Psikolog Forensik Nilai Beban Tugas Anggota Polri Tinggi bisa Picu Masalah Kejiwaan
Merdeka.com - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai bila insiden penembakan dan bunuh diri yang dilakukan anggota Polri Aiptu Slamet Teguh Riyanto bukanlah sebuah masalah keluarga semata.
Menurut Reza, bila dilihat sepintas kejadian tragis yang dilakukan Slamet yang nekat menembak istri dan anaknya, hingga memutuskan mengakhiri hidup dengan bunuh diri seperti permasalahan keluarga
"Tapi mungkinkah sumber masalahnya ada di luar keluarga? Jadi, membunuh lalu bunuh diri merupakan cara untuk 'menyelamatkan' diri dan 'melindungi' keluarga dari sumber masalah tersebut," kata Reza kepada merdeka.com, Kamis (31/12).
-
Siapa yang berisiko tinggi untuk bunuh diri? Sebuah studi menemukan bahwa 38% penderita IED memiliki pikiran untuk bunuh diri (ideasi) dan 17% pernah mencoba bunuh diri. Risiko ini meningkat pada mereka yang dikenal memiliki serangan yang lebih keras dan memiliki lebih dari satu gangguan kesehatan mental.
-
Siapa yang berisiko PPOK? Secara umum, PPOK sering terjadi pada perokok aktif dan pasif.
-
Siapa yang berisiko mengompol? Sekitar 20% anak di berbagai negara mengalami masalah ini. 2. Faktor genetik: Kondisi ini dapat diwariskan dalam keluarga dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan sebelum mereka berusia 9 tahun.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
-
Apa penyebab alami kematian manusia? Kematian karena penyebab alami sangat umum terjadi. Penyebab alami yang dimaksud dalam hal ini adalah segala sesuatu yang bukan merupakan kecelakaan atau hal lain yang dipengaruhi oleh suatu kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau pembunuhan.
-
Kapan dua orang meninggal setiap detik? Angka kematian setiap detik ini menciptakan kesedihan dan duka mendalam bagi keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan.
Atas kejadian tersebut, Reza menyoroti terhadap masalah yang terjadi pada instansi Kepolisian. Ia mengaku pernah menanyakan data jumlah anggota Polri yang tewas karena bunuh diri beserta penyebabnya. Namun, sampai saat ini data tersebut tak kunjung dikantongi.
"Boleh jadi Polri menganggap data semacam itu seperti aib. Jadi harus ditutup. Padahal, jika dibuka, akan tersedia gambaran tentang kesehatan mental personel. Apalagi, silakan di-Google, boleh jadi sayalah yang paling sering angkat suara tentang sisi-sisi manusiawi personel Polri dan bagaimana negara bisa lebih kasih atensi," ungkapnya.
Ia melihat bila pekerjaan sebagai polisi memiliki tingkat stress yang cukup tinggi. Dengan beban kerja, alokasi waktu konstan, pasokan stamina, maupun tarik menarik politik internal maupun eksternal yang terjadi.
"Risiko maut pun tinggi. Per tahun, personel berhadapan dengan insiden maut hampir 200 kali. Itu dalam situasi negara relatif normal. Dengan itu semua, hitung-hitungan di atas kertas, prevalensi masalah kejiwaan di kalangan personel sangat tinggi," jelasnya.
Reza mengilustrasikan jika dibandingkan dengan kalangan sipil tingkat bunuh diri mencapai 13 dari 100.000 orang, sementara di Kepolisian ada 17 dari 100.000 personel. Atas hal itu, ia mendesak agar tewas personel Polri dengan kasus seperti ini jangan dianggap sebagai persoalan individu per individu semata. Institusi Kepolisian tidak boleh berlepas tangan.
Rekomendasi untuk Polri
Oleh sebab itu, ia menyarankan empat point, pertama Revisi UU Kepolisian agar punya pasal-pasal yang lebih berempati pada personel, seperti halnya UU Guru dan Dosen dan kedua Alokasi anggaran diperbesar untuk keperluan pemeliharaan kesehatan mental.
"Ketiga, kerahkan SDM dan Lemdik secara lebih maksimal, keempat Jadikan kesehatan sebagai bagian dari etika dan profesionalisme kerja," sebutnya.
Lebih lanjut, Reza juga turut menanggapi masalah anggota polisi yang dipecat haruslah menjadi perhatian penting. Karena, di tahun 2020 terdapat 129 personel yang telah diberhentikan dari institusi Kepolisian, walaupun itu sebagai wujud akuntabilitas
"Tapi jangan lupa, setelah dipecat, para pecatan itu ke mana? Polri bisa lebih bersih, tapi getahnya pindah ke masyarakat. Jika tidak terpantau, sangat mungkin kondisi para pecatan justru semakin parah sebagai orang bermasalah. Juga sangat mungkin mereka masuk kian dalam ke dunia hitam," ungkapnya.
