Agung Laksono, senior Golkar yang selalu ada buat Setya Novanto
Merdeka.com - Jabatan Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar sempat 'digoyang' saat dirinya menyandang status tersangka kasus korupsi e-KTP. Sejumlah elite dan senior Golkar sempat meminta Setnov mundur dari posisi orang nomor satu di partai beringin itu.
Sebabnya, Setnov dianggap membuat citra Golkar semakin merosot jelang Pemilu 2019. Namun, posisi Setnov sebagai ketum Golkar kembali aman setelah status tersangka baginya gugur setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar memutuskan penetapan tersangka kasus korupsi e-KTP terhadapnya tidak sah.
Setnov pun kembali mantap memimpin Golkar. Dia langsung melakukan revitalisasi struktur pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Salah satu posisi yang dirombak adalah Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan yang diisi Yorrys Raweyai yang keras meminta Setnov mundur. Posisi Yorrys digantikan oleh Letjen (purn) Eko Wiratmoko.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Siapa Ketua Umum Partai Golkar? Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto bersilaturahmi dengan pimpinan ormas Hasta Karya atau pendiri, ormas yang didirikan, dan organisasi sayap partai berlambang pohon beringin, Minggu (6/8/2023).
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Siapa ketua umum Partai Golkar saat ini? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
-
Siapa yang memimpin Golkar? Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendampingi Presiden Joko Widodo yang memimpin jalannya KTT di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Rabu (6/9).
Putusan itu pun mendapat dukungan penuh dari Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono. Menurutnya, Setnov ingin adanya kekompakan dan kesolidan di partai Golkar.
"Jadi masalahnya perlu dijaga kekompakan, soliditas, salah satu terjadinya penurunan elektabilitas kemarin juga karena ada gonjang-ganjing di kalangan internal salah satunya itu," kata Agung usai menemui Setnov di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10) kemarin.
Agung mengaku memahami maksud Setnov itu. Dia menyebut Golkar memang membutuhkan kekompakan dari seluruh unsur partai. Terutama para petinggi Golkar diharapkan tidak menyampaikan pernyataan yang kontraproduktif.
"Saya mendukung apa yang telah dilakukan oleh Pak Novanto dan DPP Partai Golkar. Meskipun saya tadi bicara dengan beliau masih akan tetap dilanjutkan revitalisasi itu pada bidang-bidang yang lain," katanya.
Tak cuma kali ini saja Agung Laksono mendukung Setnov. Senior di Partai Golkar itu tercatat selalu mendukung Setnov meski didera isu tak sedap. Di saat sejumlah elite Golkar mengakui rapat Pleno Golkar meminta Setnov mundur dan menunjuk Plt Ketum, Agung justru membantahnya ada keputusan itu. Agung meminta kepada setiap kader Golkar untuk tidak asal bicara.
"Tidak ada keputusan DPP yang meminta agar Pak Novanto mundur dari jabatannya apalagi sampai menunjuk Plt ketua umum partai," kata Agung Laksono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/9) lalu.
"Itu hanya sebuah rekomendasi belum menjadi sebuah keputusan. Saya kira semua harus bijak menyikapi persoalan ini, jangan memancing di air keruh, yang pada akhirnya membuat gaduh dan merusak soliditas partai yang sudah dibangun," katanya.
Dia menyayangkan bahwa ada tindakan dari elite partai yang memanipulasi rekomendasi dari kajian elektabilitas. Sebab, kata Agung, belum ada pembahasan lebih lanjut mengenai hasil rekomendasi itu.
Selang sehari setelah Setnov dijadikan tersangka oleh KPK pada Senin (17/7), Agung Laksono muncul meminta semua pihak tidak memanfaatkan momentum penetapan tersangka Setnov untuk merebut jabatannya sebagai Ketua DPR atau Ketum Golkar. Agung menyarankan, kader di DPR dan partai untuk tenang dan menjunjung tinggi proses hukum, tak ngebet 2 kursi empuk yang dijabat Setnov.
"Saya minta jangan lah menggunakan momentum ini untuk memuaskan isi kehendak hatinya, syahwat politiknya, mau merebut posisi ketua DPR, merebut kursi Ketum Golkar," kata Agung di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7) lalu.
Saat itu, Agung menegaskan, tidak ada perubahan jabatan Setnov di DPR atau di Golkar. Dia juga membantah munculnya wacana Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) untuk mengganti Setnov sebagai pucuk pimpinan di Partai Golkar.
"Sehingga tidak perlu ada perubahan, tidak perlu ada usulan Plt, munaslub, karena kalau itu sudah saatnya terjadi ya laksanakan. Tergantung perkembangan hukum yang ada," katanya.
Lebih lanjut, mantan Ketua DPR ini berharap, seluruh kader mengedepankan azas praduga tak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang menyatakan status hukum Setnov berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Tak cuma itu, saat pengesahan RUU Pemilu di paripurna DPR yang dilakukan Setnov menjadi polemik, Agung juga muncul membela Setnov. Saat itu polemik terjadi karena Setnov yang notabene adalah tersangka korupsi proyek e-KTP mengetuk palu tanda RUU Pemilu resmi disahkan menjadi UU.
Saat itu Agung menegaskan status Setnov sebagai tersangka belum inkracht. Karenanya tak menjadi soal Agung mengesahkan RUU Pemilu menjadi UU.
"Ya kan belum inkracht. Enggak apa-apa. Siapa sih yang menyatakan dia bersalah," kata dia usai menghadiri rapat Dewan Pakar di DPP Partai Golkar, Angrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Jumat (21/7) lalu.
Dia juga mengingatkan soal kasus korupsi non-budgeter Bulog yang menimpa mantan Ketum Golkar Akbar Tandjung pada 2002.
"Dulu pak Akbar Tanjung juga sampai selesai. Bahkan diujungnya bebas. Coba kalau diturunkan, tiba-tiba bebas dan akhirnya menang, jangan keliru sampai tahun 2014 kita menang," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Airlangga sebelumnya mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar per Sabtu (10/8) malam.
Baca SelengkapnyaAirlangga mengundurkan diri dari Ketua Umum Golkar.
Baca SelengkapnyaBuntut pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menyebut penyelidik khilaf dalam OTT yang melibatkan Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca SelengkapnyaDisusul dengan permintaan maaf Johanis ke TNI dengan menyebut penyelidiknya khilaf saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus dugaan suap di Basarnas.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, beredar surat sejumlah politisi senior Golkar yang meminta Jokowi menggantikan Airlangga Hartarto.
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaSenior Golkar Musfihin Dahlan mengusulkan Jokowi menjadi Ketua Umum Golkar bersama Bahlil Lahadalia sebagai Sekjen.
Baca SelengkapnyaAirlangga mengaku pengundurannya sebagai ketum diambil melalui banyak pertimbangan.
Baca SelengkapnyaDinamika Partai Golkar sering terjadi pergantian pimpinan partai baik dalam konteks murni munas maupun melalui munaslub.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaPemanggilan itu diduga karena ada upaya meminta Munaslub untuk melengserkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Baca SelengkapnyaKabar Agus Gumiwang menjadi calon kuat Plt Ketum Golkar dibenarkan Waketum Partai Golkar Dito Ariotedjo dan Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono.
Baca Selengkapnya