Tak ada biaya, Mr Kalend tinggalkan Gontor dan merantau ke Kediri
Merdeka.com - Langkah berani Mr Kalend untuk belajar Bahasa Inggris setelah melihat 'ketidakberdayaan' sarjana di Ponpes Modern Gontor tidak pandai berbahasa Inggris patut diacungi jempol. Bahkan selama mondok di Ponpes Gontor, Mr Kalend sering dihukum karena mengesampingkan ilmu pelajaran lain selain bahasa Inggris.
"Nekat saja, melihat sarjana yang tak pandai berbahasa Inggris membuat saya harus pandai Bahasa Inggris. Hingga akhirnya saya lengah pelajaran lain. Saya agak singkirkan pelajaran lain, kurang saya perhatikan. Bahkan saya sanggup menerima hukuman karena lebih konsentrasi dalam belajar Bahasa Inggris. Mulai didirikan, dihukum apapun saya terima. Karena kalau saya kuasai semua ndak mungkin, otak saya ndak kuat, fokus ke bahasa Inggris," cerita Mr kalend kepada merdeka.com, Rabu (11/3).
Mr Kalend mengaku kalau pelajaran yang bersifat memahami, dirinya tidak mau ketinggalan. "Menghafal dan memahami kan lebih mudah memahami, begitu saya paham selesai. Ndak harus saya buang waktu menghafal segalanya. Saya pikir itu bisa saya cari di luar, asal punya bukunya bisa saya pelajari," terangnya.
-
Kenapa santri di Ponpes Raudlotul Quran hanya belajar mengaji dan kitab klasik? Sebagai pondok pesantren tradisional, santri yang menetap di asrama tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan rutin selain mengaji Al Qur’an dan kitab-kitab klasik.
-
Kenapa Komeng rela berkorban untuk pendidikan? “Ya enggak apa-apa, kalau buat pendidikan apapun saya usahain walaupun saya tidak makan tiga tahun,“
-
Kenapa ajaran Samin dimasukkan ke kurikulum sekolah di Blora? Salah satu hal yang bisa dipetik dari ajaran Samin Sureosentiko adalah tentang tindakan apa adanya. Kemendikbudristek RI selalu berkomitmen untuk mengangkat potensi kearifan lokal dari warga Sedulur Sikep. Salah satunya dengan berencana memasukkan kurikulum muatan lokal tentang ajaran Samin Surosentiko dalam pendidikan formal di Kabupaten Blora.
-
Bagaimana Ponpes Darul Amanah mengajarkan kitab kuning? Mengutip dari rilis yang diterima merdeka.com, tidak semua pondok pesantren berani menerapkan kurikulum kitab kuning. Penyebabnya adalah level kesulitan dari membaca dan memahami kitab kuning itu sendiri. Diperlukan pemahaman khusus terhadap bahasa Arab agar dapat lancar membaca kitab kuning. Ustadz Fatwa, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Amanah, mengatakan bahwa Ponpes Darul Amanah punya metode sendiri dalam mengajarkan kitab kuning. Ia mengatakan, hal pertama yang penting dikuasai sebelum belajar kitab kuning adalah kemampuan dalam berbahasa Arab. Setidaknya, santri harus tahu cara menulis, membaca, dan mengartikan bahasa Arab.
-
Siapa yang pernah belajar di pondok pesantren? Anak sulungnya, Laura Meizani Nasseru Asry, memilih untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
-
Dimana anak Komeng bersekolah? Keduanya lulus dari International Islamic School (IISS).
Dicontohkan, misalnya pelajaran Hadist, dirinya bisa belajar di luar. "Mengapa saya repot-repot, tanpa teman bisa dipelajari. Tapi bahasa Inggris, nggak ada teman nggak bisa," tuturnya.
Memasuki tahun kelima, Kalend mulai memikirkan biaya belajar di Ponpes Modern Gontor mulai menipis. Tak ada lagi
orang yang memberinya uang begitu juga adiknya yang di kampung. Faktor ekonomi itulah yang akhirnya memaksa dia memutuskan untuk berhenti belajar di pesantren Gontor.
"Saya keluar dan kebetulan pula saya juga mendengar bahwa di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri ada seorang kiai bernama Kiai Yazid yang menguasai 9 bahasa ( Arab, Inggris, Belanda, Prancis, Italy, Jerman, India, Ibrani dan Mesir)," katanya.
Ketertarikan pada Kiai Yazid juga salah satu pemicu dia rela meninggalkan Gontor, meski alasan utama soal biaya. "Saya nekat, tabungan tinggal satu celengan jago. Saya pecah dan isinya Rp 19 ribu. Cukup untuk hijrah ke Pare sekitar tahun 1976," ujarnya.
Diungkapkannya uang Rp 19 ribu kala itu sudah cukup banyak, apalagi tak butuh uang banyak untuk berangkat ke Kediri dan meneruskan belajar pada Ustaz Yazid.
"Sampai di Pare, saya mencari tempat kos di daerah Pelem. Akhirnya saya menemukan rumah Pak Sirodj. Saya kos pertama kali di rumah Pak Sirodj hanya Rp 4.000 per bulan, itu sudah termasuk makan," ungkapnya.
Sudah bermukim di Pare, Kalend mulai berpikir bahwa dia harus tetap bertahan hidup, sebab uangnya tak mungkin mencukupi untuk bertahan hidup jika dia tidak bekerja.
Kemudian dia mencari informasi soal pekerjaan pada warga sekitar. Ada yang menawari mencetak batu-bata, mencabuti rumput di sawah (matun).
"Akhirnya saya memilih mencabuti rumput yang temannya rata-rata ibu-ibu yang sudah tua, tidak ada satu bulan kemudian saya ganti profesi," pungkasnya. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ara erkena cleansing pada Mei 2024 lalu usai disampaikan secara lisan oleh kepala sekolah tanpa surat apapun.
Baca SelengkapnyaSosok Gus Dur tak bisa dilepaskan dari kisah-kisah humoris semasa hidupnya.
Baca SelengkapnyaPungutan atau infak pembangunan musala itu dilakukan pada tahun 2022. Dari total 534 siswa, 460 di antaranya sudah membayar.
Baca SelengkapnyaTerdapat segelintir pengajar yang terkena mutasi diikuti dengan berbagai alasan.
Baca Selengkapnya