Pemerintah Tak Siap Jawab Permohonan, Buruh Minta Hakim Tolak UU Cipta Kerja
Merdeka.com - Sidang Gugatan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memasuki sidang ke empat pada Senin (18/1) lalu. Tim Buruh Menggugat menyayangkan sikap DPR dan Pemerintah yang tidak siap menjawab permohonan penggugat dalam sidang tersebut.
Ketua Tim Buruh Menggugat, Hotma Sitompul sangat menyesalkan pemerintah dan DPR tidak siap menjawab permohonan penggugat. Menurutnya, hal itu sungguh menunjukkan ketidakseriusan DPR dan Pemerintah dalam menangani judicial review Undang Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.
"Kami harap Presiden Joko Widodo menegur wakilnya. Perhatikanlah rakyat kecil. Mudah mudahan ini bisa menggugah hati mereka para pemangku kepentingan penguasa ini," katanya dalam keterangan pers, Rabu (20/1).
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Mengapa DPR mencecar bos PT Timah? Anggota DPR Amin Ak sampai keras mencecar Bos PT Timah terkait kasus korupsi rugikan negara Rp271 triliun melibatkan banyak pengusaha.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Bagaimana DPR menilai proses hukum Kejagung? Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa.
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
Anggota Tim Buruh Menggugat lainnya, Nasep menjelaskan, keterangan pemerintah dan DPR yang disampaikan sudah lewat tenggang waktu. Sebab, di dalam peraturan MK pasal 13 ayat 2 jelas dinyatakan keterangan pemerintah dan DPR itu disampaikan maksimal tujuh hari setelah adanya permohonan di Majelis.
Tim sudah mengajukan dari November 2020. Bahkan dibuat 12 rangkap yang artinya draf permohonan dibagi dua. Satu untuk DPR dan satu untuk pemerintah. Belum lagi situs MK sudah di upload ketika tim mengajukan permohonan.
Sehingga dengan jangka waktu tersebut, tidak ada alasan DPR dan pemerintah tidak siap menyampaikan keterangan. Kalau faktanya tidak siap, berarti ada indikasi untuk mengabaikan permohonan ini.
"Untuk itu, kami menyampaikan kepada majelis hakim untuk tidak menerima pernyataan yang disampaikan pemerintah dan DPR. Karena dalam undang undang MK sendiri sebenarnya keterangan Presiden dan pemerintah itu bersifat fakultatif. Kalau Kita lihat kata katanya dapat bukan wajib," ungkap Nasep.
Atas dasar itu, dalam persidangan, pemerintah atau DPR bisa menyampaikan atau pun bisa juga tidak menyampaikan. Karena sudah melewati tenggat waktu, tim buruh secara tegas memohon agar keterangan nanti yang disampaikan itu ditolak atau paling tidak dinyatakan tidak diterima oleh majelis hakim konstitusi.
"Kami berharap majelis bisa memenuhi rasa keadilan agar jalanya persidangan betul betul mencerminkan fair dan adil," tegasnya.
Advokat hukum perwakilan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani, William Yani mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong para pihak yang tidak menerima Undang Undang Omnibus untuk Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, demi bangsa Indonesia yang lebih besar lagi serta membantu Presiden melawan pandemi,seluruh buruh Indonesia mengikuti himbauan tersebut untuk judicial review.
Namun, kata Willi, Presiden Jokowi harus bisa mengirimkan wakilnya yang tidak bermain main dan serius dalam persidangan di MK. Dia berharap Hakim yang menjadi Ketua MK dalam pimpinan sidang kemarin dapat menolak permintaan Pemerintah dan DPR yang meminta waktu kembali untuk menyampaikan pandangannya.
"Dengan hormat para hakim yang langsung dipimpin ketua MK untuk menunjukkan marwah konstitusi. Tolak keinginan pemerintah dan DPR yang meminta diberi waktu lagi menyampaikan pandangan dan pendapatnya," tegasnya.
