Perburuan Harta Karun Sriwijaya
Merdeka.com - Setiap hari ratusan warga berduyun-duyun mendatangi Sungai Pelimbangan di Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Mereka meninggalkan pekerjaannya sebagai petani demi memburu harta karun diduga peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Merdeka.com berkesempatan melihat secara langsung aktivitas warga yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Dari Palembang, merdeka.com menumpangi mobil travel menuju rumah keluarga di Dusun Kuningan, Kecamatan Sungai Menang.
Perjalanan ditempuh selama lima jam dari Palembang. Dusun itu berada di perbatasan antara Kecamatan Sungai Menang dan Cengal. Beberapa desa setelahnya terdapat Desa Sungai Ceper yang dikenal sebagai kampung produksi senjata api rakitan atau ilegal.
-
Siapa penduduk Kampung Melikan? Mayoritas warganya merupakan petani pisang dan penyadap getah pinus.
-
Di mana petani menemukan artefak tersebut? Seorang petani di Spanyol tak sengaja menemukan artefak kuno saat sedang mencabut pohon zaitun di daerah semak di Baena.
-
Bagaimana warga menemukan gundukan tanah itu? Warga Desa Surotrunan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen, dibuat heboh. Sebuah gundukan tanah misterius ditemukan pada salah satu pekarangan milik warga. Gundukan tanah itu lengkap dengan penanda nisan di sisi utara dan selatan. Benar-benar seperti makam baru. Makin anehnya gundukan tanah itu berada bukan di kompleks pemakaman.
-
Dimana warga berlibur? Sejumlah pengunjung tampak meramaikan kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada Kamis (8/2/2024). Libur panjang Isra Mikraj dan Tahun baru Imlek 2024 dimanfaatkan sejumlah warga untuk berekreasi di Monas.
-
Bagaimana warga Desa Muara Enggelam beraktivitas? Di sini, kendaraan roda dua apalagi empat menjadi hal yang langka. Sehari-hari, warga melakukan mobilitas untuk sekolah, bekerja dan beribadah menggunakan perahu kayu bermesin kecil.
-
Apa pekerjaan warga Kampung Jeladri? Mayoritas warga di sana bekerja sebagai petani kopi yang dibayar Rp25 ribu per setengah hari.
Untuk menuju desa itu diperlukan kendaraan yang laik dan fisik yang prima. Sebab, hampir sepanjang jalan menuju Kuningan dari ibukota kabupaten, Kayuagung, jalannya rusak parah.
Puluhan kilometer jalan hanya tanah merah berlobang. Jika berpapasan dengan kendaraan lain atau membelakangi mobil, debu tebal menutupi jalan sehingga mengganggu jarak pandang pengemudi.
Sisi kiri kanan jalan nampak perkebunan sawit dan karet milik perusahaan. Ada juga lahan bekas terbakar yang terlihat nampak baru.
Beruntung, jaringan listrik di Dusun Kuningan dan sekitarnya sudah terpasang, itu pun baru dua tiga tahun terakhir. Sebelumya, mereka menggunakan alat pembangkit listrik tenaga surya untuk penerangan.
Menurut Tador (45), warga Kuningan, jalan menuju desanya awalnya dibangun perusahaan yang beroperasi di sana atas permintaan warga setempat. Meski demikian, jalan itu menjadi akses satu-satunya menghubungkan antar desa dan antar kecamatan di kawasan Pantai Timur OKI.
"Kami bisa melewati jalan ini ketika musim kering saja, kalau musim hujan tidak bisa sama sekali. Siapa nekat melintas pasti kecelakaan atau kendaraannya tak bisa bergerak sama sekali," ungkap Tador kepada merdeka.com beberapa hari lalu.
Sejak dibangun, jalan itu tak pernah diperbaiki, apalagi dilakukan pengaspalan. Mereka hanya mendapati janji politik dari calon bupati saat Pilkada atau calon legislatif ketika pemilu agar mendapatkan suara.
"Janji-janji politik itu tinggal janji saja, berpuluh-puluh tahun kami tidak pernah menikmati jalan cor atau aspal. Untung ada listrik, kalau tidak dusun kami seperti kampung mati," ujarnya.
Keesokan harinya, merdeka.com mendatangi lokasi perburuan emas menggunakan sepeda motor. Lagi-lagi jalan yang dilewati tak kalah buruk dari akses lainnya.
Untuk menghindari debu, gaet memilih jalan pintas melewati kebun karet. Jalan itu jarang digunakan warga sehingga jarang sekali berjumpa dengan pemotor lain. Hanya babi hutan dan monyet yang berkeliaran mencari makan.
Satu jam berlalu, tibalah di Desa Cengal. Di sana istirahat sejenak sekedar memulihkan punggung yang terasa pegal akibat guncangan jalan rusak parah.
Dari Cengal menuju lokasi perburuan cukup jauh, memakan waktu dua jam. Soal jalan, tak kalah buruknya dengan jalan yang dilalui sebelumnya. Jika bernasib sial, ban bocor atau kerusakan mesin tak bisa dihindari.
Sungai Pelimbangan yang menjadi tempat pencarian harta karun berada di rawa-rawa, perbatasan perkebunan sawit perusahaan dan persawahan masyarakat. Untuk menjangkaunya melewati jalan tanah yang dibangun dari bekas normalisasi sungai, ada juga sengaja dibangun perusahaan untuk mengangkut hasil produksinya.
