Nestapa di Karawang, Satu Keluarga Huni Kandang Ayam, Tak Pernah Dibantu Pemerintah
Merdeka.com - Kemiskinan membuat orang tinggal dimana saja untuk bisa bersama keluarga, seperti keluarga Abas Basari (48) warga Desa Gempol, Kecamatan Banyusari, Karawang, harus tinggal di gubuk layaknya kandang ayam supaya tidak tidur di jalanan.
Bersama sang istri bernama Yoyoh (28), dia tidur di dalam sebuah gubuk bambu layaknya kandang ayam yang ukurannya cuma 3X2 meter di atas tanah negara milik PJT II, mereka juga memiliki 3 orang anak. Si sulung Tita Solihah (6) di, adiknya Hamdan sakuron (4) dan si bungsu masih balita Ahmad Rifai (1,5).
Abas Basari, Pria yang sehari-hari mencari rezeki dengan mengayuh becak ini harus berjuang keras untuk keluarganya, untuk bisa membawa makanan atau uang buat menghidupi istri dan tiga anaknya supaya bisa makan.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
-
Bagaimana kondisi rumah Yos? Terhimpit di Rumah Sempit Tidur Bergiliran di Rumah Suaminya bahkan tak kebagian tempat tidur. Saban malam tidur di luar, bergulat dengan dinginnya angin malam.
-
Siapa yang tinggal di kolong rumah? 'Biasanya suara itu terdengar larut malam, dan kami mengira itu hanya hewan yang berada di kolong rumah,' ungkap Ricardo Silva, menantu pemilik rumah tersebut. 'Suara-suara itu mirip ketukan, seperti saat istri saya berjalan, dan terdengar seperti suara balasan dari bawah rumah, sehingga dia berkata, 'kamu tahu ada yang salah'.'
-
Siapa yang tinggal di rumah itu? Salah seorang penghuni bernama Rasya memiliki pengalaman tersendiri tinggal di rumah yang berdampingan dengan area kuburan.
-
Dimana keluarga ini tinggal? Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya. Jalan berliku harus dilalui untuk sampai di rumah Kasimin. Perjalanan kemudian harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tebing.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
"Sehari-hari mengayuh becak di pasar, penghasilan tidak menentu," kata Abas, Selasa (10/9) saat ditemui di tempat tinggalnya.
Abas menceritakan, penghasilannya sebagai tukang becak sangat memprihatinkan. Bahkan kadang, Dia pulang tanpa membawa uang sepeserpun maka tak bisa makan dan hanya makanan sisa buat anak-anaknya.
"Kalau tidak membawa uang untuk beli makanan anak-anak tidak makan," terangnya.
©2019 Merdeka.comKarena kesulitan ekonomi inilah, Abas Basari dan keluarga tak sanggup membangun rumah layak huni. Atau pun menyewa rumah. Karena tak ada tempat tinggal, dia pun meminta ijin pada pengelola tanah negara untuk bisa tinggal dibantaran akses jalan Gembongan untuk tinggal di tanah milik negara dengan membangun sebuah gubuk yang terbuat dari bambu sekelilingnya seperti pagar.
"Baru tinggal tiga bulan, setelah mendapat izin baru membangun," katanya.
Abas dalam membangun gubuk menggunakan bambu-bambu bekas kandang ayam sebagai rumahnya. Dinding terbuat dari sarigsig bambu sekelilingnya tanpa ada kamar.
Kalau malam tiba, Abas dan istri tidur berdempetan dengan ketiga anak mereka di dalam satu ruangan terbuat dari kayu bekas, di gubuk dengan alas kain usang yang kerap dipakai main buat tiga anak-anaknya pada siang hari. Bukan itu saja, mereka pun harus rebahan di tempat yang sama dikala ngantuk. Selembar kain lusuh saja yang melindungi tubuh mereka dari dinginnya tanah dan udara malam. Meskipun begitu, Abas bersama keluarga tak protes dan hanya menerima keadaannya.
"Harus bagaimana lagi, karena faktor ekonomi terpaksa tinggal di tempat seperti layaknya kandang ayam," kata Yoyoh menimpali.
Dari pantauan, gubuk terbuat dari kayu tanpa dinding, tampak helaian kain sebagai penutup untuk mengurangi rasa dingin, perabotan yang ada hanya alat masak dan piring, sendok. Tanpa ada penerangan listrik, memasak juga masih mengandalkan kayu bakar sisa-sisa potongan di luar gubuk.
Satu keluarga ini mengaku tidak pernah tersentuh program pemerintah untuk masyarakat miskin baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
"Tidak pernah dapat bantuan dari pemerintah," lirih Abas.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Yatemi diketahui seringkali mendapat bantuan dari kanan kiri. Seperti apa kisahnya?
Baca SelengkapnyaTak tanggung-tanggung, dia pun hidup dengan dua suami dalam satu atap sekaligus.
Baca SelengkapnyaYadi dan Onih jadi salah satu warga Kota Sukabumi yang hidup dalam garis kemiskinan dan membutuhkan bantuan.
Baca SelengkapnyaTak ada pilihan lain bagi Pak Kasimin selain tinggal di tengah hutan. Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya.
Baca SelengkapnyaRumah milik warga Baduy ini unik dan beda dari yang lain.
Baca SelengkapnyaWalau hidup serba kekurangan, ia tampak selalu tersenyum
Baca SelengkapnyaUntuk bertahan hidup, kakek Samudi hanya melakukan usaha sebisanya yakni dengan berjualan daun singkong.
Baca SelengkapnyaPria ini tinggal di gubuk yang terletak di tengah kebun jati milik seorang warga bersama anaknya.
Baca SelengkapnyaAda banyak cara bagi seseorang untuk hidup tenang dan bahagia. Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh pasangan lansia di Kampung Curug.
Baca SelengkapnyaWarga Kampung Cilawang, Bandung Barat dan Kampung Buyuh Topeng, Majalengka harus minum dari penampungan air hujan.
Baca SelengkapnyaSebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?
Baca Selengkapnya