KPI desak Kemenkominfo jalankan putusan MK tertibkan monopoli TV
Merdeka.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan uji materi Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Penyiaran.
Dalam putusan itu, Kemenkominfo dan KPI harus menjalankan secara konsisten amanah UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terutama segera menertibkan praktik-praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang dilakukan oleh perseorangan atau satu badan hukum.
Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan, terkait keputusan MK itu, KPI sudah mendesak Kemkominfo untuk segera melaksanakannya.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Apa saja yang dibatasi? Berdasarkan beberapa sumber, batas usia untuk mobil pribadi di Jakarta diperkirakan akan diterapkan hingga 10 tahun.
-
Siapa yang mengusulkan berdirinya stasiun televisi di Indonesia? Tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari kehadiran TVRI adalah Maladi, seorang mantan penyiar RRI.
-
Kenapa regulasi OTT penting untuk industri seluler? Pasalnya belum ada regulasi yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga sejumlah dampak dikhawatirkan dapat berpotensi merusak kestabilan industri seluler di Indonesia.
-
Bagaimana Kominfo PPI mengelola TV digital di daerah 3T? TVRI diberi tugas membangun infrastruktur untuk memancarkan frekuensi TV digital di wilayah 3T yang sering disebut dengan istilah blank spot itu.
-
Kenapa Menkominfo ingin membuat regulasi khusus untuk kecepatan internet? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan pemerintah memberikan perhatian khusus mengenai kecepatan internet. Menurutnya, kecepatan internet Indonesia masih rendah dengan angka 24,9 Mbps. Angka itu bawah Philipina, Kamboja, dan Laos, menurutnya Indonesia hanya unggul dari Myanmar dan Timor Leste di kawasan Asia Tenggara.
"Pemerintah wajib melaksanakan keputusan MK. Selama ini, masalahnya ada pada implementasi yang lemah dari pemerintah. Tidak ada implementasi atas keputusan MK itu. Ini masalahnya dan ini yang harus dijalankan oleh pemerintah," kata Judha dalam keterangan tertulis, Jumat (6/12).
Judhariksawan mengakui, KPI periode lalu memang gagal melaksanakan amanat UU Penyiaran, sehingga terjadi penguasaan atau pemusatan kepemilikan usaha penyiaran, termasuk penguasaan opini publik, yang berpotensi membatasi dan mengurangi kebebasan warga negara dalam memperoleh informasi.
"KPI saat itu mengeluarkan legal opinion bahwa monopoli kepemilikan, akuisisi, dan korporasi tidak dibenarkan. Tetapi KPI hanya bisa mengeluarkan legal opinion dan tidak bisa sampai ke persoalan persaingan usaha," imbuhnya.
Keputusan MK ini menjawab gugatan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) atas kasus praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi, seperti pada kasus akuisisi EMTK atas Indosiar, padahal EMTK telah memiliki SCTV dan O Channel di satu provinsi yakni DKI Jakarta.
Padahal UU Penyiaran dengan tegas melarang kepemilikan lebih dari satu frekuensi di satu provinsi. UU Penyiaran hanya membolehkan kepemilikan dua frekuensi tetapi di dua provinsi yang berbeda.
Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk segera menelusuri besaran kepemilikan saham lembaga penyiaran swasta, yang telah melakukan praktik monopoli dan pemindahtanganan frekuensi.
Praktik-praktik seperti ini, menurut MK, bukan masalah konstitusi, melainkan karena gagalnya pemerintah menjalankan UU Penyiaran.
Soal sanksi, apakah KPI akan memberi sanksi kepada pihak yang melakukan monopoli frekuensi dan memindahtangankan frekuensi, Judhariksawan mengatakan, pihaknya tidak sampai ke sana.
"Yang pasti kami sudah mengingatkan pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo, untuk mengimplementasikan keputusan MK. Soal sanksi atau pidana, itu menjadi ranah pemerintah," tegas dia.
Namun, Judhariksawan mengatakan, sanksi pidana tidak menjadi pilihan, karena akan bertentangan dengan semangat reformasi dan era kebebasan pers yang berkembang saat ini.
"Pilihannya adalah saksi administrasi dan denda. Seperti di negara lain, ternyata sanksi denda bisa membuat jera dan cukup efektif, karena terkait penghasilan mereka," imbuhnya.
Masalahnya sekarang, kalau KPI mulai memberlakukan sanksi kepada lembaga televisi yang melakukan monopoli dan pemindahtanganan frekuensi, uang denda mau disimpan di mana. "Perlu ada rekening khusus untuk itu," pungkasnya. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut dia, revisi UU Penyiaran merupakan sebuah kewajiban
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaSejumlah pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi menjadi pasal karet
Baca SelengkapnyaKPI mengimbau Lembaga Penyiaran tidak memihak salah satu capres.
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca SelengkapnyaBudi mengatakan, langkah tegas itu dijalankan untuk memberantas praktik judi online di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie Setiadi memblokir akses konten bermuatan pornografi di internet.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaSampai Tanya Puan, Megawati Heran Revisi UU MK Dikebut saat DPR Reses
Baca Selengkapnya