Sengkarut Aturan Ojol Angkut Penumpang Saat PSBB Bikin Publik Bingung
Merdeka.com - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengkritik kebijakan kontradiktif yang dikeluarkan pemerintah terkait operasional ojek online di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Ia menilai aturan tersebut tumpang tindih dan tidak jelas.
Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Menkes (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 yang melarang ojek online mengangkut penumpang dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 yang mengizinkan ojek online mengangkut barang dan orang selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Sesungguhnya itu ada tumpang tindih aturan, ada ego sektoral masing-masing antara Kemenkes dan Kemenhub," kata Trubus saat dihubungi merdeka.com, Selasa (14/4).
-
Aturan apa yang dicabut tentang masker? Pemerintah Indonesia akhirnya mencabut kebijakan wajib menggunakan masker bagi masyarakat di tempat umum. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
-
Kenapa pakai masker penting? Masker bisa mencegah penyakit-penyakit tersebut karena masker berfungsi sebagai penghalang fisik yang mengurangi kontak langsung antara droplets atau tetesan cairan yang keluar dari mulut dan hidung seseorang dengan orang lain.
-
Bagaimana peraturan tentang APK di angkutan umum? Larangan pemasangan alat kampanye pada angkutan umum tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU Nomor 15 Tahun 2023.
-
Apa itu BPKB? Kebutuhan mendesak di tengah kondisi finansial yang sulit, membuat orang-orang mencari solusi pinjaman dana guna memenuhi kebutuhannya. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah pinjaman dana dengan menggadaikan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor).
-
Kapan sebaiknya menggunakan masker? Gunakan masker ini secara rutin untuk mendapatkan kulit yang cerah.
Dari dua aturan itu, yang paling tepat untuk diterapkan saat ini yakni Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Sebab, Permenkes tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB dan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Trubus kemudian mempertanyakan urgensi Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 dikeluarkan. Ia menilai tidak ada asas manfaat di balik penerbitan aturan itu.
"Ini urgensinya apa? Kemarin malam saya bicara dengan pihak KSP, mereka menjelaskan itu (Permenhub) untuk mengantar dalam PSBB misalnya orang sakit atau apa. Tetapi kok saya rasa urgensinya enggak ada. Kalau aturan itu kan harus ada asas kemanfaatan, kemanfaatannya apa, urgensinya apa, itu enggak bisa jelasin," ujarnya.
Menurut Trubus munculnya dua peraturan kementerian kontradiktif ini membuat kepala daerah, aparat keamanan dan publik bingung. Karena itu, ia menyarankan pemerintah segera meninjau kembali aturan yang sudah dikeluarkan Kementerian Perhubungan. Bila tak dicabut, ia meminta kementerian terkait merevisi isi aturan tersebut.
"Kalau tetap diberlakukan tolong diberi penjelasan di situ. Misalnya hanya berlaku dalam kondisi darurat atau apa," ucapnya.
Trubus menduga, ada tiga alasan di balik penerbitan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020. Pertama, sebagai aturan lanjutan setelah Presiden Joko Widodo menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Kedua terjadi tarik menarik kepentingan pihak swasta dengan pemerintah.
"Pihak swasta berhasil mempengaruhi kebijakan publik, pengambil kebijakan publik. Artinya swasta di situ kan aplikator-aplikator. Aplikator ini siapa? ya mereka-mereka yang punya modal, investor yang setidaknya punya link dengan lingkaran Istana," tuturnya.
"Mereka berhasil mempengaruhi sehingga keluarlah Permenhub yang saling bertentangan karena di situ ada untungnya. Kan itu nantinya harapan aplikator mendapatkan suntikan dana dari adanya dana Rp 405 triliun yang dikucurkan. Jadi harapan ke sana itu ada, karena memang Presiden sempat menjanjikan akan membantu perusahaan aplikator Grab dan Go-Jek itu," sambung Trubus.