Sepanjang perjalanan dari Desa Pelimbangan menuju Sungai Pelimbangan, banyak ditemukan lahan-lahan bekas terbakar, bahkan masih terdapat sisa api dan asap di lahan gambut. Rumah-rumah walet dibangun di atas persawahan warga.
"Kayaknya kebakaran di sini sudah dibiarkan, helikopter tidak terlihat lagi, mungkin mereka sudah frustasi, api tak kunjung padam," kata guide yang menemani merdeka.com.
Kondisi Lokasi Pencarian Harta Karun
Dua jam perjalanan, tibalah di lokasi perburuan. Ratusan sepeda motor dan mobil terparkir di pinggir jalan. Banyak juga speedboat di ujung kanal menunggu penumpang atau sengaja disewa pemburu harta karun.
Di sungai itu setidaknya ada titik pencarian, diantaranya dua di kanal dan satunya lokasi perburuan baru yakni di rawa-rawa. Perburuan di tempat yang baru dilakukan karena ditemukan tiang-tiang rumah yang disinyalir tempat bermukim masyarakat masa lampau.
"Baru dapat tiang-tiang sama pecahan gerabah, karena kami gali baru setengah meter," ungkap Sukas (50), pemburu harta karun asal Cengal.
Kedatangan merdeka.com di lokasi menjadi pusat perhatian para pemburu emas Sriwijaya. Maklum, mereka heran melihat wajah asing, orang datangan, bukan dari warga sekitar.
"Sejak pencarian ramai diberitakan, kami jadi khawatir, tidak sembarang berkomunikasi dengan orang asing. Apalagi kata polisi gawean ini dilarang undang-undang, kami makin was-was," sambung dia.
Tak banyak bukti harta karun yang ditemui di lokasi. Warga hanya mendapati manik-manik, potongan emas sebesar ujung kuku, pecahan gerabah, tembikar, dan tiang-tiang rumah yang masih tertanam cukup dalam.
Tak ingin kemalaman, merdeka.com beranjak pulang. Baru setengah jam perjalanan, terjadi kebakaran hutan dan lahan ratusan hektare yang berada persis di pinggir jalan dan kanal.
Gaet nekat menerobos asap pekat dan panas dengan jarak pandang tak lebih dari dua meter. Sekitar sepuluh menit terkepung asap, merdeka.com akhirnya bisa kembali menghirup udara sedikit segar sambil menormalkan mata yang perih terpapar asap.
"Wah, kalau kita terkepung asap lima menit lagi saja, kita bisa mati kehabisan oksigen atau sesak. Kalau asapnya masih lama, saya mau nyemplung ke sungai, dari pada mati kena asap," kata gaet seusai selamat dari peristiwa itu.
Baru saja tiba di rumah tempat menginap di Dusun Kuningan, merdeka.com mendengar cerita warga adanya penemuan mayat dengan luka tembak di pipi tembus kepala di ujung kampung. Korban ternyata warga setempat yang pulang dari pasar membeli jengkol.
Kerumunan warga menyaksikan dari dekat kondisi korban yang masih berada di atas motornya dalam posisi roboh ke arah kiri. Terdengar suara histeris dari keluarga korban sambil menggerutu seakan-akan menyesalkan kejadian itu.
"Biasalah tembak menembak begini, kan pistol rakitan banyak, di Sungai Ceper banyak yang bikin senjata. Dulu orang mati pakai pisau, sekarang kena tembak," kata warga setempat.
Keesokan harinya ketika hendak pulang ke Palembang, lagi-lagi menemui rintangan. Kabut asap pekat menutupi jalanan, jarak pandang hanya terlihat kap mobil depan saja. Parahnya kabut asap membuat kendaraan di depan tak kelihatan, tiba-tiba sudah berpapasan di samping mobil.
"Mundur kena, maju kena, kalau jalan tak kelihatan seperti ini bisa-bisa kita masuk sungai," kata sopir travel.
Kondisi udara berangsur normal seiring hari mulai terang di pagi menjelang siang. Meski demikian, merdeka.com harus tetap 'menikmati' berjam-jam hancurnya jalan sebelum tiba di Kayuagung, ibu kota Kabupaten OKI.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal tersebut dilakukan masyarakat lantaran merasa resah karena belakangan sering terjadi aksi maling belakangan ini.
Baca SelengkapnyaAnak-anak di Kampung Pasir Gudang tidak bermain gadget saat mengisi waktu luang, melainkan mencari belut di sawah.
Baca SelengkapnyaSalah satu tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca SelengkapnyaDi sini tidak banyak pilihan untuk dimakan selain daun-daunan dan kacang-kacangan dari hutan.
Baca SelengkapnyaRumah di kampung miliader yang ada di Jawa Tengah ini tampak mewah.
Baca Selengkapnya"Sumur-sumur sudah mengering, sehingga warga hanya bisa mendapatkan air dari dasar sungai,” Sunardi.
Baca SelengkapnyaKegiatan ini juga bertujuan untuk membersihkan endapan yang menumpuk di dasar kolam.
Baca SelengkapnyaJarak kampung itu menuju pusat desa mencapai 5-6 kilometer
Baca SelengkapnyaMereka tidak menuju pusat keramaian kota, melainkan mendatangi hutan bersama keluarga untuk melakukan beberapa kegiatan.
Baca SelengkapnyaRibuan masyarakat datang memenuhi pelabuhan demi merasakan sensasi naik perahu bersama-sama.
Baca SelengkapnyaPeninggalan masa Kerajaan Sriwijaya berupa kawasan permukiman sekaligus barang-barang yang digunakan manusia pada saat itu.
Baca Selengkapnya