Kasus e-KTP, Setya Novanto di bawah lindungan pohon beringin
Merdeka.com - Perhatian publik kini tertuju pada kasus dugaan korupsi proyek kTP elektronik (e-KTP) yang disebut-sebut melibatkan nama besar pesohor negeri ini. Nama besar tersebut akan terungkap dalam sidang perdana hari ini, Kamis (9/3). Ada 14 orang anggota DPR yang disebut-sebut telah mengembalikan uang yang diterima dari hasil korupsi e-KTP, nilai totalnya mencapai Rp 30 miliar. Namun KPK tidak membeberkan nama-nama anggota DPR yang mengembalikan uang tersebut.
Sebelum KPK menyebut dugaan keterlibatan nama besar, sejumlah mantan anggota komisi II DPR dan mantan menteri dalam negeri menjalani pemeriksaan di KPK. Termasuk Ketua DPR Setya Novanto. Dia diperiksa KPK pada Januari 2017. Dalam pemeriksaannya, Setya Novanto mengaku menjelaskan beberapa hal terkait proyek e-KTP. Salah satunya adanya pertemuan antara pemenang konsorsium dengan beberapa pihak.
Dia menuturkan kapasitasnya dalam menyampaikan keterangan di hadapan penyidik sebagai ketua fraksi Golkar periode 2009-2014. Dia juga menampik mengetahui secara detil pembahasan yang dilakukan saat pertemuan tersebut. Menurutnya, komisi II DPR selaku mitra kerja Kementerian Dalam Negeri yang menggarap proyek tersebut hanya menyampaikan pernyataan normatif saja.
-
Siapa yang dituduh meminta KPK menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto? Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal Jokowi telah meminta dirinya untuk menstop kasus e-KTP dengan terpidana Setya Novanto (Setnov).
-
Kenapa Setya Novanto disebut sebagai korban dalam kasus e-KTP? 'Partai Golkar itu menjadi korban dari e-KTP, jadi saya no comment. Jelas ya, korban e-KTP siapa? (Setnov) ya sudah clear,' pungkasnya.
-
Apa yang dikatakan Agus Rahardjo tentang Jokowi dan kasus Setya Novanto? Agus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
-
Siapa yang terbukti terlibat pungli di Rutan KPK? 90 pegawai Komisi Antirasuah yang telah terbukti terlibat dalam praktik pungli.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
Saat Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut bakal terungkap nama besar yang terlibat kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto meminta KPK tidak membuat kegaduhan politik.
"Jangan sampai menimbulkan kegaduhan politik sehingga tentu harus kita jaga karena jangan sampai kegaduhan politik ini membuat situasi membuat situasional," kata Setnov melalui pesan tertulisnya, Selasa (7/3).
Tidak hanya itu, belakangan Setya Novanto berulang kali menegaskan tidak terlibat dalam pusaran kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 2,3 triliun itu. Dia bahkan bersumpah tidak menerima aliran dana korupsi proyek e-KTP. "Seingat saya dan saya bersumpah tidak pernah bersama-sama membicarakan masalah e-KTP. Silahkan tanya ke Nazar lagi, Saya juga enggak ngerti kok saya dikait kaitkan dan disebut-sebut Nazar saat itu," tegas Novanto.
Dia mengklaim selalu menghindar jika ada pihak yang membicarakan soal proyek e-KTP ketika masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. "Yang jelas saya tidak pernah membicarakan jauh, kalau bicara e-KTP saya selalu menghindar," kata Novanto.
Sebagai Ketua fraksi saat itu, Setnov mengklaim kerap membatasi diri untuk ikut membahas pengadaan e-KTP di Komisi II yang memakan biaya Rp 5,9 triliun itu. "Karena hal-hal ini kan sudah melalui proses di komisi II jadi saya batasin. Kalau ada yang mau ngajak ngomong saya enggak mau, ya saya batasin," terangnya.
Setya Novanto berulang kali meyakinkan publik dan membantah ikut menikmati uang hasil korupsi e-KTP. "Enggak bener. Akan. Kalau akan itu pernah atau enggak?" ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3).
"Mengenai dakwaan akan menerima Rp 150 miliar, kita tidak pernah menerima Rp 150 miliar. Enggak usah akan, bicarapun tidak pernah," ujarnya.
