Trah Bonokeling jalan kaki 40 km gelar selamatan di makam leluhur
Merdeka.com - Anak Putu Bonokeling melakukan tradisi perlon unggahan, Kamis (18/5). Ratusan di antara mereka, terutama yang berasal dari berbagai wilayah Kabupaten Cilacap berjalan kaki menuju Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas yang berjarak puluhan kilometer (km).
Anak putu Bonokeling dalam buku Islam Kejawen, Sistem Keyakinan dan ritual anak cucu Ki Bonokeling (2008), merupakan komunitas Islam kejawen yang bermula dari tokoh bernama Kyai Bonokeling. Kyai ini konon berasal dari daerah Purwokerto, Pasir Luhur yang kemudian menetap sampai dikuburkan di Pekuncen yang berasal dari kata sucen berarti suci. Anak cucu Bonokeling sendiri lantas menyebar ke berbagai wilayah sampai Cilacap yakni di Adipala, Kroya sampai Kawunganten.
Menjalani tradisi perlon (keperluan) selamatan mendekati bulan puasa, Anak Putu Bonokeling dari Desa Adiraja, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap menempuh jarak 40 km ke Desa Pekuncen demi berziarah ke makam Ki Bonokeling. Mereka melakukan perjalanan dengan busana adat yang disebut nurani yakni laki-laki menggunakan iket, kemeja hitam dan kain jarik. Sedang para perempuan berbusana kebaya dan kain jarik.
-
Kapan tradisi ini dilakukan? Tradisi ini diketahui sudah berkembang sejak tahun 1950-an, dan jadi salah satu hajat desa yang selalu ramai didatangi oleh warga.
-
Apa tradisi leluhur yang masih dijalankan di Lebak Bitung? Warga di Kampung Lebak Bitung di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, masih menjaga adat dan tradisi para pendahulunya di masa lampau.
-
Apa ritual adat Seblang Bakungan? Seblang Bakungan dikenal sebagai ritual tarian yang dibawakan oleh wanita berumur dalam kondisi trans atau kehilangan kesadaran.
-
Kapan ritual ini dilakukan? Ritual sembelih kambing kendit di Ponorogo merupakan sebuah ritual tradisional yang telah berlangsung sejak sekitar 200 tahun lalu.
-
Siapa yang terlibat dalam tradisi ini? Setelah itu, tuan rumah akan mengundang tetangga untuk mengikuti acara kepungan dengan menyantap tumpeng tawon.
-
Bagaimana cara masyarakat Bonokeling merayakan perlon besar? Dalam upacara itu, laki-laki dan perempuan berkumpul dengan mengenakan pakaian Jawa. “Ini buat izin sama mbah di sana,“ kata seorang pria yang hendak melakukan ritual dengan membawa ranting yang ujungnya dibakar. Mereka melakukan tradisi itu di bawah guyuran hujan gerimis. Iring-iringan warga dengan membawa sesajen berjalan menuju tempat yang dikeramatkan di desa itu.
Bedogol (pemimpin kelompok) Anak Putu Bonokeling Desa Adiraja, Candra Jaya (64) mengatakan tercatat 693 anak putu yang melakukan perjalanan ke pekuncen. Perjalanan ini sebagai bagian dari ziarah ke makam para leluhur. Tradisi berjalan kaki ini memang dilakukan setiap tahun saat tradisi perlon (keperluan) selamatan mendekati bulan puasa.
"Kalau dulu anak putu berjalan telanjang kaki. Tapi zaman sudah berubah, jadi boleh pakai sandal jepit," kata Candra yang merupakan bedogol generasi ke-8 kepada merdeka.com, Rabu (17/5) malam.
Ditambahkan oleh juru kunci Anak Putu Bonokeling Desa Adiraja, Sejadi Wirya (57) mengatakan sebelum perjalanan dilakukan, para anak cucu juga telah menyiapkan berbagai bekal hasil bumi dan peternakan untuk dibawa ke Desa Pekuncen. Bekal ini secara khusus disimpan di rumah cerabakan yang kurang lebih berluas 10 x 5 meter, dan dijaga selama 24 jam sejak Rabu (17/5) malam sampai Kamis (18/5) pagi. Bekal ini di antaranya merupakan makanan yang tak boleh disentuh.
"Bekal ini khusus dibawa ke Pekuncen. Nanti di sana baru diserahkan untuk diolah sebagai masakan," kata Sejadi.
Pantauan merdeka.com di Desa Adiraja, ratusan anak cucu sebelum berjalan kaki dikumpulkan terlebih dahulu di salah satu rumah cerabakan. Mereka lalu diberangkatkan pukul 08.00 WIB dengan penataan barisan perempuan di bagian depan. Sedang anak cucu yang tidak melakukan perjalanan melakukan penyambutan di setiap halaman rumah, memberikan caping dan mendoakan keselamatan. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mubeng Beteng biasanya dilakukan oleh abdi dalem maupun masyarakat Yogyakarta dengan berjalan kaki tanpa alas dan tidak boleh berbicara.
Baca SelengkapnyaTercatat ada 43 Bhiksu Thudong yang hadir. Mereka berasal dari sejumlah negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Korea Selatan.
Baca SelengkapnyaPara Bhikkhu Thudong melepas lentera saat prosesi Walking Meditation di Taman Mini Indonesia Indah.
Baca SelengkapnyaAda alasan mendasar ritual yang disebut Thudong itu diberangkatkan dari TMII, Jakarta.
Baca SelengkapnyaPada hari raya Lebaran, mereka tidak melaksanakan salat Idulfitri. Pelaksanaan salat mereka ganti dengan membersihkan makam leluhur.
Baca SelengkapnyaBanyak makna filosofis yang terkandung dalam tradisi ini
Baca SelengkapnyaWarga Baduy punya alasan mengapa rela jalan ratusan kilometer tanpa alas kaki untuk jualan madu.
Baca SelengkapnyaSuasana guyub rukun terasa saat masyarakat Bonokeling merayakan perlon besar.
Baca SelengkapnyaRitual adat Kebo-keboan Alas Malang yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (30/7), berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaSeorang pria tua berusia 80 tahun sukses mencuri perhatian. Awalnya, kakek tua itu tengah berusaha menyeberang jalan raya.
Baca SelengkapnyaPemprov Jawa Barat mengumumkan bahwa Ngunjung khas Kabupaten Indramayu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Baca Selengkapnya