Anomali merosotnya elektabilitas partai pendukung Jokowi
Merdeka.com - Sejak jauh hari, empat partai yakni Golkar, NasDem, Hanura dan PPP telah mendeklarasikan diri dukung Joko Widodo di Pemilu 2019. Selain karena dianggap sukses, ketokohan Jokowi dianggap bisa mendongkrak elektabilitas partai pendukung.
Sayang, harapan partai pendukung Jokowi itu justru berbanding terbalik dengan hasil survei elektabilitas parpol yang dikeluarkan oleh lembaga survei SMRC. Empat partai pendukung malah merosot, berbanding terbalik dengan PDIP, sang 'pemilik' Jokowi.
Pengamat politik dari Unpad Muradi juga melihat terjadi keanehan, karena rupanya elektabilitas partai pendukung Jokowi malah merosot. Jika soal elektabilitas PDIP, dia memaklumi.
-
Kenapa Jokowi bergabung dengan Golkar? 'Kita perhatikan saat ini, meskipun putaran pileg atau pilpres ini belum selesai Jokowi secara gesit dan tangkas sudah mempersiapkan series cawe-cawe putaran berikut untuk memanfaatkan instrumen parpol mana yang bisa 'ditunggangi' untuk tetap berkuasa,' kata Andreas Hugo, saat dikonfirmasi, Senin (11/3).
-
Apa tanggapan PDIP soal Jokowi di Golkar? 'Dari manuver-manuver ini kan terbaca bahwa series cawe-cawe yang berlangsung selama ini dan kemungkinan ke depan, tidak lebih tidak kurang dari cara bagaimana agar bisa tetap berkuasa baik itu secara langsung maupun tidak langsung,' imbuh dia.
-
Bagaimana Golkar meningkatkan suaranya di pemilu 2024? 'Cara ini terbukti efektif dan efisien, karena kandidat kepala daerah yang akan diusung lebih banyak sudah teruji di Pemilu 2024,' ujar Pengamat politik Dedi Kurnia Syah, Senin (25/3).
-
Apa partai pemenang pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Siapa yang diuntungkan jika Jokowi gabung Golkar? 'Paling tidak mempengaruhi kekuasaan pasca pilpres atau pileg dan massa transisi kekuasaan ke depan,' sambungnya.
-
Partai apa yang menang Pemilu 2019? Partai Pemenang Pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase suara sebesar 19.33% atau 27,05 juta suara dan berhasil memperoleh 128 kursi parpol.
Pertama, PDIP dilihat konsisten sebagai partai pemerintah. Salah satunya dalam isu Pansus angket KPK. Meskipun ada penolakan, KPK dianggap berhasil membuka mata publik, ada sejumlah kejanggalan di internal KPK.
"Itu dan figur Bu Mega, Pak Jokowi, saya kira perlu dipahami, Pak Jokowi itu PDIP, PDIP itu ya Jokowi, buat saya sederhana sekali," kata Muradi saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (6/10) sore kemarin.
Pada Pemilu 2014, PDIP meraup suara 18,95 persen. Sementara hasil survei SMRC terbaru yang dilakukan awal September kemarin elektabilitas PDIP mencapai 27,1 persen.
Sementara Golkar pada 2014 lalu mendapat 14,75 persen, di survei SMRC hanya 11,4 persen. Muradi pun menganalisa penurunan Golkar ini.
"Kalau Golkar kan faktor Setya Novanto, dianggap punya keinginan menjadi orang yang mau melawan hukum," kata Muradi.
Partai pendukung Jokowi berikutnya yang merosot versi SMRC adalah NasDem. Partai pimpinan Surya Paloh ini bahkan tak lolos parliamentary threshold karena hanya mendapatkan suara 2,4 persen. Pada Pemilu 2014 lalu, NasDem mendapatkan suara sebanyak 6,72 persen.
Hampir sama dengan Golkar, Muradi melihat, faktor penurunan NasDem karena perilaku yang selama ini ditunjukkan oleh para elitenya.