Dia menegaskan, tidak pernah melakukan pertemuan dengan petinggi Partai Demokrat yakni Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin serta Andi Narogong. Termasuk tudingan menerima atau menyerahkan dana 'pemulus' proyek e-KTP.
"Apa yang disampaikan kepada saya yang didakwakan yang saya dapat informasi yang sangat utuh bahwa saya ada pertemuan dengan saudara Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi Narogong dan saya itu tidak benar. Apalagi akan menyerahkan dana, mudah-mudahan saya tidak pernah menerima apapun dana dari e-KTP," jelasnya.
Mekanisme pembahasan anggaran proyek e-KTP, lanjutnya, berada di Badan Anggaran dan Komisi II DPR. Sehingga, Fraksi Golkar tidak bisa memutuskan secara sepihak besaran anggaran tersebut.
"Yang jelas saya tidak pernah urus-urus masalah anggaran, tidak pernah, karena saya sebagai pimpinan fraksi yang dahulu kita hanya terima lampiran-lampiran semua yang dilakukan oleh ketua komisi, dimana ketua komisi melaporkan ya scara oral, kan waktunya kan sebulan sekali pleno dan disampaikan," tegasnya.
Partai Golkar berulang kali menegaskan sikap tak akan melindungi kadernya yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Partai Golkar, Yorrys Raweyay, menegaskan Partai Golkar tetap konsisten mendukung pemberantasan korupsi.
"Saya sebagai Ketua Korbid Polhukam Partai Golkar menyatakan, Golkar konsisten mendukung pemberantasan korupsi. Golkar tak akan melindungi siapapun kadernya yang terlibat korupsi," kata Yorrys saat dihubungi, Senin (6/2).
Golkar juga mengatakan tak akan pandang bulu menindak kader yang terjerat korupsi. Sejak Jusuf Kalla atau JK menjadi ketua umum, Golkar telah menegaskan partai tidak boleh dijadikan tempat persembunyian bagi koruptor. "Waktu zaman Pak JK beliau mengatakan, jangan jadikan Golkar tempat persembunyian para koruptor. Jadi ini prinsip yang dipegang Golkar pascareformasi, dan kami mendukung KPK," terangnya.
Khusus Setya Novanto, partai berlambang pohon beringin ini melindungi ketua umumnya. Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Mahyudin mengaku telah bertemu dengan Novanto. Dia percaya ketua umumnya tidak terlibat di pusaran korupsi mega proyek itu.
"Beberapa waktu lalu, beliau seperti pendapat yang sudah-sudah beliau merasa tidak terlibat dan tidak tahu-menahu. Mudah-mudahan tidak ada masalah sama beliau. Biar nanti semuanya terbuka dalam persidangan. Biar fakta persidangan, saya kira tidak perlu banyak statement banyak pihak dari penegak hukum," ujar Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3).
Dia juga sependapat dengan pernyataan Setya Novanto agar KPK tidak membuat gaduh suhu politik nasional. "Yang dimaksud Pak Novanto jangan dibawa ke remaja politik atau dibuat untuk membangun opini, jangan terlalu dibawa statement, tetapi biarlah diproses berdasarkan aturan yang berlaku," kata Mahyudin.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agus Rahardjo sebelumnya menyebut pernah dipanggil ke Istana dan diminta presiden menghentikan kasus korupsi e-KTP melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca SelengkapnyaAirlangga menegaskan, jika Partai Golkar menjadi korban atas kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaAlex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov.
Baca SelengkapnyaMoeldoko mempertanyakan Agus Rahardjo yang kembali mempersoalkan kasus yang sudah bergulir pada 2017.
Baca SelengkapnyaMenurut Koordinator Stafus Presiden Ari Dwipayana, Presiden Jokowi sudah menjelaskan kasus korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang diminta di untuk memberhentikan kasus e-KTP.
Baca SelengkapnyaAgus mengatakan, Presiden saat itu menginginkan penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto dihentikan.
Baca SelengkapnyaHamdan mengatakan, DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo Ngaku Diintervensi Jokowi, Firli Bahuri: Saya Kira Semua Akan Alami Tekanan
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP
Baca SelengkapnyaPDIP menyarankan pembuktian kesaksian mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal dugaan intervensi Presiden Jokowi di kasus E-KTP.
Baca Selengkapnya