Lawan PDIP, Golkar Ikut Jadi Pihak Terkait di MK soal Sistem Pemilu Coblos Parpol
Merdeka.com - Sejumlah kader Partai Golkar turut melayangkan gugatan sebagai pihak terkait atas penolakan sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup atau coblos partai ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami inisiatif dari kader-kader, dari pribadi-pribadi. Teman- temen saya ajak, mereka sepakat," kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Derek Loupatty ketika ditemui wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (13/1).
Gugatan yang dilayang Derek bersama dua kader lainnya, yakni Kader Jawa Barat Achmad Taufan, serta kader dari Papua Martinus Anthon Werimon. Turut menyoal gugatan judicial review UU Nomor 7 Tahun 2017 sebagaimana Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.
-
Siapa yang mengajukan gugatan sengketa Pilpres? Sementara gugatan sengketa Pilpres yang diajukan oleh Paslon nomor urut 2 ataupun 3 tidak menyentuh kepada perkara sengketa pemilu sebagaimana yang dimaksudkan di dalam undang-undang.
-
Bagaimana cara kader Golkar menghadapi perompak demokrasi? “Saya mengajak semua kader dan elit Partai Golkar selalu kompak untuk menghadapi perompak demokrasi yang bisa merusak tatanan dan keluhuran demokrasi yang telah kita bangun,“ tuntasnya.
-
Kenapa PDIP akan gugat hasil Pilpres ke MK? PDIP tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang. Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia mengatakan, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
-
Apa itu Sengketa Pemilu? Sengketa Pemilu adalah konsekuensi yang mungkin terjadi dalam sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Walaupun sistem sudah dirancang sebaik mungkin, kemungkinan pelanggaran yang bisa mencederai kualitas Pemilu masih bisa terjadi.
-
Siapa yang terlibat dalam Pemilu? Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu mekanisme fundamental dalam sistem demokrasi yang memungkinkan warga negara untuk secara langsung atau tidak langsung memilih para pemimpin dan wakilnya.
-
Siapa ketua umum Partai Golkar saat ini? Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum Partai Golkar ke-11 sejak pertama kali dipimpin Djuhartono tahun 1964.
Dimana gugatan tersebut, sebagaimana diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Belakangan NasDem menarik diri. Hanya PDIP parpol yang setuju dengan sistem proporsional tertutup.
"Kalau sistem ini kembali, kami sebagai generasi muda terutama akan menjadi antrean panjang. Untuk itu sistem terbuka bagi kami adalah harapan, bukan saja bagi kami," jelasnya.
Menurutnya, skema coblos partai membuat rakyat tidak mengetahui siapa wakil rakyat yang bakal mewakili mereka di parlemen. Karena, kewenangan sepenuhnya ada di tangan partai politik.
"Rakyat tidak memilih kucing dalam karung, tapi rakyat mengenal siapa yang layak dan mampu memperjuangkan kepentingan rakyat itu sendiri. Bukan gambar yang dipilih tapi siapa orang-orang yang dikenal oleh rakyat," jelasnya.
Sekadar informasi, jika dengan sikap dari tiga kader partai Golkar yang melayangkan gugatan pihak terkait. Maka nantinya ketika sidang memasuki tahap pemeriksaan, mereka akan dipanggil untuk dilibatkan memberikan keterangan dalam sidang di MK.
Berita terkait Pemilu bisa dibaca di Liputan6.com
Gugatan Ke MK
Sebelumnya, Aturan sistem Pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi. Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.
Uji materiil itu diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.
"Adanya sistem proporsional terbuka didasarkan pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008. Putusan tersebut diambil menggunakan standar ganda, yakni nomor urut dan suara terbanyak sehingga Mahkamah memutuskan mengabulkan pasal a quo. Apabila melihat sejarah pemilu di Indonesia sebelumnya, sebelum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menggunakan proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik karena sejatinya berdasarkan UUD 1945 kontestan pemilu legislatif adalah partai politik,"kata kuasa hukum pemohon Sururudin saat sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11).
"Kemudian partai politiklah yang menunjuk anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten /Kota. Oleh karena itu, dengan mengacu pada alasan-alasan yang kami terangkan di atas memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tambahnya.
Dalam gugatan ini, pemohon meminta MK menyatakan frasa terbuka pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
"Menyatakan frasa 'proporsional' pada Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," tutup Sururudin.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Doli, keputusan MK tersebut sangat mendadak dan mengagetkan karena terjadi mendekati deadline Pilkada.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaMenurut Eriko, rapat nanti akan membahas siapa yang akan diusung PDIP di Jakarta.
Baca SelengkapnyaGolkar akan duduk bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) membahas hasil putusan MK tersebut.
Baca SelengkapnyaGanjar menyadari paslon 3 tidak bisa sendirian mengajukan hak angket di DPR.
Baca SelengkapnyaMK dianggap menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia dengan menolak permohonan PDIP agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup
Baca SelengkapnyaJuru Bicara DPP PDIP, Chico Hakim menyatakan, keputusan itu adalah kemenangan demokrasi.
Baca Selengkapnya"Hari ini juga ada putusan yang mengejutkan," kata Awiek
Baca SelengkapnyaSebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, tentunya dengan syarat tertentu.
Baca Selengkapnya"Hampir di semua tempat provinsi, kabupaten kota akan bisa mengubah peta ya, peta politik pencalonan nanti," kata Waketum Golkar.
Baca SelengkapnyaDalam putusannya, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Baca SelengkapnyaGolkar mulanya berharap Prabowo Subianto merestui Airin Rachmi Diany sebagai calon Gubernur Banten.
Baca Selengkapnya