Pidato soal Pancasila, Bung Karno tunjukkan bukan boneka Jepang
Merdeka.com - Nama Pancasila, timbul begitu saja dalam lamunan Soekarno saat berdiam di bawah sebuah pohon yang tertanam di halaman rumahnya. Buah pikiran itu pun harus dia ungkapkan di hadapan peserta sidang umum Dokuritsu Junbi Cosakai, atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tepat pukul 09.00 WIB, Soekarno pun beranjak dari tempat duduknya. Dari atas podium yang terbuat dari marmer, dengan lantang Bung Karno memaparkan buah pikirannya selama berjam-jam.
Bukan Deklarasi Kemerdekaan Amerika, bukan pula Manifesto Komunis. Bahkan Bung Karno juga menolak pandangan dari bangsa lain, termasuk Jepang.
-
Di mana Bung Karno dilahirkan? Tiga tahun pasca kelahiran Soekarmini, pada 6 Juni 1901 Srimben melahirkan Soekarno di sebuah rumah sederhana di sekitar Makam Belanda kampung Pandean III Surabaya.
-
Bagaimana patung Bung Karno diresmikan? Pada Rabu (23/8) patung Bung Karno diresmikan di Omah Petroek. Peresmiannya dihadiri tokoh-tokoh penting di antaranya Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo.Di sela-sela mereka, juga tampak budayawan Romo Shindu selaku pemilik tempat.
-
Siapa ibu dari Bung Karno? Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menjadi orang hebat salah satunya berkat peran besar sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai.
-
Kapan Bung Karno diasingkan ke Bengkulu? Provinsi Bengkulu pernah menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno selama era sebelum kemerdekaan dalam rentang tahun 1938-1942.
-
Siapa yang menolak cinta Presiden Soekarno? Sosok Irma Ottenhoff Mamahit, Pramugari Cantik Berdarah Minahasa yang Menolak Cinta Presiden Soekarno Perempuan cantik nan jelita yang berprofesi sebagai pramugari di pesawat kepresidenan ini menolak rasa cinta Presiden pertama Indonesia.
-
Siapa pemilik rumah pengasingan Bung Karno? Ternyata, rumah megah bercat putih itu milik seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang bernama Tjang Tjeng Kwat.
Dengan berapi-api, Bung Karno menyebut lima pemikiran, yakni Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Marhaenisme Indonesia tidak dapat disamakan dengan konsep bangsa lain. Dari tahun ke tahun aku pertimbangkan dalam pikiranku," berdasarkan 'Soekarno: An Autobiography' karya Cindy Adams.
Di muka sidang, Bung Karno menjelaskan kelimanya dengan berapi-api. Pidato itu membuat semua orang terdiam, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar-putar.
"Air mata berlinangan di mata saudara-saudaraku anggota Badan Penyelidik itu."
Topik pilihan: Hari Pancasila | Bung Karno | Sejarah Indonesia
Setelah panjang lebar menjelaskan satu per satu isi dari buah pikirannya, Soekarno lantas menjelaskan alasannya membuat lima dasar. Di hadapan peserta sidang, Bung Karno mengaku suka terhadap sestau yang simbolik, ia pun menjelaskannya sesuai dengan simbol.
"Rukun Islam ada lima. Jari kita ada lima setangan. Kita mempunyai pancaindra. Jumlah pahlawan kita Mahabharata, pendawa, juga lima. Sekarang asas-asas dasar mana kita akan mendirikan negara, lima pula bilangannya."
Lalu, dia pun memperkenalkan kata Pancasila. "Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, mala dapatlah aku satu perkataan yang tulen, yaitu perkataan gotongroyong. Gotongroyong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat semua. Prinsip Gotongroyong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara Islam dan yang Kristen, anyata uang Indonesia dan yang non-Indonesia. Inilah saudara-saudara, yang kuusulkan kepada saudara-saudara."
Usai mendengar itu, para hadiri langsung berdiri dari kursinya dan bertepuk tangan. Riuh gemuruh terdengar tepukan tersebut. Tapi tidak semua menyatakan kekagumannya.
"Dari satu bagian dari ruang sidang itu tidak terdengar suara gemuruh. Itulah tempat orang Jepang. Dengan sudut mataku melihat ke balkon yang memanjang ke dinding samping. Di zaman Belanda dulu duduk para pengamat yang penuh kekaguman, tetapi sekarang di sana pulalah orang Jepang itu menunjukkan muka masamnya."
Soekarno yakin, kemarahan itu terjadi bukan tanpa sebab, selama berpidato, Soekarno tidak mengeluarkan satupun kata-kata yang memuji Dai Nippon. Tidak juga pada Tenno Heika.
Ya, Bung Karno tidak ingin tunduk kepada negara asing. Bung Karno juga menyatakan diri sebagai sosok yang anti-monarki. Dia pun yakin, orang Jepang itu tak senang atas pidatonya soal Pancasila.
"Saatnya telah tiba untuk meyakinkan dunia bahwa aku bukan boneka Jepang. Sekalipun di bawah pengawasan polisi rahasia dengan senjata di tangannya, aku tahu apa yang harus kulakukan."
(mdk/tyo)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selama ini, Bung Karno identik dengan PDI Perjuangan.
Baca SelengkapnyaDia menyakini belum ada yang bisa menandingi pemikiran Bung Karno dalam pleidoi Indonesia Menggungat tersebut.
Baca SelengkapnyaHasto juga menyinggung bagaimana di Rangkasbitung ada sosok petani yang berani melawan kolonialisme Belanda.
Baca SelengkapnyaPrabowo: Ada yang Ngaku-Ngaku Seolah Bung Karno Milik Satu Partai
Baca SelengkapnyaKetua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara untuk satu orang atau satu kelompok golongan
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut PDIP tidak pernah mengajarkan bahwa Bung Karno adalah milik salah satu partai saja.
Baca SelengkapnyaPrabowo meminta kepada pihak-pihak yang tidak mau diajak kerja sama untuk tidak mengganggu.
Baca SelengkapnyaPDIP berharap Prabowo bisa melanjutkan jalan trisakti, yakni Indonesia yang berdaulat secara politik.
Baca SelengkapnyaPresiden terpilih RI Prabowo Subianto menyebut, bahwa ada yang selalu mengaku-ngaku bahwa Presiden pertama RI Bung Karno seolah hanya milik satu partai.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya tersanjung Anies Baswedan mengutip ucapan Presiden pertama RI Soekarno.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP, Hasto Kristiyanto merespons ucapan Prabowo terkait cita-cita Soekarno.
Baca SelengkapnyaSindiran itu sebelumnya dilontarkan Prabowo dalam acara Bimtek dan Rakornas PAN di JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/5) malam.
Baca Selengkapnya