Musa, Anak Pemohon Uji Materi Larangan Ganja untuk Kesehatan Meninggal Dunia
Merdeka.com - Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Abraham Todo Napitupulu mengabarkan jika pemohon uji materil pasal pelarangan narkotika untuk pelayanan kesehatan yakni Ibu Dwi Pertiwi baru saja kehilangan putranya, Musa IBN Hassan Pedersen atau yang sering dipanggil Musa. Musa meninggal dunia pada 26 Desember 2020.
Erasmus menyampaikan meninggalnya Musa, karena dirinya telah berjuang 16 tahun hidup dengan kondisi Cerebral Palsy, yakni lumpuh otak yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal.
"Cerita Musa ini menjadi titik awal yang melatarbelakangi pengajuan permohonan uji materil UU Narkotika yang diinisiasi oleh Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan pada 19 November 2020," kata Erasmus pada siaran persnya yang diterima merdeka.com Senin (28/12).
-
Bagaimana Roro Kuning sembuh dari penyakitnya? Berkat tangan dingin Resi Darmo, Roro Kuning berangsur-angsur sembuh.
-
Kapan kemoterapi dianggap sebagai penyembuhan? Penyembuhan, saat kemoterapi berhasil menghancurkan seluruh sel kanker di dalam tubuh maka pengobatan tersebut dianggap sebagai penyembuhan.
-
Bagaimana rasa syukur membantu berhenti merokok? Studi eksperimental lebih lanjut menunjukkan kausalitas. Membangkitkan rasa syukur pada orang dewasa yang merokok secara signifikan mengurangi keinginan mereka untuk merokok, sementara membangkitkan rasa belas kasihan atau kesedihan tidak memiliki efek menguntungkan tersebut.
-
Kenapa teh daun murbei bisa sehat? Dengan mengonsumsi teh daun murbei secara rutin, Anda dapat menikmati alternatif alami untuk menjaga kesehatan sistem peredaran darah dan memperkuat paru-paru.
-
Bagaimana rasa dan penciuman bisa pulih setelah berhenti merokok? Meski demikian, dalam dua minggu setelah berhenti merokok, peningkatan dalam rasa dan penciuman menjadi terlihat.
-
Bagaimana orang Sunda memanfaatkan tumbuhan untuk pengobatan? Mereka kemudian meracik ramuan jamu dengan macam-macam tumbuhan, sesuai kebutuhan tubuhnya.
Erasmus menceritakan bila sakit yang dialami Musa diawali dari penyakit pneumonia yang pernah menyerang Musa saat usianya masih sekitar 40 hari. Namun, karena terdapat kekeliruan dalam pemberian diagnosa dan pengobatannya, penyakit pneumonia tersebut berkembang menjadi meningitis yang menyerang otak.
"Sampai akhirnya pada 26 Desember 2020, Musa menghembuskan napas terakhir setelah kondisi fisiknya menurun karena berjuang melawan sesak napas akibat produksi phlegm (lendir di dalam paru-paru) yang lebih banyak dari biasanya, phlegm ini menghambat asupan oksigen ke dalam paru-paru Musa," katanya.
Walaupun, lanjut Erasmus, pada 2016 saat Musa mendapatkan pengobatan atau terapi menggunakan ganja di Australia dalam satu bulan penuh terapi tersebut cukup membuahkan hasil signifikan untuk perkembangan kondisi kesehatannya. Bahkan, Musa tidak lagi mengalami kejang.
"Dalam waktu tersebut pun ia juga dapat terlepas dari penggunaan obat-obatan dari dokter yang biasa dikonsumsinya. Dalam kondisi ini, menurut Ibu Dwi, Musa dapat lebih mudah mengeluarkan phlegm dari dalam paru-parunya tanpa harus bersusah payah seperti yang terjadi di ujung hayatnya," ungkapnya.
"Namun sayangnya ketika kembali ke Indonesia, Bu Dwi tidak dapat melanjutkan pengobatan dengan ganja tersebut kepada Musa karena UU Narkotika melarang penggunaan Narkotika Golongan I termasuk ganja untuk pelayanan kesehatan," lanjutnya.
Terlebih, Eramus menilai munculnya kasus-kasus pemidanaan terhadap penggunaan ganja untuk kepentingan pengobatan seperti kasus Fidelis yang dipidana pada 2017 karena memberikan pengobatan ganja kepada istrinya yang menderita penyakit langka syringomyelia yang membuat Fidelis ditangkap BNN.
Ia menjelaskan jika risiko seperti Fidelis tak bisa diambil oleh Bu Dwi sehingga pengobatan dengan ganja terhadap Musa terpaksa harus dihentikan.
"Kami merasakan duka yang teramat dalam atas meninggalnya Musa, anak pemberani yang memberikan kami alasan dan semangat untuk terus berjuang. Selamat beristirahat dengan tenang, Musa. Perjuangan-mu tak akan sia-sia," katanya.
UU Narkotika Digugat
Sebelumnya, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Narkotika digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan di antaranya oleh tiga orang ibu yang anaknya menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Langkah mereka menggugat pasal tersebut dengan harapan anak mereka dapat menerima penanganan medis maksimal lewat penggunaan ganja yang masuk dalam narkotika golongan I.