"NasDem dengan berbagai manuvernya, punya potensi merusak hukum, soal kejaksaan, jaksa agungnya dari orang partai, publik melihat itu," kata dosen FISIP Unpad ini.
Begitu pula dengan PPP, partai ini kini tengah berkutat dengan masalah internalnya. Di satu sisi ada kubu Romahurmuziy. Di sisi lain, ada kubu mantan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz yang masih ngotot merasa berhak atas kepengurusan PPP.
PPP versi SMRC hanya memperoleh 4,3 persen suara. Sementara pada Pemilu 2014 lalu, partai pimpinan Suryadharma Ali kala itu meraup suara 6,53 persen.
Partai lainnya yakni Hanura, dia menambahkan, semenjak dipegang Oesman Sapta Odang (OSO), bisa dibilang tidak ada perubahan yang nyata. Terlebih, Hanura kini hanya menjadi partai yang paling kecil suaranya di DPR.
Pada Pemilu 2014 lalu, Hanura mendapatkan 5,26 persen. Namun versi lembaga survei SMRC, partai pimpinan OSO ini cuma dapat 1,3 persen.
"Hal lain karena enggak terlalu besar jadi tidak mempengaruhi betul. Itu yang saya kira posisi NasDem dan Hanura menjadi tidak cukup besar," analisa Muradi lagi.
Sementara elektabilitas Jokowi sendiri masih dianggap batas yang baik. Meskipun, dalam beberapa bulan belakangan, pemerintahan Jokowi sering diterpa isu miring.
Dalam survei SMRC, elektabilitas Jokowi sebesar 38,9 persen. Sementara persaing terberatnya yakni Ketum Gerindra Prabowo Subianto jauh di bawahnya dengan besara 12 persen saja.
"Bulan September kemarin itu luar biasa, tiap bulan ada saja isunya, yang dibilang pro China, PKI, anti Islam, kemudian banyak yang mengganggu pemerintahan beliau, 38 persen itu kalau menurut saya sudah cukup baik. Karena dengan masalah bertubi-tubi, juga dilakukan oleh orang-orang di lingkaran beliau, maka agak rumit," kata Muradi.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Elektabilitas PDI Perjuangan memang masih di paling atas dengan angka 19,1 persen, tetapi terus alami penurunan dari survei sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDari Oktober 2023, elektabilitas PDI Perjuangan mengalami penurunan dari 20,8 persen, lalu 19,7 persen dan 19,1 persen di Desember 2023
Baca SelengkapnyaDi DPP PAN, bersama Jokowi partai-partai pemerintah minus PDIP dan NasDem bicara wacana pembentukan koalisi besar.
Baca SelengkapnyaLSI Denny JA mengungkapkan elektabilitas PDIP disalip Gerindra pada November 2023.
Baca SelengkapnyaPrabowo Subianto dinilai mendapatkan ‘Jokowi Effect’ yang membuat elektabilitasnya kian tinggi jelang Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaLembaga survei Indikator Politik merilis hasil surveinya yang menunjukkan Partai Gerindra menyalip PDIP dan PKB di Jatim.
Baca SelengkapnyaKetika tingkat dukungan untuk Jokowi meningkat, maka berdampak positif bagi PDIP.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, Presiden Jokowi merupakan tokoh nasional.
Baca SelengkapnyaPantai pemenang pemilu 2019 adalah PDIP. PDIP berhasil meraih posisi pemenang dengan jumlah kursi terbanyak di parlemen.
Baca SelengkapnyaPrabowo banyak mendapat imbas positif dari efek Jokowi.
Baca SelengkapnyaPeneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ada dua alasan utama mengapa dukungan publik untuk PDIP tinggi.
Baca SelengkapnyaPeta koalisi jelang Pilpres 2024 semakin jelas. Prabowo menjadi bakal capres yang mendapat sokongan terbanyak dari parpol parlemen.
Baca Selengkapnya