SKB 11 Menteri soal Radikalisme Dinilai Mengembalikan Rezim Orde Baru
Merdeka.com - Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid mengkritik surat keputusan bersama (SKB) 11 menteri yang mengatur pencegahan radikalisme di kalangan aparatur sipil negara dengan aduan melalui situs portal aduanasn.id. Sodik melihat SKB 11 menteri itu sebagai gejala menuju orde baru dalam pemerintahan jilid II Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya jadi teringat pegawai negeri zaman orde baru. Nanti jangan jangan, nanti Pemilu pun dilaksanakan di kantornya. Sekarang sudah ada gejala begitu," ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Anggota Komisi II itu mengatakan, semangat reformasi adalah kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan sikap, dan kebebasan sikap politik. Namun dia melihat saat ini hal tersebut mengalami kemunduran.
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Siapa yang DPR minta tindak tegas? Polisi diminta menindak tegas orang tua yang kedapatan mengizinkan anak di bawah umur membawa kendaraan.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Siapa menteri Jokowi yang dipanggil MK? Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
"Ini sesuatu yang harus kita waspadai sebuah kemunduran dari rezim ini menuju ke rezim yang selama ini dengan kata katanya kita gulingkan," kata Sodik.
Dianggap Ganggu Kerja
Dia menilai, dengan ketatnya pengawasan terhadap ASN itu akan mengganggu kerja karena ada pembatasan. Sodik melihat hal tersebut bertentangan dengan reformasi birokrasi.
"Reformasi birokrasi yang ingin kita lakukan itu adalah membuat birokrasi menjadi simpel, mereka lebih profesional tapi mereka juga lebih berani untuk menentukan sikap pendapatnya dalam koridor ASN," kata dia.
Sodik menilai terlalu jauh pemerintah melakukan pencegahan radikalisme di kalangan dengan kelembagaan formal. Seharusnya, kata dia cukup penguatan intelijen.
"Jadi harus dibedakan antara pendekatan formal, pendekatan demokratis penegakan aturan dengan penegakan intelijen, diperkuatlah gerakan-gerakan intelijennya, langkah langkah intelijennya tanpa harus ada dengan pendekatan formal ini yang kemudian masyarakat jadi gaduh dan kemudian itu tadi hak asasi manusia kebebasan berpendapat, kebebasan menentukan hak politik itu menjadi terganggu," jelasnya.
Cegah ASN Terpapar Radikalisme
11 Kementerian dan Lembaga Negara sebelumnya bekerjasama meluncurkan platform portal aduan radikalisme bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) guna mencegah bahaya radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sekretaris KemenPAN-RB Dwi Wahyu Atmaji, keterlibatan BNPT dalam menangkal radikalisme di ASN guna mendapatkan informasi mendalam. Wahyu mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah mengantongi data ASN yang terjangkit radikalisme.
"Saya tekankan ini adalah radikalisme negatif. Paling tidak, BNPT bisa minta crosscheck, data yang ada terima laporan kita cek ke BNPT dan (lembaga) lain," ujar Wahyu usai penandatanganan bersama sejumlah kementerian dan lembaga di Hotel Grand Sahid Jakarta, Selasa (12/11).
Melalui platform ini, masyarakat dapat mengadukan ASN yang diduga terpapar radikalisme, meliputi intoleran, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan menyebabkan disintegrasi bangsa. Jenis pelanggaran yang dapat diadukan masyarakat untuk ASN yang dianggap terpapar radikalisme.
Jenis Pelanggaran ASN Dilaporkan
Berikut ini 11 jenis pelanggaran ASN dapat dilaporkan melalui portal aduanasn.id.
1. Teks, gambar, audio dan video yang memuat ujaran kebencian terhadap Pancasila dan UUD 1945.
2. Teks, gambar, audio dan video yang memuat ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan.
3. Menyebarluaskan pendapat melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya).
4. Pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
5. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun lewat media sosial.
6. Penyelenggaraan kegiatan yang menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pancasila.
7. Keikutsertaan pada kegiatan yang menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Pancasila.
8. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda sesuai pendapat dengan memberikan likes, dislike, love, retweet atau comment di media sosial.
9. Menggunakan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah.
10. Pelecehan terhadap simbol-simbol negara baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media sosial.
11. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sendiri menjadi fasilitator yang menyediakan portal tersebut.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nusron melanjutkan, salah satu ciri orde baru lainnya adalah intelijen negara dipakai untuk menakut-nakuti orang.
Baca SelengkapnyaTKN Prabowo membantah pernyataan Ketua PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri soal pemerintahan Jokowi seperti Orba
Baca SelengkapnyaDjarot berujar, memberikan kekuasaan yang berlebihan tanpa kontrol kepada suatu lembaga akan sangat berbahaya.
Baca SelengkapnyaMenurut Nusron, sistem seperti orde baru hanya terjadi apabila ada pembungkaman suara-suara tokoh masyarakat.
Baca SelengkapnyaRibka mengaku kepada Hasto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah melarang agar tidak menyerang dan menyebut nama
Baca Selengkapnya"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter," kata Gilbert
Baca SelengkapnyaHendro pun mengkritisi pihak-pihak yang bermoral rendah.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, sejumlah Presiden Jokowi seolah tidak pro terhadap tegaknya demokrasi.
Baca Selengkapnyanies Baswedan mengaku senang berbagai kampus turut menyuarakan kepeduliannya terhadap kondisi demokrasi.
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.
Baca SelengkapnyaAliansi Mahasiswa Bekasi-Karawang menggelar demonstrasi di Jalan Cut Meutia, Kota Bekasi, Selasa (6/2). Mereka membakar foto Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca SelengkapnyaJokowi buka suara soal Ketum PDIP Megawati sebut penguasa saat ini seperti orde baru
Baca Selengkapnya