Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Komisi I DPR Nilai Omnibus Law Membuka Celah Liberalisasi Industri Pertahanan

Komisi I DPR Nilai Omnibus Law Membuka Celah Liberalisasi Industri Pertahanan Anggota FPKS DPR Sukamta. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta menilai ada celah liberalisasi industri pertahanan dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja. Sukamta mengatakan, celah berbahaya itu terdapat dalam kepemilikan modal dan pengawasan.

Pada Pasal 52 ayat 1 UU Cipta kerja menyebutkan bahwa kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki badan usaha milik negara (BUMN) dan atau badan usaha dalam negeri. Menurut Sukamta dengan pasal itu membuka pihak swasta masuk ke industri alat utama.

"Undang-undang Omnibus Law ini mengubah lanskap industri pertahanan Indonesia. Sebelumnya dalam UU nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pasal 11 disebutkan bahwa Industri alat utama hanya pemerintah yang menugaskan kepada BUMN pertahanan sebagai pemandu utama untuk memproduksi industri alat utama. Namun, kini pihak swasta bisa masuk ke industri alat utama. Permasalahan kemudian muncul ketika sebuah industri strategis bisa dikuasai oleh pihak swasta. Modal perusahaan swasta bisa saja berasal dari asing walaupun status perusahaan tersebut merupakan badan usaha dalam negeri," ujar Sukamta dalam siaran pers, Kamis (15/10).

Orang lain juga bertanya?

Sukamta mengatakan, kepemilikan modal krusial karena menyangkut arah, kebijakan usaha, kerahasiaan data terkait produksi alat utama pertahanan dari perusahaan swasta. Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengingatkan supaya tidak dinikmati oleh pihak asing.

"UU Omnibus Law ini jelas akan banyak mengubah Daftar Negatif Investasi (DNI) khususnya dalam hal penanaman modal di bidang alat utama pertahanan. Selama ini, sesuai dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang DNI badan usaha alat utama mensyaratkan 100 persen modal berasal dari dalam negeri. Namun dengan masuknya badan usaha dalam negeri non pemerintah maka bisa jadi tidak harus 100 % modal berasal dari dalam negeri. Jangan sampai niat untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri menjadi liberalisasi industri yang ujung-ujungnya pihak asing yang menikmati," jelasnya.

Sukamta menilai, kondisi perusahaan plat merah di bidang militer masih memprihatinkan. Sebab minim modal, dukungan riset dan pengembangan, minim dukungan penjualan membuat industri pertahanan dalam negeri lesu.

"Liberalisasi yang akan terjadi akibat UU OBL ini membuat BUMN bidang militer sulit berkembang. Saat ini praktis hanya Pindad yang eksis dalam industri alat utama pertahanan. Namun, perkembangan Pindad dalam sektor bisnis terbilang biasa-biasa saja. Tahun 2019 perolehan kontrak baru Rp7,31 triliun yang menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp3.39 triliun dan laba bersih hanya Rp101,07 miliar. Padahal di tahun 2019 anggaran alutsista TNI mencapai Rp11,33 triliun namun dari anggaran tersebut lebih dari 40% dipergunakan untuk membeli alutsista impor," kata Wakil Ketua Fraksi PKS ini.

Sukamta membeberkan ada BUMN bidang militer yang lebih parah kondisinya karena telah melenceng dari tujuan awal didirikan.

"Ada BUMN plat merah dengan core bisnis sesuai niat awal didirikan ialah bahan peledak, malah bisnis sektor militer hanya Rp92,6 miliar artinya kurang dari 5% dari total pendapatan tahun 2018 yang mencapai Rp1,9 triliun. Pendapatan usaha perusahan paling besar berasal dari usaha tambang umum dengan nilai Rp1,16 triliun, konstruksi sebesar Rp518 miliar dan sektor migas Rp 213 miliar. Nama BUMN itu PT Dahana," jelasnya.

Sukamta mengingatkan bahwa dalam konteks bisnis pembukaan peluang swasta dalam bisnis alat utama pertahanan menarik namun perlu diingat bahwa membuka bidang usaha tertutup dan strategis ini ibarat mata pisau. Dia khawatir Omnibus Law ini malah menjadikan pertahanan Indonesia semakin kuat atau sebaliknya tumpul.

