluhah desa di Ngawi dilanda kekeringan, warga harus berjalan jauh demi mendapatkan air untuk mencuci dan mandi.
Baca SelengkapnyaSudah tiga bulan, ratusan warga Desa Sukagalih, Jonggol, Bogor terpaksa memenuhi kebutuhan air dengan mengandalkan aliran Sungai Cihoe.
Baca SelengkapnyaMereka sudah merasakan dampak kekeringan sejak Mei.
Baca SelengkapnyaSetiap harinya puluhan ibu-ibu di Kecamatan Cikulur, harus berjalan berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sumber air.
Baca SelengkapnyaWarga Desa Prigi di Grobogan, Jawa Tengah, mengalami krisis air bersih akibat kemarau panjang yang membuat sumur mereka mengering.
Baca SelengkapnyaKondisi ini sudah dialami warga selama sebulan terakhir.
Baca SelengkapnyaKondisi musim kemarau yang panjang membuat warga dilanda krisis air bersih.
Baca SelengkapnyaSumber air di tengah hutan itu kondisinya keruh, namun warga tak punya pilihan lain.
Baca SelengkapnyaWarga Desa Sumberkare terpaksa menggunakan air sungai untuk berbagai kebutuhan.
Baca Selengkapnya