Terima suap, dua jaksa Kejati Jabar divonis tujuh & empat tahun bui
Merdeka.com - Dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat divonis hukuman berbeda oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung. Terdakwa Devianty Rochaeny divonis empat tahun, sedangkan Fahri Nurmallo tujuh tahun bui.
Dua vonis dilakukan majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yakni masing-masing sembilan dan lima tahun bui. Amar putusan terhadap dua terdakwa penerima suap dalam perkara penanganan BPJS Subang itu dibacakan Ketua Majelis Longser Sormin di ruang I, PN Tipikor, Jalan LL RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (23/11) sore.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Fahri tujuh tahun penjara adapun denda Rp 300 juta atau subsider kurungan empat bulan," kata Longser. Sedangkan "Terdakwa dua dengan hukuman empat tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsider kurungan empat bulan."
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Bagaimana KPK merespon putusan hakim? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memberi respons atas putusan hakim yang disunat itu.Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan sejauh ini fakta hukum dan alat butki yang disajikan oleh Jaksa KPK telah berkesesuaian bahkan terbukti di persidangan.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Siapa yang ditangkap KPK? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Majelis hakim menyimpulkan, kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama, yakni 12 huruf a dan 11 Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHpidana, Jo Pasal 65 ayat satu KUHPidana.
Masih dalam putusan tersebut, hakim membacakan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan perbuatan kedua terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, dan mencederai korps penegak hukum dari kejaksaan.
Sementara untuk yang meringankan, kedua terdakwa berlaku sopan selama persidangan, mengakui dan menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum. Khusus untuk terdakwa Deviyanti ditetapkan sebagai justice collaborator dalam pengungkapan tindak pidana korupsi.
Fahri dan Deviyanti merupakan terdakwa yang menangani kasus korupsi dana BPJS Kesehatan, Kabupaten Subang TA 2014 dengan terdakwa Budi Subiantoro dan Jajang Abdul Kholik. Dalam perjalannya, Fahri dan Devyani diduga menerima uang suap dari terdakwa Jajang yang uangnya disebut-sebut berasal dari Bupati Subang Ojang Suhandi.
Devyani dan Fahri ditangkap oleh petugas KPK pada Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin 11 April 2016 lalu. Selain Fahri dan Devyani, kasus ini juga menyeret tiga nama lainnya yaitu Lenih Marliani, Jajang Abdul Kholik serta Ojang Suhandi.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk. Menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," terang hakim.
Menurutnya, saat itu terdakwa satu dan dua patut menduga bahwa uang senilai Rp 300 juta diberikan untuk meringankan tuntutan terhadap Jajang Abdul Kholik dan Budi subianto dalam kasus korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi dan program Jamkesnas Ta 2014 di Dinkes Subang.
Perbuatan kedua terdakwa bertentangan dengan kewajiban sebagai pegawai negeri dan JPU. Atas putusan tersebut, kedua terdakwa menerima vonis yang dilayangkan padanya. Sementara tim JPU KPK mengambil sikap pikir-pikir.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain pidana kurungan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga mengubah pidana denda terhadap Kasdi Subagyono, yakni menjadi Rp400 juta.
Baca SelengkapnyaVonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK terhadap Hasbi Hasan yaitu 13 tahun dan 8 bulan penjara.
Baca SelengkapnyaHakim kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap terdakwa.
Baca SelengkapnyaSahat juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp39,5 miliar.
Baca SelengkapnyaEks Kajari Bondowoso, Puji Triasmoro dan eks Kasi Pidsus Kejari Bondòwòso, Alexander Silaen dijatuhi hukuman karena terbukti bersalah menerima suap.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Angin Prayitno Aji divonis pidana 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan.
Baca SelengkapnyaSYL sebelumnya divonis 10 tahun penjara terkait perkara pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian
Baca SelengkapnyaPengadilan Negeri Surabaya awalnya memvonis kedua polisi tersebut dengan hukuman bebas.
Baca SelengkapnyaKPK menggelar OTT kepada Kajari Bondowoso Puji Triasmoro dan Kasi Pidsus Alexander Silaen.
Baca SelengkapnyaJaksa KPK Muhammad Hadi mengungkapkan alasan pihaknya mengajukan banding terhadap vonis SYL.
Baca SelengkapnyaPengadilan Tinggi Bandung memangkas hukuman Sudrajad Dimyati, Hakim Agung nonaktif yang terjerat perkara suap, dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Baca Selengkapnya