"Bab perizinan industri pertahanan kini tidak lagi di bawah Kemenhan. Kemenhan hanya jadi pengawas. Maka, soal izin ini harus ketat, tegas dan terukur. Agar bisa sesuai tujuan yaitu memperkuat pertahanan Indonesia. Jangan sampai liberalisasi industri pertahanan ini membuat ada kekuatan militer tidak resmi diluar institusi militer Indonesia. Kita harus belajar dari pengalaman negara-negara lain yang membebaskan industri pertahanannya. Akibatnya ada kekuatan yang sulit dikendalikan diluar institusi militer negara," pungkasnya.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Prabowo: Kita Tidak Bisa Terus Impor Barang Industri Sepanjang Waktu
Prabowo: Kita Tidak Bisa Terus Impor Barang Industri Sepanjang Waktu

Prabowo menjelaskan, melakukan industrialisasi adalah untuk melindungi sumber daya alam demi kepentingan rakyat.

Baca Selengkapnya
Tak Mau RI Banjir Impor, Kemenperin Minta Pembatasan Barang Jadi Tetap Dilakukan
Tak Mau RI Banjir Impor, Kemenperin Minta Pembatasan Barang Jadi Tetap Dilakukan

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengingatkan dampak melambungnya impor barang jadi ke Indonesia.

Baca Selengkapnya
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global

Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.

Baca Selengkapnya
Aturan Baru soal Impor Barang Elektronik Perkuat Industri Dalam Negeri, Begini Penjelasan Isinya
Aturan Baru soal Impor Barang Elektronik Perkuat Industri Dalam Negeri, Begini Penjelasan Isinya

Jika para importir barang elektronik merek luar negeri telat merespons dengan tidak membuka pabrik di Indonesia, maka harga produknya akan menjadi lebih mahal.

Baca Selengkapnya
Wamendag: Persaingan Buat Industri Domestik Lebih Kompetitif
Wamendag: Persaingan Buat Industri Domestik Lebih Kompetitif

Proteksi terlalu berlebihan terhadap industri domestik yang tidak kompetitif bisa membuat proses negosiasi perjanjian dagang lebih sulit.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Diingatkan Hati-Hati Jalankan Relaksasi Impor, Produsen Dalam Negeri Harus Diutamakan
Pemerintah Diingatkan Hati-Hati Jalankan Relaksasi Impor, Produsen Dalam Negeri Harus Diutamakan

Sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) , Indonesia memang harus mendukung liberalisasi perdagangan.

Baca Selengkapnya
Konglomerat Indonesia Ramai-Ramai Terjun ke Bisnis Smelter, Apa Untung dan Ruginya?
Konglomerat Indonesia Ramai-Ramai Terjun ke Bisnis Smelter, Apa Untung dan Ruginya?

Program hilirisasi ini merupakan kebijakan strategis jangka panjang yang pemerintah Indonesia telah lakukan.

Baca Selengkapnya
Menko Airlangga: Syarat TKDN Jadi Hambatan Proyek Migas Nasional
Menko Airlangga: Syarat TKDN Jadi Hambatan Proyek Migas Nasional

Kebijakan ini dinilai proteksionis dan kadang membuat kekhawatiran bagi pihak luar.

Baca Selengkapnya
Menko Luhut: Ekspansi Bisnis yang Merugi Bukan Korupsi, Saya Tidak Sepakat Mantan Dirut Pertamina Dipenjara
Menko Luhut: Ekspansi Bisnis yang Merugi Bukan Korupsi, Saya Tidak Sepakat Mantan Dirut Pertamina Dipenjara

pemerintah tengah menyusun payung hukum bagi langkah ekspansi BUMN. Salah satunya PT Pertamina (Persero) ke beberapa sumber energi di luar negeri.

Baca Selengkapnya
Daftar Barang Impor Bakal Diperketat Masuk Indonesia, Mulai dari Elektronik Sampai Mainan Anak
Daftar Barang Impor Bakal Diperketat Masuk Indonesia, Mulai dari Elektronik Sampai Mainan Anak

Presiden Jokowi juga telah menegaskan bahwa produk-produk yang dapat diproduksi dalam negeri sebaiknya tidak perlu diimpor.

Baca Selengkapnya
Pengusaha Butuh Aturan Ini agar Industri Petrokimia Tak Lagi Bergantung Impor
Pengusaha Butuh Aturan Ini agar Industri Petrokimia Tak Lagi Bergantung Impor

Hal ini menjadi sebuah semangat untuk memenuhi industri dalam negeri dengan material yang diproduksi secara lokal

Baca Selengkapnya
BUMN Pertahanan: Perang di Beberapa Negara Buka Peluang Bisnis, tapi Rantai Pasok Terganggu
BUMN Pertahanan: Perang di Beberapa Negara Buka Peluang Bisnis, tapi Rantai Pasok Terganggu

Konflik bersenjata di beberapa wilayah dunia turut berpengaruh pada naiknya anggaran pertahanan sejumlah negara dari rata-rata 2 persen menjadi 3 persen.

Baca Selengkapnya