Kuasa Hukum penggugat, Erasmus menyampaikan, ada enam pemohon dalam uji materi pasal narkotika tersebut. Mereka adalah tiga orang ibu sebagai pemohon I, II, dan III, kemudian Rumah Cemara, ICJR, juga LBH Masyarakat.
Gugatan tersebut berangkat dari upaya pengobatan seorang ibu terhadap anaknya yang menderita lumpuh otak. Setelah berbagai usaha, akhirnya si anak dibawa ke Australia dan menjalani terapi ganja.
"Ada perkembangan kesehatan yang signifikan dari anak pemohon I karena terapi ganja di Australia," tutur Erasmus dalam sidang virtual, Rabu (16/12/2020).
Hanya saja, lanjut Erasmus, penggunaan ganja tidak diperbolehkan di Indonesia. Sementara pengobatan harus terus dilakukan dan hasil positifnya sampai ke telinga dua ibu yang anaknya juga mengalami penyakit gangguan otak, juga epilepsi.
"Pemohon dua tidak bisa membawa anaknya ke Australia karena keterbatasan biaya," jelasnya.
Sama halnya dengan pemohon tiga, obat-obatan dari BPJS juga kini tidak bisa diberikan karena terbatasi usia si anak. Ketiga ibu itu hanya bisa bergantung pada pengobatan terapi ganja yang diklaim telah meningkatkan kesehatan salah satu anak penderita lumpuh otak.
"Alasan permohonan uji materi kita ada tiga," ujar Erasmus.
Tanggapan Hakim Saat Sidang Kemarin
Menanggapi uji materi pasal tersebut, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo, memberikan masukan kepada kuasa hukum dan pemohon dalam sidang yang digelar secara virtual itu.
"Pemohon I, II, III, kalau mendalilkan bukti, apa yang bisa memberikan keyakinan terhadap mahkamah bahwa ada relevansinya antara narkotika Golongan I dengan dampak pengobatan anak-anak. Itu juga yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan eksperimen atau empirik. Badan apa yang bisa menyakinkan mahkamah bahwa ini berkorelasi narkotika Golongan I ini dengan ini," tutur Suhartoyo dalam sidang, Rabu (16/12).
Dalam berkas gugatan, lanjutnya, pemohon hanya menguraikan pengalaman pasien setelah menerima pengobatan menggunakan ganja dan dinilai sangat membantu progres kesehatan. Hakim Suhartoyo berharap ada argumentasi yang lebih dalam sehingga pihaknya bisa mempertimbangkan untuk mengabulkan gugatan tersebut.
"Tetapi tarikan daripada norma itu kan pesannya kan jangan sampai ada ketergantungan. Nah, kekhawatiran norma yang tidak boleh ada ketergantungan itu yang merupakan satu kesatuan dengan norma yang khusus untuk ilmu pengetahuan, tidak boleh untuk terapi tapi yang kemudian satu kesatuan berdampak pada adanya ketergantungan," jelas dia.
Suhartoyo menyebut, hakim atau pun pemohon tidak memiliki kapasitas menentukan apakah penggunaan narkotika Golongan I dapat menanggalkan ketergantungan atau pun bisa murni pengobatan. Seyogyanya ada lembaga khusus yang berwenang atas hasil tersebut.
"Nah itu tolong diyakinkan mahkamah melalui bukti atau uraian penjelasan yang bisa meyakinkan kami, bahwa ini bukan pendapat subjektifikasi atau empirik para pemohon yang telah mencoba itu, sehingga berdampak bagus bagi anak-anaknya. Coba dipertimbangkan kembali bagaimana merepresentasikan itu dan meyakinkan mahkamah, bahwa ini bukan pendapat tapi betul-betul ada korelasi antara penggunaan narkotika Golongan I dengan penyakit ini. Ini untuk menegaskan legal standingnya. Tolong dielaborasi kembali," jelas Suhartoyo.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebelumnya, tubuh Panji Petualang mengalami penurunan berat badan lantaran sakit Diabetes yang diidapnya pada pertengahan 2023 lalu.
Baca SelengkapnyaKisah pilu seorang pegawai jaksa, kini alami gangguan jiwa hingga tidur di Masjid. Simak informasi berikut ini.
Baca SelengkapnyaTak ada yang tak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Gus Mus pernah diberhentikan dari PNS karena penyakit yang dideritanya
Baca SelengkapnyaKondisi terkini pria dulu ODGJ yang sempat dirayu Ganjar Pranowo untuk melepaskan kalung rantai seberat 0.5 kwintal di lehernya.
Baca SelengkapnyaKisah pilu dibagikan oleh seorang ibu saat anaknya yang berusia 9 tahun menderita gagal ginjal dan sang suami stroke.
Baca SelengkapnyaPertaruhan yang luar biasa seseorang demi sebuah penemuan antibisa ular paling mematikan bagi seluruh umat manusia.
Baca SelengkapnyaAzis Gagap membawa sang istri yang sedang sakit ke salah satu tempat pengobatan alternatif.
Baca SelengkapnyaSeorang transmigran di Kalimantan berobat menggunakan kulit kayu dari masyarakat Dayak Punan.
Baca Selengkapnya