Mencegah Virus Radikalisme Menyebar di Kampus
Merdeka.com - Virus radikalisme bisa menyasar siapa saja. Bahkan infiltrasi itu telah menyusup ke kalangan intelektual. Penyebaran ideologi kekerasan jika tidak dihentikan akan menimbulkan kekacauan di masa mendatang.
Saat ini penyebaran radikalisme tidak pandang bulu. Lebih berbahaya lagi paham-paham negatif itu sudah masuk ke kampus. Meski mungkin jumlahnya relatif kecil, tapi dampak yang ditimbulkan di kalangan mahasiswa dan masyarakat sangat besar.
"Untuk melawan itu, rektor sebagai penguasa perguruan tinggi di kampus harus berani mengeluarkan kebijakan secara imperatif memiliki nilai sanksi akademis," ujar Pakar Deradikalisasi Suhardi Somomoeljono dalam keterangannya, Minggu (15/9).
-
Siapa yang bisa diserang virus? Virus yang dapat menyerang manusia memang perlu dipahami.
-
Siapa saja yang bisa jadi psikopat? Psikopat bisa jadi adalah seseorang yang kita kenal, seperti anggota keluarga, pasangan, rekan kerja, atau teman.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Siapa target dari diseminasi? Diseminasi merujuk pada proses menyebarkan informasi atau pengetahuan kepada orang banyak atau sekelompok orang tertentu.
-
Siapa yang rentan terkena? Penelitian juga menemukan bahwa sakit kepala cluster dapat bersifat genetik pada 5% orang.
Menurut Suhardi, akar permasalahan radikalisme ini sebenarnya terletak pada kegagalan sebagian masyarakat dalam memahami keberadaan budaya dalam kaitannya dengan agama. Hal itu berakibat secara signifikan menimbulkan perilaku cenderung egoisme dan mementingkan kelompoknya sendiri.
"Belum lagi wawasan kebangsaan dan nasionalisme yang semakin tipis karena tergerus karena masuknya ideologi-ideologi transnasional dari luar negeri," tutur mantan kelompok ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.
"Itulah masalahnya, narasi-narasi intoleransi dan sejenisnya itu mudah menyebar di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Padahal nilai budaya dari doktrin agama itu seharusnya bisa menjadi benteng untuk menangkis serangan radikalisme. Kalau bentengnya rapuh, otomatis akan mudah goyah diserang," jelasnya.
Ia menyarankan, agar dua variabel di atas yaitu budaya dan agama harus segera disinergikan dalam berbagai kebijakan legislasi nasional. Pasalnya, bila tidak pencegahan terhadap dinamika masyarakat yang mengarah pada perilaku intoleransi, akan sulit dilakukan.
Untuk itu, para tokoh agama dan masyarakat juga harus ikut aktif membina masyarakat sesuai porsi dan urgensinya masing-masing. "Spektrum penegakan hukum tidak akan mampu menyelesaikan masalah radikalisme ini. Bahkan untuk meredam pun sangat sulit jika jumlah masyarakat yang berperilaku intoleransi demikian banyaknya," pungkasnya.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pergerakan kelompok itu dicurigai dimotori pihak lama yang sudah dilarang oleh Pemerintah
Baca SelengkapnyaUntuk membentuk ketahanan ideologi masyarakat, salah satunya dengan mendekati dan memberi arahan kepada para takmir masjid.
Baca SelengkapnyaMenjaga generasi muda dari radikalisasi memerlukan pendekatan komprehensif dan sinergi berbagai pihak. Termasuk keluarga, masyarakat, dan negara.
Baca SelengkapnyaPancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi
Baca SelengkapnyaSelain kasus kekerasan, kasus-kasus intoleransi di institusi pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak.
Baca SelengkapnyaIndonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.
Baca SelengkapnyaMusdah menyayangkan jika masih banyak perempuan terjebak doktrin mengharuskan mereka tunduk dan patuh tanpa memiliki hak bertanya atau menolak.
Baca SelengkapnyaMilenial dan Gen Z menyumbang 56,45%, pada peta pemilih di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaNoor Huda berpesan agar masyarakat tidak terpaku pada stereotipe atau subjektivitas yang berlaku di masyarakat.
Baca SelengkapnyaSetiap individu selayaknya bisa menjadi sosok yang menyebarkan kebaikan dan menjaga harmonisasi.
Baca SelengkapnyaSeluruh pihak termasuk pemerintah perlu memperkuat sosialisasi beragam jenis informasi kepada kalangan anak muda
Baca SelengkapnyaAnak-anak harus dilindungi dari ancaman intoleransi, radikalisme dan terorisme
Baca Selengkapnya