"Akibatnya, keamanan dan rasa aman khalayak luas terganggu, dan polisi juga yang tambah repot," jelasnya.
Tembakan Aiptu Teguh
Sebelumnya, Anak dan istri Aiptu Slamet Teguh Riyanto masih dirawat di rumah sakit. Sedangkan jasad Aiptu Teguh sudah dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Informasi yang didapat, anak Aiptu Teguh mengalami luka di dada sehingga harus segera mendapatkan perawatan. Sedangkan istri Aiptu Teguh mengalami luka di kaki. Keduanya terluka akibat tembakan.
Salah satu anak Aiptu Teguh yang enggan disebutkan namanya mengaku tidak tahu kronologis peristiwa itu. Karena saat itu dia sedang tidur. Sementara itu, Aiptu Teguh baru saja pulang dinas. "Saya baru bangun tidur, bapak pulang. Kejadian cepet sih," kata salah satu anak Aiptu Teguh ditemui di rumahnya, Rabu (30/12).
Dia kaget ketika mendengar suara tembakan. Spontan dirinya bangun dan menghampiri suara tersebut. Ketika dia melihat di ruang tamu, sudah terlihat darah di lantai. "Saya keluar udah pada berdarah," ucapnya.
Dirinya pun bergegas mencari ambulans untuk membawa adiknya yang terluka di bagian dada menuju rumah sakit. "Saya keluar langsung cari ambulans aja," paparnya.
Adiknya kemudian dibawa ke salah satu rumah sakit di Depok namun langsung dirujuk ke rumah sakit lain. Untuk ibunya sendiri terluka di bagian kaki. "Dibawa ke RS Hermina, terus dirujuk," katanya.
Saat ini kondisinya sudah siuman. 'Sudah membaik, ibu sudah sadar. Saya sempet dengar beberapa kali letusan, itu semua saya baru bangun jadi enggak ngeh berapa kali," ungkapnya.
Informasi dihimpun merdeka.com dari sumber di Kepolisian, Aiptu Slamet Teguh diduga bunuh diri usai melepaskan tembakan ke anak dan istrinya. Saat itu, ia baru saja pulang usai berdinas di Polsek Tebet sekira pukul 11.00 Wib ke rumahnya yang berlokasi di Depok. Setibanya di rumah, mendiang terlibat cek cok dengan istri yang langsung menodongkan senjata.
Namun, aksi almarhum dihalangi anaknya yang berimbas terkena tembakan di bagian kaki dan dada. Sedangkan, istri almarhum tertembak di bagian kaki. Kemudian, almarhum langsung bunuh diri dan tewas di tempat.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Purnomo adalah seorang polisi yang kerap membawa pulang ODGJ untuk dirawat hingga sembuh. Menurutnya, masalah cinta menjadi penyebab paling banyak ODGJ.
Baca SelengkapnyaBahkan, penelitian tersebut mengaitkan kematian 750.000 per tahun akibat bekerja telalu lama.
Baca SelengkapnyaJudi online tidak hanya menghabiskan harta, tetapi juga berpengaruh pada kesehatan jiwa pelakunya.
Baca SelengkapnyaBrigadir RAT Ditemukan Tewas Bunuh Diri, Pengamat: Pembinaan Mental Menjadi Penting untuk Anggota
Baca SelengkapnyaKapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengakui banyak anggotanya yang tugas mengawal pemilu jatuh sakit akibat kelelahan.
Baca SelengkapnyaDari data terbarunya, ada 84 petugas pemilu yang meninggal dunia dengan rincian 71 dari unsur KPU dan 13 dari Bawaslu
Baca SelengkapnyaKementerian Tenaga Kerja mengatakan data BPJS Ketenagakerjaan menunjukan kenaikan jumlah angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Baca SelengkapnyaDampak yang ditimbulkan laka lantas banyak korban menderita luka-luka dan kerugian materi.
Baca SelengkapnyaAdiksi terhadap pornografi serta judi online juga patut diperhatikan.
Baca SelengkapnyaKepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi merinci data petugas pemilu yang meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaSetiap perusahaan pasti memiliki jam kerja tersendiri.
Baca SelengkapnyaBukan hanya sekali, berikut deretan kasus polisi tembak polisi yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia.
Baca Selengkapnya