TII Nilai Pemilihan Capim KPK Seperti Lobi Siapa Mau Tunduk Pada Kepentingan Politik
Merdeka.com - DPR RI telah memilih lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Lima pimpinan KPK baru yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar.
Transparency International Indonesia (TII) menilai terpilihnya lima orang ini bukan karena sepenuhnya mereka memang layak. Melainkan, bisa tunduk pada kepentingan politik atau kekuasaan.
Peneliti TII, Alvin Nicola mengatakan dalam uji kepatutan dan kelayakan yang dilakukan Komisi III DPR, yang dicari bukan pemimpin yang layak dan patut. Tapi siapa yang mudah dilobi.
-
Siapa yang menilai kapabilitas wakil rakyat? "Warga Jakarta sudah pintar, bisa menilai kapabilitas seseorang hingga dipercaya masyarakat," papar Uya Kuya.
-
Mengapa MK menyetujui syarat capres dan cawapres pernah terpilih? Namun, dalam dalil penambahan, MK menyetujui syarat capres dan cawapres minimal pernah terpilih dalam Pemilu, termasuk kepala.
-
Siapa yang menilai elektabilitas PSI? Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA Hanggoro Doso Pamungkas menilai, kehadiran Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI belum membuat elektabilitas partai tersebut naik.
-
Siapa yang bisa menjadi PPPK? PPPK adalah ASN yang diangkat dengan perjanjian kerja berdasarkan waktu. Menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) masih menjadi harapan bagi sebagian masyarakat Indonesia.
-
Apa peran partai politik dalam memilih Wapres? Namun peranan Partai Politik, hanya sekadar memberi saran, tidak dominan seperti dalam Pilpres kali ini dalam memutuskan calon.
-
Apa kriteria PKS untuk calon di Pilkada? PKS memiliki sejumlah pertimbangan utama bagi seseorang figur dapat maju sebagai bakal cagub-cawagub di Pilkada Serentak 2024. Terutama, mereka yang memiliki kans menang paling besar.'Ya kita perlu (figur) dengan kans menangnya besar, kan ikut Pilkada buat menang bukan biar kalah,' ucapnya.
"Ini sepertinya bukan cari pemimpin orang yang layak atau patut tapi lebih ke lobi siapa yang mau tunduk pada kepentingan politik, parlemen, sama pemerintah. Seperti dapat dilihat sebagai kontrak politik bagi kami. Jadi bagi kami SPT (uji kepatutan dan kelayakan) ini bermasalah juga," jelasnya dihubungi merdeka.com, Jumat (13/9).
Alvin juga menilai lima nama yang diloloskan DPR adalah satu paket lengkap pelemahan KPK dan pemberantasan korupsi.
"Kami melihat lima nama yang diloloskan oleh DPR semalam tentu dengan proses yang panjang dari seleksi sebelumnya adalah satu paket lengkap pelemahan KPK dan juga pemberantasan korupsi secara umum. Jadi kami lihat lima orang yang memiliki rekam jejak buruk dan punya visi yang buruk juga terhadap KPK, ini jadi pintu awal mandeknya gerakan anti korupsi ke depan bagi kami," jelasnya.
Dia menambahkan, proses seleksi yang carut marut dan dikritik banyak pihak ini juga dapat menurunkan citra Indonesia di dunia internasional. Apalagi pemberantasan korupsi di negeri ini juga masih dianggap buruk.
"Jadi justru semakin menurunkan persepsi publik internasional bagi kita," ujarnya.
Hal yang juga disayangkan dari lima pimpinan baru ini adalah setuju revisi UU KPK. Dalam proses wawancara saat seleksi berlangsung, para pimpinan baru ini menyatakan sepakat dengan revisi. Seperti Nawawi Pomolango yang sepakat dengan pembatasan penyadapan oleh KPK dalam revisi UU ini.
"Justru kalau dilihat dari proses mereka wawancara kemarin mereka sih setuju semua. Dan sudah tanda tangan juga dengan teman teman di DPR. Kami menyayangkan juga bahwa setuju dengan pelemahan KPK," sesalnya.
Kendati publik kecewa dengan hasil pilihan DPR ini, Alvin berharap lima pimpinan baru ini bisa membangun kepercayaan publik terhadap kepemimpinan mereka di KPK, salah satunya dengan bersikap terbuka. Saat ini yang bisa dilakukan publik adalah mendesak lima pimpinan ini untuk bersikap terbuka dalam menjalankan kinerjanya.
"Perlu desakan publik untuk memastikan mereka bisa mau lebih terbuka," kata dia.
TII juga berharap Presiden Joko Widodo ke depan harus terbuka dalam proses seleksi capim KPK. Termasuk melibatkan publik secara lebih luas.
"Jadi mau mendengarkan apa sih masukan publik, apa yang perlu diperkuat di KPK dan lain sebagainya. Yang kedua kami sepertinya ingin mengkritik prosesnya yang cacat formil, proses seleksinya. Terutama masalah revisi UU. Jadi kami lihat dua hal tadi buka masukan publik sebesar-besarnya, sampai pelantikan pimpinan ataupun revisi UU KPK," pungkasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi menetapkan sembilan anggota Pansel Capim KPK.
Baca SelengkapnyaDeputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, masukan pimpinan, dewas, hingga pegawai penting demi pimpinan KPK berintegritas.
Baca SelengkapnyaHubungan antara Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dengan Dewas KPK kian memanas.
Baca SelengkapnyaCak Imin dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus yang terjadi 12 tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai seharusnya MK hanya menguji undang-undang apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.
Baca SelengkapnyaFitroh merupakan seorang jaksa dan mantan Direktur Penuntutan KPK, yang setelah 11 tahun bertugas di lembaga antirasuah kini ditarik kembali ke Kejagung.
Baca SelengkapnyaBoyamin menegaskan kasus suap yang menyeret auditor maupun anggota BPK menunjukkan adanya integritas yang buruk.
Baca SelengkapnyaCak Imin buka suara soal panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca SelengkapnyaPansel juga berencana menemui aparat penegak hukum dan lembaga tinggi negara
Baca SelengkapnyaMahfud mengakui tidak ada calon yang sempurna. Semua calon pemimpin yang ada pasti memiliki kebaikan dan tidak luput adanya kejelekan yang dimilikinya.
Baca SelengkapnyaNamun, dalam dalil penambahan syarat capres cawapres minimal punya pengalaman kepala daerah, dikabulkan oleh MK.
Baca SelengkapnyaICW menilai banyak hal yang membuat pendaftaran seleksi calon pimpinan KPK dan Dewas terasa sepi
Baca Selengkapnya