Ketiga, pemerintah khawatir bila operasional ojek online dibatasi maka para pengemudi akan melakukan perlawanan. Padahal, kata Trubus, bukan hanya ojek online yang terdampak Covid-19 melainkan hampir seluruh pekerja di Tanah Air.
"Terdampak lainnya kan masih banyak, misalnya fakir miskin, orang jualan makanan bakso, korban PHK, orang-orang terlantar, itu kan harusnya diperhatikan juga," katanya.
Diserahkan ke Pemda
Namun akhirnya, Kementerian Perhubungan menegaskan aturan ojek online (ojol) dibolehkan membawa penumpang tergantung pemerintah daerah diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan menyepakati pengaturan sepeda motor berbasis aplikasi hanya untuk mengangkut barang sesuai Pasal 11 ayat 1c Permenhub Nomor 18 Tahun 2020. Sementara, bunyi pasal 11 ayat 1d yang membolehkan membawa penumpang sesuai protokol kesehatan, kedua kementerian sepakat implementasinya diserahkan kepada pemerintah daerah.
"Disepakati bahwa keputusan implementasinya akan dikembalikan kepada Pemerintah Daerah setelah melakukan kajian terhadap antara lain kebutuhan ekonomi masyarakat, ketersediaan transportasi di daerah tersebut, ketersediaan jaring pengaman sosial, dan lain-lain," ujar Adita dalam keterangannya.
Kemenhub dan Kemenkes telah melakukan rapat koordinasi pada Senin (13/4). Adita mengatakan, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, prinsipnya sama untuk mendukung pencegahan penyebaran Covid-19.
"Penyusunan Peraturan telah melalui koordinasi intensif kedua belah pihak bersama dengan Pemerintah Daerah. Semangat Permenhub 18/2020 pun konsisten dengan upaya pencegahan penularan Covid-19. Permenhub tersebut berfungsi mengatur sektor perhubungan secara terinci untuk melengkapi Permenkes 9/2020, sesuai dengan kewenangannya," ujarnya.
Adita menuturkan, Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 dibuat untuk kebutuhan nasional. Setiap daerah dinilai memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu tetap diakomodir. Dia menyebutkan penerapan Permenhub itu akan dievaluasi dari waktu ke waktu mengikuti dinamika pandemi Covid-19.
"Semua berkoordinasi dengan baik antara Plt Menhub, Menkes dan Gubernur DKI juga dengan Pemda lainnya. Semua saling melengkapi agar pengendalian transportasi dapat turut mencegah penyebaran Covid-19," pungkasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengguna Mass Rapid Transit (MRT) kini dibebaskan untuk tidak menggunakan masker.
Baca SelengkapnyaSurat Edaran Dirjen Perhubungan Udara Nomor SE 5 DJPU Tahun 2024 tentang Penggunaan SatuSehat Health Pass pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri.
Baca SelengkapnyaMeningkatnya kasus cacar monyet atau MPOX di sejumlah negara, BBKK Soekarno-Hatta bersama Angkasa Pura meningkatkan pengawasan penumpang dari luar negeri.
Baca SelengkapnyaPemerintah mengeluarkan SKB tentang pengaturan pembatasan operasional angkutan barang selama libur Lebaran.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan dinilai menimbulkan pro dan kontra, salah satunya terkait penggabungan banyak klaster di dalam satu PP.
Baca SelengkapnyaPenetapan kebijakan itu sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern) oleh WHO.
Baca SelengkapnyaPenggunaan masker di angkutan umum DKI Jakarta kini mulai ditiadakan. Namun jika tengah dalam kondisi kesehatan menurun, maka disarankan tetap tetap menggunakan masker.
Baca SelengkapnyaAlasan Menhub Budi Karya Sumadi melarang penerbangan balon udara di musim mudik lebaran karena bisa mengganggu penerbangan.
Baca SelengkapnyaPentingnya indikator untuk menentukan apakah negara sudah masuk dalam kondisi darurat.
Baca Selengkapnya