Pakar UGM Nilai Perlu Adaptasi Manajemen Pencoblosan Pilkada saat Pandemi
Merdeka.com - Epidemiolog UGM dr Riris Andono Ahmad, mengungkapkan bahwa peningkatan mobilitas masyarakat dapat meningkatkan transmisi Covid-19. Riris menerangkan jika ada indikasi potensi peningkatan transmisi jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar saat pandemi Covid-19 belum bisa dikendalikan.
Riris menyarankan apabila Pilkada tetap dilakukan, menurutnya perlu dilakukan sejumlah adaptasi. Adaptasi ini salah satunya dalam bentuk manajemen pencoblosan.
"Kita perlu memperbanyak TPS dan melatih petugas pemilihan. Mereka harus bisa dan mau melakukan penolakan apabila ada pemilih yang melanggar protokol kesehatan, dan atur waktu pencoblosan dengan ketat," ujar Riris dalam Serial Webinar PILKADA 2020 yang diselenggarakan UGM beberapa waktu yang lalu.
-
Bagaimana Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Di mana Pilkada Serentak 2020 diselenggarakan? Berikut adalah daftar provinsi-provinsi yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 tersebut:Sulawesi UtaraSulawesi TengahKalimantan UtaraKalimantan SelatanKalimantan TengahSumatera BaratKepulauan RiauJambiBengkulu
-
Bagaimana cara pemilihan dilakukan di pilkada serentak? Pilkada Serentak menerapkan sistem pemilihan langsung dimana pemilih secara langsung memilih calon kepala daerah dan wakilnya.
-
Kenapa Pilkada 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Apa saja yang dipilih di Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
Riris memaparkan pengalaman sejumlah negara dalam penyelenggaraan pemilihan legislatif ataupun eksekutif di masa pandemi. Sejumlah negara menurutnya mampu mengendalikan pandemi, dilihat dari tidak adanya peningkatan yang signifikan dalam jumlah transmisi pasca pemilihan. Meski demikian, di sejumlah negara, kasus Covid-19 terlihat melonjak tajam.
Salah satu kasus yang ia sebutkan adalah Malaysia, yang di samping Vietnam menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang dinilai cukup berhasil dalam mengendalikan laju transmisi sebelum pemilu yang berlangsung pada 26 September silam. Namun pasca periode kampanye dan pemilihan, terjadi peningkatan kasus secara signifikan.
Riris menilai sejumlah contoh yang dipaparkannya bisa menjadi peringatan bagi Indonesia yang akan menyelenggarakan pemilihan, sementara selama ini pengendalian laju transmisi belum berhasil dilakukan.
"Ketika dilakukan di negara yang sudah sangat efektif melakukan pengendalian, event pemilihan bisa meningkatkan penularan menjadi jauh lebih besar," tutur Riris.
Riris mengungkapkan ada dua titik kritis dari penyelenggaraan Pilkada di Indonesia, yaitu kampanye tradisional yang akan menimbulkan kerumunan, juga disinformasi yang akan meningkatkan ketidakpercayaan publik.
Sementara itu pakar politik dan pemerintahan UGM, Mada Sukmajati, mengungkapkan bahwa perbincangan terkait rencana Pilkada 2020 di media sosial diwarnai nuansa keresahan dan penolakan.
Mada menyebut dari hasil analisis Polgov, dalam rentang waktu Maret hingga Oktober 2020 terdapat 52.734 twit tentang topik penundaan Pilkada. Di samping itu, kata Mada sejumlah lembaga survei mencatat bahwa mayoritas responden menyatakan tidak setuju terhadap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dan memilih opsi penundaan Pilkada.
Mada menerangkan kompleksitas persoalan terkait pemilihan di Indonesia, terutama berkaitan dengan angka partisipasi, di samping masalah-masalah yang selalu muncul dari tahun ke tahun.
"Selain kontestasi, partisipasi adalah unsur yang utama dalam pemilu," tutur Mada.
Mada menjabarkan penyelenggara pemilu perlu terus meyakinkan masyarakat bahwa mereka telah secara optimal menegakkan protokol kesehatan di setiap tahapan.
Mada menambahkan, Pilkada 2020 harus menjadi Pilkada yang sehat dalam semua aspek, baik dalam aspek kesehatan maupun dalam aspek politiknya, dari sisi proses dan hasil.
"Kita harus sadar bahwa dalam konteks politik Pilkada tidak selalu sehat. Ini momentum untuk mendukung Pilkada sehat termasuk dalam pengertian politik," ungkap Mada.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pilkada terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah Pilkada Serentak 2020, yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaMenteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim pelaksanaan Pilkada 2024 mengukir sejarah baru dalam Pemilu di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Nasdem, Saan Mustofa meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) waspada adanya rezim di Pemilu maupun Pilkada.
Baca SelengkapnyaPilkada ini menjadi momen krusial bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan dan kebijakan di daerah masing-masing.
Baca SelengkapnyaKomisi II beralasan Pemilu harus semakin memudahkan dan menyenangkan untuk masyarakat.
Baca SelengkapnyaKPU telah memikirkan metode pengunaan Sirekap secara baik di Pilkada Serentak 2024.
Baca SelengkapnyaKetahui serba-serbi pemilu dan faktor penentu hasilnya.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyinggung etika politik dalam Pemilihan Umum dalam sidang Tahunan MPR/DPR/DPD di depan Jokowi.
Baca SelengkapnyaPilkada 2024 merupakan momen penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Baca SelengkapnyaDalam momen itu Gibran memberikan arahan agar Pilkada Serentak 2024 dapat berjalan dengan baik. Sebab, Pilkada 2024 menjadi pemilihan terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSetiap Pilkada menghadirkan berbagai dinamika politik, mulai dari proses pencalonan, kampanye, hingga hari pemungutan suara.
Baca Selengkapnya"Ini benar-benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat, bahwa demokrasi mundur dan ini tidak boleh terjadi," kata Hamdan Zoelva.
Baca Selengkapnya