Kisah ketekunan menabung 'dokter ban' asal Semarang berbuah panggilan berhaji
Merdeka.com - Bila seorang dokter berangkat menunaikan ibadah haji adalah hal biasa karena penghasilannya yang cukup besar. Namun, bila 'dokter ban' yang berangkat ke Tanah Suci, tentu mengundang kekaguman.
Seperti kisah Safuan Azis. Sehari-hari, Safuan membuka kios tambal ban di rumahnya, Kampung Mangunharjo RT 02/RW II Tugu, Kota Semarang. Setiap hari, lelaki berusia 64 tahun ini melayani puluhan motor yang bannya bocor atau sekadar menambah angin.
"Pagi ini sudah lumayan banyak pelanggan yang mampir kemari. Warga-warga sini seringnya minta tambal ban sama nambah angin," kata Azis, Rabu (25/7).
-
Siapa yang percaya kalau ngantar haji bisa ikut haji? Salah satu pengantar jemaah haji, Samsinar rela menempuh perjalanan sekitar 120 kilometer dari kampung halamannya Desa Rumbia, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Jeneponto ke Asrama Haji Sudiang Makassar.
-
Gimana warga Jeneponto ngantar keluarga berhaji? 'Keluarga rela menunggu sampai (jemaah haji) berangkat. Iya, ada budaya dan tradisi mengharumkan nama keluarga, ini keluarga besar,' tuturnya.
-
Siapa yang mengingatkan keluarga jemaah haji? Sementara itu, Kepala PPIH Daker Madinah, Ali Machzumi mendorong keluarga di rumah untuk terus mengingatkan anggota keluarganya yang ada di Madinah maupun yang akan berangkat ke Tanah Suci untuk mengikuti anjuran-anjuran kesehatan.
-
Kenapa warga Jeneponto rela ngantar keluarga berhaji? Tak sedikit masyarakat Jeneponto yang percaya jika mengantar keberangkatan jemaah haji sebanyak lima kali, maka orang tersebut juga bisa berangkat haji beberapa tahun ke depan.
-
Siapa yang menemani Pak Rohmat saat haji? Menjelang keberangkatannya ke tanah suci, Rohmat mengaku bahagia bisa turut berangkat bersama istri dan ratusan jemaah haji asal Blora lainnya.
-
Bagaimana cara orang berhaji? Biasanya, ada serangkaian acara yang dilakukan menjelang seseorang menunaikan ibadah Haji. Salah satunya yakni momen berpamitan kepada sanak, saudara, hingga orang-orang terdekat.
Setiap hari, penghasilannya tidak menentu. Saat banyak motor yang menambal, dia bisa mendapat Rp 50 ribu sehari.
"Karena melihat saya sudah tua, istri saya minta saya membengkel di depan rumah saja. Biar tidak capek," ujarnya.
Soal kesempatannya mengunjungi Mekkah, dia menceritakan berkat menabung penghasilan dari menambal ban. Azis bersama istrinya, Musharofah, dijadwalkan berangkat ke Tanah Suci Mekkah pada 6 Agustus 2018. Ia terdaftar dalam kloter 70 yang akan terbang pukul 00.00 WIB dari Embarkasih Donohudan, menuju Arab Saudi.
"Persiapannya sekadar membawa pakaian secukupnya lalu dianjurkan tidak bawa makanan banyak-banyak. Yang penting saya sediakan perlengkapan obat-obatan saja buat jaga kesehatan," tuturnya.
Niat untuk mencium Kabah semula terbesit dari hati istrinya. Mula-mula istrinya yang bertahun-tahun bekerja sebagai buruh pabrik dengan tekun menyisihkan gajinya. "Itu saja dia ngumpet-ngumpet. Tidak pernah ngasih tahu kepada saya," kata Azis.
Kemudian sejak 2008, Azis ikut menabung sedikit demi sedikit uang dari hasil menambal ban. Puncaknya terjadi pada medio 2010 silam. Saat itu, rumahnya terkena banjir bandang akibat luapan air dari sungai. "Istri saya nanya, pak wakul (tempat) nasi di kamar ditaruh mana. Saya jawab, masih ada di kamar," akunya.
"Ternyata setelah dibuka isinya uang Rp 50 juta. Dia bilang itu tabungan dari hasil nambal ban dan uang gajinya dulu yang dipakai buat ongkos berangkat haji," sambungnya.
Kemudian dia mendaftar ibadah haji sejak 2011. Uangnya Rp 50 juta dipakai untuk ongkos awal. Untuk sisanya, ia terpaksa menjual motor kesayangannya. Total uangnya terkumpul Rp 36 juta untuk berangkat haji dengan istrinya.
Menurut Azis, dia dan istrinya selalu ikut mengantarkan tetangganya yang berangkat haji. Ternyata tahun ini dia bersyukur mendapat giliran berhaji bersama delapan warga kampungnya.
"Kalau dipikir-pikir penghasilan sama pengeluaran itu minus. Gusti Allah memanggil saya untuk ke Mekkah. Alhamdullilah saya akan berangkat ibadah haji," jelas bapak empat anak ini.
Dia bercerita kala manasik haji, diminta mengenalkan dirinya. Azis sempat minder karena dalam kloternya banyak yang berprofesi sebagai dokter, PNS, pengusaha, dan pekerjaan lain yang 'lebih baik.'
"Ada yang jadi pengawas keuangan DPKAD, dokter sampai pengusaha. Saya dalam hati sempat minder. Begitu diminta ngenalin diri, saya spontan saja bilang kalau saya juga dokter. Bedanya kerjaan saya dokter ban. Saya bilang saya juga bisa nyuntik ban lho tiap nambal ban motor. Semuanya pada tertawa," terangnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di antara mereka, ada seorang nenek berusia 99 tahun yang terlihat semangat untuk menunaikan ibadah haji
Baca SelengkapnyaMenabung sejak 1996, pada tahun 2012 mereka berhasil mendaftar sebagai calon jamaah haji.
Baca SelengkapnyaSang suami rela menggendong sang istri di tengah perjalanan ibadah haji. Aksinya pun banjir pujian.
Baca SelengkapnyaJuru parkir ini membuktikan berangkat haji bisa tak hanya bisa dilakukan oleh orang kaya
Baca SelengkapnyaAbu Bakar Mureh dan istri mendaftar haji pada 2018. Keduanya mendapat prioritas lansia, hingga bisa berangkat tahun ini.
Baca SelengkapnyaIa memiliki tips khusus agar bisa naik haji meskipun penghasilan tak menentu.
Baca SelengkapnyaJemaah haji bahkan diantar kerabat menggunakan puluhan mobil dari Janeponto sampai ke Asrama Haji Sudiang Makassar.
Baca SelengkapnyaAnis sedih, tak bisa berhaji dengan suaminya yang sudah meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaMbah Suhriyeh mengaku tidak mendapatkan banyak uang. Hanya sekitar Rp30-40 ribu perhari saja.
Baca SelengkapnyaMereka memilih untuk berangkat ke Mekkah dengan gowes sepeda.
Baca SelengkapnyaBerkat kisahnya yang viral itu juga, Mak Sombret juga mendapat hadiah umrah gratis.
Baca SelengkapnyaKisah Supartono, pemulung dan tukang becak asal Ponorogo yang berangkat haji tahun ini.
Baca Selengkapnya