Paranoid paham komunis tumbuh membatasi dunia pendidikan
Merdeka.com - Pemberantasan paham-paham komunis di Tanah Air menuai pro dan kontra. Sekalipun Presiden Joko Widodo dengan tegas mengatakan pelaku yang terbukti menyebarkan paham komunisme akan ditindak secara hukum.
Sejumlah akademisi dan aktivis mulai mengkritisi sikap aparat maupun organisasi massa lantaran menghentikan secara paksa diskusi yang diduga mengajarkan paham komunis yang dihelat di area kampus. Aparat juga menyita buku-buku yang diduga bermuatan ajaran komunis.
"Penyitaan adalah pelanggaran atas kebebasan berekspresi dan berpendapat," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa, Jumat (14/5).
-
Mengapa Polri membuat perpustakaan terapung? Semua dilakukan untuk memajukan dan menambah wawasan anak generasi penerus bangsa dalam hal literasi.
-
Bagaimana buku-buku beracun ditemukan? Sejak tahun 2019, tim ini telah menguji ratusan sampul buku untuk mendeteksi keberadaan logam berat dan menyusun daftar judul buku yang berpotensi berbahaya.
-
Apa yang dicuri polisi tersebut? Mengambil kesempatan dalam kesempitan, seorang polisi di Jerman mencuri 180 kilogram keju dari truk yang terbalik karena kecelakaan.
-
Apa yang disita KPK di rumah kader PDIP? Dia melanjutkan, di rumah Mahfud yang berada di perumahan Halim Perdana Kusuma telah disita dua handphone dan uang tunai pecahan Rp 20 ribu senilai Rp 300 juta rupiah
-
Apa saja yang disita saat sidak di Rutan KPK? 'Sidak itu berlangsung pada 28 April 2023 dan berdasarkan berita acara ditemukan antara lain empat buah handphone dan uang tunai sejumlah Rp30 Juta. Selanjutnya bahwa empat buah handphone itu dimusnahkan pada tanggal 9 Mei 2023 atas perintah terperiksa,' beber Albertina.
-
Apa yang dicuri? Pak Sukamto berkata 'Uang itu ada dalam sebuah amplop, tapi sekarang amplop itu isinya kosong. Pasti ada yang mencurinya!'
Menurut Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, kegiatan yang mengajarkan paham-paham komunis harus segera dihentikan dan ditangani secara hukum. Alasan ini didasari kekhawatiran akan adanya reaksi dari masyarakat yang main hakim sendiri.
"Ini kan sudah muncul beberapa fenomena. Baik penggunaan atribut, diskusi, perkumpulan, yang bertemakan komunisme. Ini kalau polisi enggak menyikapi dikhawatirkan masyarakat akan main hakim sendiri," kata Badrodin.
Penanganan ini akan berpacu pada Tap MPRS Nomor XXV/1966 tentang ketetapan pembubaran Partai Komunis Indonesia.
Belakangan, penyebaran paham komunis dinilai tidak hanya marak di ruang-ruang publik melainkan telah menjarah hingga ke dunia pendidikan. Petugas tidak segan-segan merazia buku-buku yang disinyalir berisi ajaran komunis itu. Dunia pendidikan yang seharusnya diberikan kesempatan untuk mengajarkan dan mengkaji banyak hal kepada anak bangsa kini tak diberikan hak.
Padahal tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, pelajar bisa belajar dan menelusuri pemahaman apa saja tanpa harus dibatasi siapa pun. Mempelajari pahaman 'lain' memberikan ilmu baru bagaimana membedakan pahaman yang salah dengan pahaman yang benar.
Sebelumnya, petugas menyita tujuh buku yang diduga mengajarkan paham komunis di sebuah toko swalayan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (11/5). Tujuh buku yang disita tersebut akan dijadikan bahan untuk penyelidikan.
Kapolres Grobogan Ajun Komisaris Besar Indra Darmawan mengaku masih mendalami buku yang diduga berisi ajaran komunis tersebut.
"Masih didalami isi dan maksud buku tersebut," kata dia. Sementara organisasi masyarakat dari Front Pembela Islam (FPI) di tempat berbeda membubarkan diskusi pemikiran Karl Marx, digagas Lembaga Pers Mahasiswa Daun Jati, di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Alasan pembubaran lantaran kegiatan itu dinilai berpotensi memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pemimpin Umum dari LPM Daunjati ISBI Bandung, Mohamad Chandra Irfan, menampik bahwa diskusi pemikiran Karl Max bakal memecahkan NKRI.
"Dari mana PKI-nya? Kami hanya kelas pemikiran Karl Marx. Enggak ada gerakan politik di sini. Karena ini hanya pengetahuan saja," kata Irfan kepada merdeka.com, Rabu (11/5).
Irfan mengatakan, kegiatan Sekolah Marx dengan tema, 'Memahami Seni Lewat Pemikiran Karl Marx', merupakan kegiatan sudah berjalan sejak Februari, dan berakhir Mei 2016. Lingkupnya pun digelar di mimbar kampus.
Irfan melanjutkan, kegiatan 'Sekolah Marx' digelar atas persetujuan pihak kampus ISBI Bandung, di bawah Wakil Rektor I, Benny Yohannes.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Munculnya nama-nama baru dalam buku tersebut, dianggap PBNU sebagai hal menyimpang.
Baca SelengkapnyaPasukan Israel menyita buku pelajaran Palestina dari para siswa yang berada di depan Gerbang Masjid Al-Aqsa.
Baca SelengkapnyaSebagian besar dari mereka ditangkap di daerah Sumatera Barat (Sumbar).
Baca SelengkapnyaDibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan, dikhawatirkan bisa mengganggu kondusivitas kegiatan pendidikan.
Baca SelengkapnyaKetiga terduga teroris ditangkap berinisial BI, ST dan SQ.
Baca SelengkapnyaMomen sekolah para murid SD era 90-an berhasil memantik atensi. Sebuah potret nostalgia beredar di jagat media memperlihatkan alat-alat sekolah di tahun itu.
Baca SelengkapnyaDari monitoring tersebut kemudian akan menjadi catatan dan evaluasi BPIP.
Baca SelengkapnyaSeluruh pihak termasuk pemerintah perlu memperkuat sosialisasi beragam jenis informasi kepada kalangan anak muda
Baca SelengkapnyaSebanyak dua teroris jaringan Anshor Daulah, LHM dan DW yang bekerja sebagai tenaga pendidik di Bima, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditangkap.
Baca SelengkapnyaIndonesia harus kuat dari berbagai upaya destabilisasi gencar dilakukan khususnya dari kelompok dan jaringan teror.
Baca SelengkapnyaMasyarakat dan Pemerintah diharapkan memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap gerakan kelompok terlarang.
Baca SelengkapnyaAl-Zaytun akan dibina oleh Kementerian Agama. Bagaimana nasib para santri? Lalu kemana para guru akan mengajar?
Baca Selengkapnya