Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Udud Mbako perekat sosial

Udud Mbako perekat sosial Sejarah tembakau di Purbalingga. ©2017 Merdeka.com/Abdul Aziz Rasjid

Merdeka.com - Kebiasaan udud mbako, baik saling berkumpul di warung, kedai ataupun pelataran-pelataran rumah warga dikatakan Budayawan asal Banyumas, Bambang Wadoro (58) telah jadi kebiasaan di eks karisidenan Banyumas (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) tahun 1960-an sampai 70-an. Bisa dikatakan pula, kegiatan melinting bersama menjadi simbol perekat sosial antarwarga, dilakukan saat malam hari, waktu luang usai seharian berladang.

"Endhong-endhongan (berkumpul atau kebiasaan bertandang ke tetangga) sebutannya," kata Bambang Wadoro yang akrab disapa Bador saat ditemui merdeka.com awal April.

Di tahun 1960-an, saat usia Bador baru menginjak 10 tahun, di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas ia masih mengingat situasi endhong-endhongan tersebut. Sembari melinting tembakau, sanak saudara dan tetangga berkumpul membicarakan soal pertanian atau harga-harga sembako.

"Kalau politik gak dibicarakan. Saat itu masih ada trauma politik tahun 65. Orang masih takut bicara politik," kata Bador.

Sebab endhong-endhongan itu, keakraban antar warga membentuk ikatan persahabatan dan persaudaraan lewat saling berbagi mbako. Di Banyumas sendiri, kebiasaan ini disebut udud-ududan.

sejarah tembakau di purbalingga

"Ngendhong tanpa bawa mbako kurang sreg. Kalau orang-orang tua bicara, udud mbako jan njarem temenan (merokok tembakau memuaskan)," ujarnya.

Jejak tembakau, terekspresi pula dalam kebudayaan Banyumas. Bador menyebutkan bahwa tembakau sebagai kegemaran sehari-hari warga telah digambarkan dalam lirik gending dalam kesenian Lengger (kata lain Ronggeng yang merupakan figur utama kebudayaan Banyumas). Baris-baris gending itu berbunyi begini "Ora nginang, ora ngemut/ lambene digrumut semut/ randane nunut."

Lirik itu diterangkan oleh Bador bahwa seseorang yang tak memiliki mbako, baik untuk menggosok-gosokkan gigi usai mengunyah daun sirih atau untuk udud, seumpama nasib janda yang serba kekurangan atau mengalami kemerosotan ekonomi. Tapi setiap orang yang memiliki mbako tak keberatan untuk saling berbagi. Pasalnya mereka saling memahami mengkonsumsi mbako terkait dengan kepuasan batin.

Bahkan mitologi mengenai asal-usul tembakau, tak lepas dari kepuasan batin. Mohammad Sobary dalam bukunya Perlawanan Politik & Puitik Petani Tembakau Temanggung (2016), menulis bahwa penemuan tembakau terkait dengan cerita Ki Ageng Kedu yang mendaki Gunung Sumbing. Di puncak yang terjal, Ki Ageng Kedu mencabut sebatang tumbuhan, sembari berteriak takjub "Iki tambaku" yang berarti Ini obatku.

Tumbuhan itu kelak diberi nama dari metamorfosa cara pengucapan tambaku, yang berubah menjadi tembako. Lantas diubah lagi menjadi mbako, yang hingga kini sudah jadi konsep mapan dalam bahasa Jawa dan wujud eksistensialnya kita kenal baik dalam kehidupan sehari-hari (h 38-39).

sejarah tembakau di purbalingga

Meski mbako pernah populer, menurut Bador, mbako juga memperlihatkan penandaan derajat seseorang. Bukan dimaksudkan untuk tendensi rasial tegasnya, penikmat mbako di tahun 60-70-an bisa dikatakan bagian kesenangan rakyat jelata. Sedang golongan yang disebut priyayi kala itu, lurah atau guru, lebih memilih rokok pabrikan untuk menandakan status sosial.

"Saya sendiri ngudud sejak usia sepuluh tahun. Kalau rokok pabrikan, saya masih ingat, nunggu tegesan (puntung rokok)," Katanya.

Kini kata Bador, zaman sudah berubah. Justru yang terjadi, ngudud mbako sudah jarang lagi ditemui sebagai pemandangan umum. Menurutnya nilai praktis rokok pabrikan membuat beberapa orang meninggalkan kebiasaan mbako. Pasalnya menikmati rokok pabrikan tidak direpotkan harus melinting.

