LPSK dan sejumlah negara susun prosedur penanganan saksi dan korban

Merdeka.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mempelopori penyusunan rencana kerja bersama negara di Asia Tenggara, untuk melakukan penanganan dan perlindungan saksi dan korban kejahatan terorisme, perdagangan manusia dan narkoba.

Pertemuan antarlembaga di Kuta, Badung, Bali, tersebut dihadiri oleh perwakilan dari New Zealand, Papua Nugini, Australia, dan beberapa pembicara baik dalam maupun luar negeri.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, peserta saling bertukar pengalaman tentang penanganan saksi dan korban. Kemudian, disusun juga usulan The Rule of Procedure (ROP) dalam penangan saksi dan korban, serta menyusun rencana kerja dua tahunan bagi negara-negara Asian.

"Pertemuan kali ini ada kesepakatan dan pandangan bahwa kejahatan terorisme, perdagangan manusia dan narkoba merupakan kejahatan yang luar biasa dan menjadi ancaman bersama negara-negara di kawasa Asian," ucapnya, Kamis (13/9).

Menurutnya, penanganan tidak cukup hanya dengan menangkap dan menahan pelaku, serta melakukan proses hukum. Saksi dan korban perlu mendapatkan perhatian serius, karena korban yang tidak ditangani dengan baik bisa berubah menjadi pelaku.

Menurut Semendawai, semua negara peserta sidang sepakat bahwa negara-negara di kawasan ini mendapatkan ancaman yang sama juga dari terorisme. Maka untuk itu, Indonesia sebagai negara yang sudah memiliki LPSK mempelopori hal ini.

"Indonesia ini sudah ada semacam AD/ART untuk perlindungan saksi dan korban. Sementara negara lainnya belum ada. Bahkan, untuk perlindungan saksi dan korban, mereka masih berada di bawah kendali institusi seperti Kepolisian, kehakiman atau lembaga independen lainnya," ujarnya.