Sekjen KSPSI Andi Gani, Hermanto mengatakan, Pemerintah dan DPR tidak serius menanggapi permohonan yang diajukan. Sementara diketahui Undang Undang Cipta Kerja dibuat cepat dan terburu buru. Seharusnya mereka serius menanggapi permohonan tim buruh.
"Buruh mencari jalan yang mulia dengan melakukan judicial review. Dengan demikian pemerintah dan DPR seharusnya siap dalam persidangan ini. Undang udang 11 tahun 2020 ini merupakan hal yang fundamental. Mengubah tatanan yang sebelumnya menjadi tatanan baru. Sementara tatanan baru itu tidak menguntungkan buruh," jelasnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengancam apabila Omnibuslaw tetap terus berjalan tanpa memperhatikan gugatan buruh, aksi besar besaran akan kembali terjadi seperti pada Oktober 2020 lalu.
"Para wakil rakyat dan pemerintah yang memancing rakyat," ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, pada agenda sidang penyampaian pendapat Pemerintah yang diwakili dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, I Ketut Hadi Priatna. Kemudian, dari Kementerian Sekretariat Negara, Budi Setiawati. Dari Kementerian Ketenagakerjaan, Buru. Kemudian, dari Kementerian Hukum dan HAM, Ardiansyah danWawan Zubaidi
"Kami mewakili dari Pemerintah, menyampaikan permohonan untuk penundaan sidang, berhubung kami masih memerlukan waktu yang cukup untuk menyusun keterangan dari Pemerintah atas Permohonan dari Pemohon," kata I Ketut Hadi dalam persidangan.
Ketua Hakim MK, Anwar Usman akhirnya memutuskan untuk menunda persidangan karena Presiden Jokowi belum bisa memberikan jawaban tertulis karena harus mempersiapkan materi dan perlu koordinasi seperti alasan pada Perkara Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tadi.
Oleh karena itu, perkara ini akan ditentukan agenda persidangan di kemudian oleh Kepaniteraan. Tetapi, perlu disampaikan bahwa Mahkamah akan melaksanakan sidang pilkada, ya, terkait dengan PHP pilkada mulai tanggal 26 Januari sampai dengan 24 Maret 2021.
"Ya, mungkin setelah itulah. Nanti tanggal pastinya akan disampaikan oleh Panitera Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Rapat tersebut menghasilkan keputusan setuju atas RUU Pilkada sehingga layak untuk dibawa ke rapat paripurna yang dijadwalkan pada Kamis ini.
Baca SelengkapnyaKeputusan tersebut pun sempat diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi.
Baca Selengkapnya"Sahabat seperjuangan, aksi hari ini tanggal 23 Agustus di DPR RI dan KPU, kita tunda dulu," kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal
Baca SelengkapnyaDPR akan mengkaji usulan tersebut bersama-sama dengan pemerintah.
Baca SelengkapnyaPemerintah tak hadir dalam sidang lanjutan gugatan atas abainya negara dalam pembentukan RUU Masyarakat Adat
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjamin PP Pengupahan sudah tak lagi berlaku setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca SelengkapnyaSeruan mogok nasional digelorakan pada peringatan Hari Buruh Internasional.
Baca SelengkapnyaMasinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi
Baca SelengkapnyaBawaslu akan mengawasi dan memastikan akan ikut serta dalam rapat konsultasi terkait pembahasan revisi PKPU 8 Tahun 2024 di DPR.
Baca SelengkapnyaAliansi Masyarakat Adat Nasional menggugat DPR dan pemerintah ke PTUN karena dianggap abai
Baca SelengkapnyaDalam tuntutannya Partai Buruh mendesak DPR RI untuk tidak melawan dan mengubah keputusan MK Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Baca SelengkapnyaMenurut Abdul, langkah DPR dan Pemerintah menimbulkan masalah serius.
Baca Selengkapnya