Tapi soal kumpul-kumpul sembari ngudud, Bador menilai kebiasaan ini tak ikut luntur. Hanya yang dibawa bukan mbako lagi, tapi rokok pabrikan. Esensinya, ngudud dalam bingkai budaya tetap jadi sarana membangun komunikasi. Ia mencontohkan, masih umum ditemui, meronda sampai kulian (upah kerja untuk kuli) tetap disuguhi udud, bahkan perhelatan kawinan, sunatan, juga tahlilan di berbagai tempat udud tetap jadi sajian.

"Mau dilarang, yang tak bisa dipungkiri, ngudud masih jadi bagian kebudayaan kita," ujar Bambang Wadoro.

(mdk/cob)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengulik Batagak Kudo-Kudo, Tradisi Masyarakat Minangkabau yang Masih Lestari
Mengulik Batagak Kudo-Kudo, Tradisi Masyarakat Minangkabau yang Masih Lestari

Tradisi Islam yang satu ini masih terus dilestarikan sampai sekarang dan sudah menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat Padang Pariaman.

Baca Selengkapnya
Mengenal Upacara Obong-Obong, Tradisi Orang Kalang di Kendal Warisan Para Leluhur
Mengenal Upacara Obong-Obong, Tradisi Orang Kalang di Kendal Warisan Para Leluhur

Mereka masih mempertahankan tradisi ini karena banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Baca Selengkapnya
Mengenal Malam Bakupas, Simbol Kebersamaan Masyarakat Minahasa yang Masih Terawat
Mengenal Malam Bakupas, Simbol Kebersamaan Masyarakat Minahasa yang Masih Terawat

Tradisi khas masyarakat Minahasa ini menjunjung tinggi simbol gotong royong yang dipadukan dengan rempah-rempah yang sudah melekat erat.

Baca Selengkapnya
Uniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita
Uniknya Tradisi Sambut Lebaran di Bengkulu, Bakar Batok Kelapa dengan Penuh Sukacita

Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.

Baca Selengkapnya
Tradisi Lampu Colok, Festival Tahunan Masyarakat Melayu Riau Penuh Makna Filosofis
Tradisi Lampu Colok, Festival Tahunan Masyarakat Melayu Riau Penuh Makna Filosofis

Festival Lampu Colok ala masayarakat Melayu menjadi ciri khas perayaan saat malam-malam terakhir bulan Ramadan di Provinsi Riau.

Baca Selengkapnya
Uniknya Seni Benjang, Gulat Tradisional di Atas Jerami ala Warga Ujungberung
Uniknya Seni Benjang, Gulat Tradisional di Atas Jerami ala Warga Ujungberung

Gulat tradisional ini jadi kesenian unik di Ujungberung, Bandung

Baca Selengkapnya
Cara Unik Negara Gempur Rokok Ilegal
Cara Unik Negara Gempur Rokok Ilegal

Bea Cukai mendekati masyarakat melalui budaya dan kebiasaan. Tujuannya agar tak membeli rokok ilegal.

Baca Selengkapnya
Melihat Tradisi Unik Sambut Lebaran di Indonesia, Masak Bareng hingga
Melihat Tradisi Unik Sambut Lebaran di Indonesia, Masak Bareng hingga "Perang Meriam"

Setiap wilayah di Indonesia punya caranya masing-masing dalam menyambut Hari Lebaran

Baca Selengkapnya
12 Tradisi Maulid Nabi yang Turun Temurun Dilakukan Hingga Saat Ini
12 Tradisi Maulid Nabi yang Turun Temurun Dilakukan Hingga Saat Ini

Dengan beragam budaya yang ada di Indonesia, setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda-beda dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca Selengkapnya
Penuh Kemeriahan dan Kehangatan, Ini 5 Tradisi Sambut Hari Maulid Nabi di Pulau Sumatra
Penuh Kemeriahan dan Kehangatan, Ini 5 Tradisi Sambut Hari Maulid Nabi di Pulau Sumatra

Intip tradisi sambut hari Maulid Nabi yang berlangsung di Pulau Sumatra setiap tahunnya.

Baca Selengkapnya
Serba-serbi Meugang dari Aceh saat Hari Raya Iduladha, Tradisi Menikmati Daging Bersama Keluarga
Serba-serbi Meugang dari Aceh saat Hari Raya Iduladha, Tradisi Menikmati Daging Bersama Keluarga

Biasanya tradisi ini dilaksanakan ketika hari raya Idulfitri. Namun di Aceh, Meugang juga berlaku untuk merayakan hari raya Iduladha.

Baca Selengkapnya
Mitos Sunda dalam Kehidupan Sehari-hari, Jadi Pamali
Mitos Sunda dalam Kehidupan Sehari-hari, Jadi Pamali

Pamali sudah dipegang sebagai kebiasaan dari nenek moyang, terutama di masyarakat Sunda, dalam menerapkan batasan di kehidupan.

Baca Selengkapnya